BAGAI pelangi yang tiba-tiba muncul di atas Laut Baltik, nama
Lech Walesa melejit di persada Polandia. Setahun yang lalu ia
masih seorang pengangguran tukang listrik, meskipun sudah
seorang pemimpin. Anaknya enam orang, yang sulung baru 11 tahun,
sedang istrinya mulai mengandung lagi. Dalam rumah dengan dua
kamar tidur mereka tinggal waktu itu.
Sekonyong-konyong gambarnya muncul di sampul depan majalah Time,
29 Desember 1980. Dan April 1981 muncul lagi di sampul Current
Biography, serial riwayat tokoh-tokoh dunia mutakhir. Siapakah
dia?
Tubuhnya kecil, menurut ukuran Barat. Tingginya hanya 165 cm.
Pakai kumis lebat kemerah-merahan, mengisap pipa. Sepintas lalu
ia mirip seorang paman yang ingin menjadi kebanggaan para
kemanakannya. Tapi, "ia seorang lelaki yang cocok untuk
zamannya," kata seorang ibu dalam kerumunan massa di Warsawa.
Lech, dari siapa anda belajar bicara? tanya Oriana Fallaci,
wartawan Italia dalam mingguan The Sunday Times, akhir Maret
lalu. "Tidak tahu," jawab yang ditanya. "Saya tak pernah membaca
buku atau berguru kepada siapapun. Seperti halnya memperbaiki
pesawat televisi atau pancing: saya pikirkan, lalu saya pasang
dengan cara sendiri."
"Lalu siapa yang nanti mengajari kami demokrasi?" seorang buruh
tambang di Jastrzebie bertanya kepadanya. Ia men jawab, "Siapa,
ya? Yang terang bukan Lesio (si Lech Kecil). Sebab ia terlalu
kecil, terlalu bodoh. Jadi, anda sendirilah. Masing-masing dari
kita." Demikian Pintarnya ia dalam menjawab pertanyaan orang.
Juga dalam bertanya, bahkan menginterupsi pembicaraan orang
untuk mengemukakan ide-idenya yang alami -- dan cocok.
Lech Wallesa (baca: Lek Vawensa) adalah produk sejarah Polandia
yang mengidap endemi pemberontakan. Sejak abad silam bangsa ini
memang dikenal sebagai "barometer pemberontakan". "Untuk
mengetahui intensitas dan vitalitas segala jenis revolusi sejak
1789, negara-negara lain harus melihat Polandia," begitu catatan
Karl Marx. Peranan ini tidak berubah bahkan sesudah komunisme
mengambil alih negeri itu pada 1947. Sejak itu saja bahkan
timbul pergoiakan beruntun pada tahun-tahun 1956, 1970, 1976,
dan puncaknya Agustus 1980.
Kegetiran sejarahnya terhadap Moskow mulai pada 1920--tatkala
tentara Bolshevik menggasak Warsawa. Kemudian pendudukan Nazi,
serta Soviet, atas Polandia yang sial, dalam Perang Dunia II.
Tak kurang dari 4000 prajurit Polandia dibantai Soviet di hutan
Katyn dalam tahun 1940. Pada saat masyarakatnya diwarnai
cerita-cerita duka macam inilah, Lech Walesa lahir -- 29
September 1943.
Lech punya tujuh orang saudara kandung, dari ayah seorang tukang
kayu. Dan setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan
seorang pamannya, Stanislaw Walesa. Tahun 1973 ibu kandung dan
ayah tiri itu pergi ke AS. Di luar dugaan, ibunya meninggal
dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Dan sampai sekarang
Stanislaw, si ayah tiri, masih tinggal di New Jersey, AS,
sebagai tukang bangunan.
Setelah menamatkan sekolah dasar dan kejuruan di Lipno, dekat
Popow, desa kelahirannya, Lech berangkat ke Gdansk untuk bekerja
sebagai tukang listrik di sebuah galangan kapal. Itu terjadi
tahun 1967. Tiga tahun berikutnya, pemerintah menaikkan
harga-harga makanan yang mengakibatkan kemarahan pada pekerja di
sekitar Gdansk. Lech pun terlibat--dalam kerusuhan yang terkenal
dengan nama "pemberontakan untuk roti" ini. Para buruh bergerak
ke jalanan, dan di sana Lech menyaksikan 55 orang rekannya
dibunuh tentara.
Kerusuhan empat hari itu memaksa Wladyslaw Gomulka, Sekjen
Partai Komunis Polandia waktu itu, mengundurkan diri. Ia
digantikan oleh Edward Gierek--dan sekarang Stanislaw Kania.
Dalam sistem pemerintahan partai tunggal, sekretaris jenderal
memang selalu menjadi orang kuat pertama. Orang kuat kedua,
dalam kenyataan di Polandia, adalah pimpinan gereja. Sebab meski
secara ideologis orang Polandia menganut komunisme, tapi
kenyataannya 85% rakyat masih beragama Katolik.
Dari sinilah Lech yang "orang alam" itu ditantang untuk menyusun
kekuatan--dan menjadi "orang terkuat nomor tiga". Dalam
perkembangannya ia banyak dipengaruhi Komite Pertahanan Sosial
(KOR), yang membantunya lewat penerbitan koran Robotnik.
Organisasi KOR ini didirikan oleh Jacek Kuron, seorang sosiolog
komunis yang banyak membantu para anggota keluarga buruh korban
demonstrasi 1976.
TETAPI Lech bergerak lain ia lebih menekankan agama sebagai
dasar perjuangannya. Di mana ia bicara, orang selalu mendirikan
salib besi atau kayu. Kebetulan pula ada sebuah peristiwa besar
yang sangat mendukung pembangunan kelompoknya. Yaitu, tak lain
tak bukan, terpilihnya Kardinal Wojtyla menjadi Paus Yohannes
Paulus II di Roma. Kunjungan 9 hari Paus ini ke tanah airnya
(Juni 1979) kemudian lebih lagi mengukuhkan perasaan senasib di
kalangan umat Katolik di sana. Maka solidaritas hanya tinggal
memerlukan huruf "s" besar.
Embrio perkumpulan mulai nampak pada penerbitan pertama majalah
dua bulanan Pekerja Dri Panti, Januari 1979. Majalah ini
memakai subjudul: Sarana Panitia Pembentukan Kelompok Dagang
Merdeka. Juli berikutnya, nama Lech Walesa berada di antara
penandatangan tuntutan hak-hak buruh yang dipublikasikan dalam
Robotnik. Dan gara-gara ini Lech dikeluarkan dari pekerjaannya,
dan mulailah--sebagai penganggur--mengumpulkan kawan ke sana ke
mari.
"Saya jamin anda bakalan terkenal seperti birokrat-birokrat yang
hebathebat itu," kata seorang wanita dalam rapat partai. Lech
tersenyum, sembari mengedarkan rokok Benson & Hedges untuk
peserta rapat lainnya. Lech memang banyak mendapat suplai rokok
dari kawan-kawannya. Beberapa bahkan sengaja secara rutin
memberinya cerutu.
Awal 1980 keadaan Polandia semakin parah. Voume pangan
berkurang, akibat panen buruk berturut-turut selama lima tahun.
Ini dipertegang oleh adanya rasionalisasi tenaga listrik,
transportasi publik yang berantakan dan perumahan penduduk yang
awutawutan. Dalam Kongres VIII Partai Komunis Polandia (PUWP),
Sekjen Edward Gierek pun mulai memperingatkan bahwa negerinya
menghadapi melonjaknya harga energi, bahan baku dan kian
sulitnya perdagangan internasional.
Para peserta kongres membentuk komite sentral yang baru--yang
memilih 14 orang anggota politbiro. Perdana Menteri Piotr
Jaroszewicz dikeluarkan dari politbiro tersebut, dan sebagai
gantinya, pada 18 Februari, Sejumlah (Parlemen) menunjuk Edward
Babiuch.
Para buruh mulai bergerak tatkala Babiuch menaikkan harga daging
di bulan Juli. Sebenarnya ia juga sudah bersiap menghancurkan
unsur-unsur "antisosialis" waktu itu. Tetapi ditentang oleh para
politbiro yang lain, di antaranya Kania dan Jablonski, Ketua
Dewan Negara. Untuk mencari jalan keluar Gierek pergi ke Moskow,
menemui Brezhnev, 31 Juli. Gierek dinasihati agar bisa mencapai
kompromi dengan para pemogok. Tapi pada 14 Agustus berikutnya,
17.000 buruh di galangan kapal Lenin berhenti bekerja.
Dan peristiwa ini ternyata sangat menentukan karir Lech yang
mengaku sudah pernah ditahan barang 100 kali itu--masing-masing
paling lama 48 jam. Peristiwa yang sangat dramatis pun terjadi.
Lech menempeleng seorang manager galang di kapal yang hampir
berhasil membujuk para buruh supaya lekas bubar. Mendadak sontak
semangat mereka tumbuh kembali, dan ia menjadi pemimpin para
buruh itu. Dalam sekejap pemogokan berkobar di sepanjang pantai
Laut Baltik dan melibatkan 300.000 pekerja. Komite pemogok
antarpabrik pun didirikan .
Tanggal 18 Agustus Gierek mengumumkan kesediaannya berunding
dengan para pemogok yang "tulus ikhlas". Tigabelas hari
berikutnya, tampillah Lech Walesa dalam penandatanganan
persetujuan dengan pemerintah. Jangan main-main, pemerintah
diwakili Mieczyslaw Jagielski, Deputi Perdana Menteri.
Dalam "Persetujuan Gdansk" ini diakui hak-hak buruh untuk
membentuk persatuan dan mogok. Sungguh merupakan kejutan bagi
Moskow. Keesokan harinya Prauda menyerang langsung. "Kompromi
macam begini bisa merontokkan sistem komunis," tulisnya.
Sementara itu Komite Pemogokan Antarpabrik menamakan dirinya:
Solidarnosc, Solidaritas! Dalam pertemuan Komite Sentral, 5
September berikutnya, Kania mengumumkan: Gierek terserang
penyakit jantung.
Tak sampai dua bulan sesudah itu, Solidaritas diakui sebagai
partai resmi di distrik Warsawa. Meski begitu, Walesa protes
ketika dalam perjanjian disebutkan bahwa Solidaritas mengakui
Partai Komunis Polandia (PUWP) sebagai pimpinan tertinggi. Kalau
hal itu tidak dicabut, katanya, ia akan memerintahkan pemogokan.
Tak heran: anak tukang kayu dari Popow itu sudah jadi orang
terkuat ke-tiga.10 juta dari 17.300.000 buruh berdiri di
belakangnya.
Lech banyak belajar dari peristiwa pemogokan di tahun 1970 yang
penuh darah itu. Pada tanggal 16 Desember yang lalu, ia pun
mendirikan monumen peringatan buat para buruh yang jadi korban.
Di hadapan 200.000 massa di Gdansk, disulutnya api monumen. Ia
pun bersumpah: "Tidak seorang pun berhak menakut-nakuti
kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Polandia".
BEGITU gagah. Namun dalam kehidupannya sehari-hari, Lech dikenal
sebagai orang berpikiran sederhana yang taat beragama. Ia
menghadiri misa setiap pagi. Di kerah kiri jaketnya selalu ia
pasang gambar Santa Maria, kecil berwarna hitam. "Perawan Maria
Hitam selalu merupakan berkat bagi kami orang Polandia,"
katanya.
Dan ada kearifannya. Pemimpin lergaji Rp 200.000 per bulan itu
(sama dengan bayaran buruh galangan kapal yang sudah bisa
dinaikkannya sejak Desember tahun lalu) itu menyadari bahwa
dirinya adalah figur sementara. "Terus terang saja, mulai
sekarang saya hanya bisa turun," katanya. "Baik dengan cara
bertahap, atau pun terjungkal." Mengapa? "Saya hanya cocok untuk
keadaan yang tidak normal." Antara lain karena ia sebenarnya
"tidak bisa tunduk pada peraturan-peraturan."
Seperti pelangi di Laut Baltik, pada akhirnya ia akan pupus.
Pudar sendiri, atau dihajar matahari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini