TEMBAKAN itu dilepaskan lima kali berturut-turut. Memecah kan
suasana tenang dan anggun kafe di lantai dua Victoria
Inter-Continental Hotel di Warsawa, Polandia, bulan kemarin.
Seorang lelaki tegap tampan rubuh ke lantai, bermandi darah. Ia
terdaftar di hotel tersebut sebagai Mohammed Daoud Mohammed
Auda. Tetapi di rumah sakit Warsawa, lelaki itu kemudian dikenal
sebagai Abu Daoud --nama yang bukan sembarang nama.
Memegang peranan menentukan dalam peristiwa 'September
Hitam'--penyanderaan dan pembantaian sejumlah olahragawan Israel
yang mengikuti Olympiade Muenchen 1972 --Abu Daoud sejak lama
dilacak jejaknya oleh dinas rahasia pemerintah Israel.
Sembilan tahun dendam itu dicarikan saluran pelampiasan,
Melibatkan jaringan intel dan spionase berbagai negeri. Dan,
meski tidak semua bisa diungkap, baru-baru ini majalah The
Middle Est (TME) menurunkan laporan investigasi Roger
Faligot--mengenai hubungan yang aneh antara badan intel Israel
dengan badan intel Jerman Barat. Aneh, karena usaha itu justru
disponsori para bekas Nazi yang pernah memburu dan membunuhi
kaum Yahudi.
Faligot mengawali tulisannya dengan kejadian 22 Januari 1979 --
ketika Ali Hassan Salameh, alias Abu Hassan, terbunuh di Beirut.
Ali adalah kepala dinas rahasia gerilyawan Palestina El-Fatah.
Tokoh inilah yang didakwa mendalangi peristiwa 'September
Hitam'. Karena itu El-Fatah langsung mengutuk "dinas rahasia
Israel dan sekutu-sekutunya" atas pembunuhan Ali.
Tak jelas siapa "sekutu-sekutu" itu. Tapi Roger Faligot mencatat
kejadian kecil. "Pada 22 Januari itu," tulisnya, "John Michael
Moore tampak bersenang hati dan mengirimkan beritatelekske
Century House, markas besar intelijen Kerajaan Inggris di
London." John adalah 'kepala stasiun' MI-6, dinas rahasia
Inggris, di Beirut.
Kecurigaan pertama atas pembunuhan Ali memang jatuh kepada Peter
Scriver, seorang warganegara Inggris. "Tapi ia kemudian
digantikan oleh Erika Maria Chambers, pelukis berusia 40-an
tahun," tulis Faligot.
Dan memang, serangkaian penyelidikan yang segera dilakukan
orang Palestina memastikan: Chambers berada di pusat operasi
dinas intel Israel-Jerman Barat untuk membunuh Ali. Wanita itu
tiba di Lebanon 1978 dengan paspor Jerman Barat, negeri tempat
ia terakhir bermukim. "Dia dipinjamkan oleh badan intelijen
Jerman Barat Bundesnach richtendienst (BND) kepada Mossad, dinas
rahasia Israel," sambung Faligot.
Bersama Peter Scriver dan seorang pemegang paspor Kanada bernama
Roland Colberg, Chambers mengendarai mobil Volkswagen Golf yang
dimuati bahan peledak dengan sistem kontrol jarak jauh. Bahan
peledak inilah yang menghajar Ali Hassan Salameh, ketika
kendaraannya melintas di Jalan Verdun, Beirut. Setelah itu
Chambers menghilang. Dinas rahasia Palestina memperkirakan
perempuan itu pulang ke Cologne, kota pemukimannya.
Belakangan ia terlihat di Paris. Muncul bersama James McCann,
orang Irlandia yang peranannya serba tak jelas. Sekitar
pertengahan 1970-an, McCann terlibat operasi penyelundupan obat
bius yang diorganisasikan MI-6 di negeri Belanda, untuk
memotong jalur suplai senjata IRA.
Kepala dinas rahasia PLO di Beirut segera meminta bantuan Jerman
untuk memeriksa Chambers. Dan kepolisian federal negeri itu,
Bundeskriminalamt (BKA), berjanji akan mengulurkan tangan.
Tetapi ada syarat yang diajukan. Palestina harus berhenti
menyokong para teroris Jerman Barat. "Hal ini tentu tidak bisa
dilepaskan dari persekutuan BND (Jerman) dengan Mossad (Israel),
yang sudah dua kali mencoba membunuh Ali," kata Roger Faligot.
Dan dalam kaitan ini, BKA hampir tidak punya gigi.
HANYA beberapa bulan setelah pembunuhan Ali, 1 April 1979
Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt memimpin sebuah upacara
terselubung di Keilmannstrasse Pullach, di selatan Muenchen.
Upacara itu diselenggarakan di salah satu jaringan benteng di
bawah tanah, yang dibangun 1942 sebagai markas besar intelijen
Waffen SS.
Kehadiran Schmidt disambut hangat oleh Klaus Kinkel, kepala BND
sejak 1979. Upacara itu sendiri memang dihubungkan dengan
peringatan ulang tahun ke-25 berdirinya Dinas Intelijen
Pemerintah Federal Jerman Barat tersebut.
Sebagian besar dari tujuh ribu agen tetap BND masih bersangkut
paut dengan operasi yang dilancarkan terhadap negeri-negeri blok
Soviet, terutama Jerman Timur. Mereka umumnya telah mendapat
nama baik--oleh pelbagai informasi yang mendahului pembangunan
Tembok Berlin, invasi pasukan Soviet ke Cekoslowakia (1968) dan
Perang Timur Tengah (Juni 1967).
"Tapi asal-muasal BND bermula dari dukungan CIA, yang pada akhr
1950-an merekrut sejumlah bekas intelijen Nazi," tulis
Faligot. Salah satu tokoh paling menentukan di antara kelompok
itu ialah Reinhard Gehlen, otak pendiri BND yang meninggal 1979.
Ia juga dijuluki "jenderaltanpa wajah".
Ketika Perang Dunia II usai, 1945, Jenderal Gehlen menjabat
Kepala Oberkommando des Heeres, seksi intelijen Angkatan Darat
yang bertanggung lawab atas operasi di Eropa Timur, terutama Uni
Soviet. Ia memiliki unit-unit komando khusus Ukrainia yang
bekerja memerangi kaum komunis.
Ia didukung oleh jaringan yang luas - terdiri dari agen, kawan
dan relasi. Di dalam lemarinya tersimpan berkasberkas paling
rahasia, termasuk data pribadi sejumlah tokoh partai komunis,
angkatan bersenjata, dan cendekiawan Soviet.
"Jadi tidaklah mengherankan, bila ia segera diincar dinas
rahasia Amerika Serikat," tulis Faligot. Gehlen memang mencari
perlindungan ke AS, sementara negeri itu sendiri menerimanya
sebagai "hadiah dari surga".
Pemimpin OSS (kemudian CIA), Allen Dulles, sedikit pun tak ragu
mempekerjakan Gehlen. Bertahun-tahun ia ditempatkan di
Oberursal, dekat Frankfurt.
Di situ Gehlen mengepalai sebuah departemen intelijen Amerika
yang cukup dikenal dengan nama 'Serikat Gehlen'. Kemudian,
10tahun setelah kejatuhan Hitler, ia menjabat kepala dinas
intelijen Jerman Barat yang baru: BND.
Pengaruhnya yang menentukan terasa di seantero masyarakat intel.
Apalagi setelah ia turut merencanakan pemecatan Otto John,
kepala Bundesamt fur Verfassungschutz (BfV) yang disponsori MI-6
Inggris.
BfV adalah sebuah jaringan kontraspionase. Dan Otto John--oposan
Nazi sejak lama--berkampanye melawan penempatan Gehlen sebagai
gerakan neo-Nazi.
Sebuah survei yang dilancarkan pada 1963--tatkala BND memiliki
lima ribu pembantu tetap dan 12 ribu agen --sungguh mengesankan.
Tidak kurang dari 57% tenaga itu bekas anggota Abwehr, dinas
intel AD Jerman. Malah 25% di antaranya 'alumnus' SD, atau
bahkan Gestapo.
Tahun 1968 Gehlen digantikan deputinya, bekas anggota Nazi
Gerhard Wessel. Sebagai wakilnya diangkat Dieter Blotz. "Tapi
meskipun makin banyak perwira Nazi kawakan yang pensiun," tulis
Faligot, "BND tetap memiliki 'stempel,' Gehlen."
Sejak semula BND melapor langsung kepada kanselir. Dan struktur
itu tidak berubah sampai sekarang, ketika badan tersebut telah
memiliki empat divisi utama.
BND ditaksir memimpin tidak kurang dari 10 ribu informan dan
'penghubung', di dalam dan di luar Jerman Barat. Di setiap kota
di Jerman mereka beroperasi di bawah selimut bisnis. Tetapi di
luar negeri, tokoh-tokoh BND dapat saja memegang posisi diplo
matik, meski tidak sehebat agen-agen MI-6 Inggris atau KGB
Soviet.
Misalnya Peter Schoenwaldt, perwira BND yang bertugas di
Inggris. Sejak awal tahun ini ia tampil di kalangan diplomatik
di London sebagai salah seorang konsul Kedubes Jerman Barat.
"Tetapi lebih sering mereka bergerak di belakang perusahaan
dagang dan industri," tulis Faligot.
Adapun keterlibatan politik Jerman di negeri-negeri Arab, sampai
akhir 1950-an, dipengaruhi oleh dua hal. Pertama kegiatan
intelijen Nazi sebelum Perang Dunia II. Kedua, perang dingin
yang dilancarkan Mossad (Israel) pada dekade pertama setelah PD
II, melawan para bekas Nazi.
Pada pertengahan 1930-an, Abwehr dan SD-Ausland (dinas intel
luar negeri) dua-duanya Jerman, dikepalai Walter Schellenberg.
Kedua badan itu sudah melancarkan kegiatannya di negeri-negeri
Arab, seperti juga di Irlandia dan Inggris, mengipas
gerakan-gerakan nasionalis dengan maksud melumpuhkan Prancis dan
Inggris Raya.
JERMAN berhasil menjalin kontak yang luas. Termasuk dengan
pemimpin nasionalis Palestina, Mufti Besar Yerusalem Hajj Amin
Hussaini. Begitu pula dengan pemimpin-pemimpin terkemuka
Aljazair dan Mesir.
Setelah perang, agen-agen Abwehr dan SD membangun kembali
jaringan itu di dalam 'Serikat Gehlen'. Dan pada pertengahan
1950-an ia dikaitkan dengan BND yang baru muncul.
Tapi 'Serikat Gehlen' tidak memperlihatkan pendekatan yang padu
menghadapi Timur Tengah. Ketika perang Prancis-Aljazair
berkobar, misalnya, Gehlen membantu SDECE, dinas intel Prancis.
Mereka mendirikan unit kontrateroris 'Tangan Merah', yang
berhasil membunuh beberapa politisi pro-Al jazair.
Belakangan 'Tangan Merah' memihak Organisasi Tentara Rahasia
(OAS), kelompok ekstrim kanan yang berusaha menghalangi Aljazair
memenangkan kemerdekaan dari Prancis. Tak dapat disangsikan,
kata Faligot, "Gehlen mengikuti petunjuk CIA, yang sejak mula
tidak bersetuju dengan sikap Presiden Kennedy yang mendukung
kemerdekaan Aljazair."
Tapi pada waktu yang bersamaan pula, BND berusaha 'memotong'
aktivitas dinas rahasia Jerman Timur, Mfs, dengan cara menjual
sen jata murah kepada Front Pembebasan Nasional Aljazair (FLN).
Keramahan Jerman Barat terhadap gerakan nasionalis Arab tampak
agak 'alamiah', tatkala Gamal Abdel Nasser naik tahta di Mesir,
1952. Menurut Faligot, Nasser "pada mulanya didukung CIA."
Adalah Kermit Roosevelt--tenaga ahli CIA yang bersama wakil
kepala MI-6 George Young merancang penggulingan PM Iran
Mossadeq--kemudian bersahabat dengan Nasser. Bahkan ia
menyarankan bantuan CIA mengorganisasikan dinas rahasia Mesir.
MENERIMA usul ini, Allen Dulles meminta bantuan Gehlen dan
agen-agennya. Sebuah perutusan yang dipimpin bekas jenderal
Waffen SS Farnbacher dikirim ke Kairo. "Organisasi spionase ini
dirancang melawan Ikhwanul Muslimin, dan membentuk tim sabotase
menghadapi Israel," tulis Faligot. Ikhwanul Muslimin,
"Kawan-Kawan Muslim', adalah organisasi "fundamentalis" yang
para tokohnya (Hasan Al-Banna, Abdul Kadir Audah) dulu dihukum
gantung oleh Nasser, kemudian menjadi gerakan bawah tanah dan
sekarang sedang diperangi oleh Sadat (lihat Agama).
BND sendiri mengutus Kolonel Otto Skorzeny, perwira komando SS
kawakan yang telah membentuk kembali jaringan Nazi di seluruh
dunia. Dalam memoarnya Skorzeny mencatat, "Nasser adalah seorang
pro-Barat." Hanya ia kemudian terjerembab ke dalam pelukan
Soviet "akibat politik bermusuhan yang dilancarkan Barat
sendiri,"kata perwira tersebut.
Setahun penuh Skorzeny bekerja keras. Ia berhasil membangun
jaringan BND yang ampuh, beranggotakan bekas-bekas Nazi.
Dinas rahasia pemerintah Mesir Mukhabarat, memang tidak
beroperasi secara luas seperti Israel. Badan ini terutama
mengkonsentrasikan diri menghadapi beberapa negeri Arab
tertentu.
Tahun 1956 pecahlah peristiwa Suez. Pasukan-pasukan Prancis,
Inggris dan Israel melancarkan ofensif terhadap Mesir, yang
sesungguhnya tidak direstui CIA. Maka apa yang dikhawatirkan
Skorzeny terjadi. Nasser berpaling ke Moskow.
CIA kemudian mencabut bantuannya--tapi BND tidak terburu-buru.
Mereka mulai mengorganisasikan dinas rahasia Arab yang memusuhi
Nasser-termasuk untuk Raja Ibnu Saud, pendahulu Faisal dari Arab
Saudi.
Di bawah pimpinan Gehlen, BND mendirikan 'stasiun' di seluruh
Timur Tengah. Sementara tetap membina agen-agen di negeri Arab,
badan ini juga bergerak semakin mendekati Israel. Tapi akibatnya
menimbulkan pelbagai komplikasi.
Contohnya yang khas adalah Alois Brunner, alias George Fischer.
Dia ini bekas opsir SS di kamp konsentrasi Drancy, dan pernah
bekerja sama dengan gembong Nazi Adolf Eichmann.
Fischer direkrut Gehlen, kemudian ditugasi di Mesir dan Suriah,
di bawah selimut Orient Trade Company (OTRACO). Ia
mengorganisasikan penyelundupan sen jata di seantero Timur
Tengah. Pada suatu hari di tahun 1964, Mossad (Israel) mengirimi
Fischer sebuah bingkisan maut. Bingkisan itu langsung meledak
dan mengirim Fischer ke neraka.
Gehlen juga merekrut Richard Christmann, seorang bekas agen
Abwehr. Ia bergerak sebagai orang BND yang sangat terselubung di
Tunisia, resminya sebagai karyawan perusahaan Zeiss.
Kepada The Middle Last Christmann mengaku khusus mengamati
gerakan nasionalis Arab--untuk kepentingan Front Pembebasan
Nasional Aljazair. Ia bersahabat dengan para pemuka Aljazair,
"termasuk Ahmad Ben Bella."
Pada masa itu kepala departemen Afrika markas besar BND adalah
Franz Wimmer-Lacquet, lagi-lagi bekas tokoh SS. Orang ini
merupakan penghubung antara Schellenberg dan Gehlen.
"Sungguh merupakan pukulan yang mengejutkan, ketika kami
menyadari munculnya persekutuan baru melawan dunia Arab,
digalang oleh BND dan dinas rahasia Israel," tutur Christmann.
"Disusul pertemuan 1958 antara Eisenhower dan Ben-Gurion
(Presiden Israel), yang menetapkan langkah-langkah kerjasama
CIA-Mossad," sambungnya.
Sejak itu hingga tahun 1974, semua operasi yang berhubungan
dengan Israel ditangani James Angleton, kepala dinas
kontraintelijen AS. Gehlen sendiri dihubungi dinas
kontraspionase Israel, Shin Beth, dan kerjasama pun mulai
terjalin. Hal ini diperlancar oleh kebencian Gehlen memikirkan
Nasser yang mulai bersekutu dengan "musuh yang leblh busuk
daripada Yahudi"-yaitu Rusia. Maka semuanya pun melawan Arab.
Sekitar 1960, kerjasama BND dengan Mossad Israel sudah hampir
menyeluruh. Sasaran utama, setelah kemerdekaan Aljazair, adalah
Mesir.
Israel memang berkepentingan mendekati BND. Soalnya, masih
banyak bekas perwira Nazi yang pernah membantu tentara dan dinas
rahasia Nasser, berada di Mesir. Lagipula mereka mengetahui
banyak agen BN D yang menyusup ke dalam dinas rahasia Jerman
Timur, dikepalai Marcus Wolf. Sedangkan bantuan Israel kepada
Gehlen kerap kali hanya bersifat dukungan logistik.
PADA 1961, agen Mossad Major Zeev (alias Wolfgang Lotz),
masuk ke Kairo melalui Jerman Barat. Ia bertugas mengepalai
jaringan Israel. Tapi tahun 1965 topeng Zeev diblejeti oleh
Mukhabarat.
Tahun itu memang ditandai serangkaian peristiwa naas bagi
operasi-operasi Jerman-Israel. Pada bulan Mei, spion utama
Israel di Suriah, Eli Cohen, ditangkap dan digantung. Ia telah
memperoleh surat-surat palsu dari agen Mossad yang lain, Israel
Salinger. Tokoh ini tinggal di Muenchen menjadi penghubung
dengan BND.
Dalam bulan Agustus dua orang warganegara Jerman diciduk di
Kairo. Mereka adalah Frans Kiesow, yang bekerja pada perusahaan
Mannesmann dan Gerhard Bauch, dari kelompok dagang Quandt.
Mereka kemudian diadili bersama Wolf gang Lotz dan beberapa
perwira Mesir, dengan tuduhan melakukan kegiatan mata-mata untuk
Israel. Lotz divonis 25 tahun. Beberapa orang Mesir itu
dihadapkan ke depan regu tembak. Kiesow dibebaskan dari tuduhan,
tapi dihalau dari Mesir.
Adapun Gerhard Bauch, berkat tekanan-tekanan diplomatik,
dipulangkan ke Jerman tanpa diadili. Tapi Suddeutsche Zeitung
menulis: betapapun "Bauch adalah salah seorang agen Gehlen." Ia
bahkan disebut sebagai kepala rumah tangga BND di Kairo. Di
samping itu Bauch adalah menantu Mayor Jenderal Worfitzky,
deputi Gehlen di BND.
Contoh lain yang melukiskan mesranya hubungan Mossad dengan BND
adalah peristiwa pembajakan pesawat Starfighter Irak, yang
dirancang dari Frankfurt pada 1966. BND juga berjasa dalam
mengetahui terlebih dulu ofensif Mesir selama perang Juni 1967.
Dan sekitar penghujung 1960-an, Divisi II BND menyampaikan
sejumlah rencana dan perlengkapan perang modern ke Tel Aviv.
Tapi perang itu sendiri kemudian melahirkan sesuatu yang
sebelumnya tak terpikirkan: gerakan perlawanan Palestina.
Sementara itu, kerjasama CIA-Mossad berjalan rukun. Terdapat
sebuah kesepakatan, bahwa CIA tidak akan memata-matai Israel.
Sedangkan Mossad hanya bekerja di Amerika sebagai bagian dari
'keagenan Amerika' sendiri.
Angleton, "godfather" persekutuan itu, bertemu dengan pemimpin
Mossad Meir Amit, dan pemimpin (badan intel tentara Israel)
Modiin, Brigadir Jenderal Yariv. Merekalah yang merancang
persengkongkolan memata-matai gerakan Palestina. Dan Jerman
Barat berdiri di belakangnya.
Gehlen pensiun, dan digantikan oleh deputinya Letnan Jenderal
Gerhard Wessel. Juga bekas opsir Nazi. Berangsur-angsur para
jago tua digantikan oleh generasi yang sedang bangkit,
orang-orang muda yang tidak terlibat langsung dengan kekejaman
Nazi. Hubungan dengan Zionisme semakin lancar, dan semakin jauh
dari bayangan masa lampau yang penuh permusuhan.
AWAL 1970-an, ditandai oleh meluasnya kegiatan gerakan
pembebasan Palestina. Pada saat yang sama, Jerman Barat
direpotkan oleh Tentara Merah, gerilya kota yang dipimpin
Andreas Baader dan Ulrike Meinhoff. Aksi kekerasan mereka
disasarkan kepada Jerman dan Amerika Serikat.
Laporan intel menyebutkan, kelompok ini sudah membuka kontak
dengan fedayeen Palestina. Khususnya Front Rakyat pimpinan Dr.
George Habbash. Sebagai jawabannya, Israel dan Jerman Barat
bersendel bahu melancarkan jurus 'antiteroris'. Apalagi setelah
peristiwa September Hitam.
Kepolisian ikut-ikutan meningkatkan aksi. Kepala
Bundeskriminalmt (BKA), Horst Wessel, membuka seksi khusus
antiteroris pula. Penduduk Arab di Jerman Barat diselidiki.
Wakil El-Fatah di sana, Abdallah Frangi, diusir bersama sejumlah
anggota organisasi buruh dan mahasiswa Palestina.
Polisi perbatasan tak mau ketinggalan. Mereka juga membentuk
unit antiteroris di bawah pimpinan Kolonel Ulrich Wegener.
Kolonel ini pernh mencicipi latihan dalam pasukan SAS Inggris
dan unit-unit penyergap milik Israel.
"Selama dekade terakhir ini, hubungan BND-Mossad bertambah
kukuh," tulis Roger Faligot. Sebuah skandal di Jerman Barat
menyingkapkan sedikit kongkalikong itu.
Pada bulan Oktober 1979, mingguan Der Spiegel memberitakan
agen-agen Israel diizinkan masuk ke dalam penjara Jerman di
Muenchen. Di situ mereka menginterogasi seorang tahanan
Palestina.
Itu didasarkan pada keterangan Presiden Bavaria Franz Josef
Strauss dalam sebuah konperensi pers. Dia bahkan menambahkan,
BND telah menangkap empat orang Palestina April tahun itu.
Belakangan muncul lagi cerita baru. Perwira-perwira BND, dengan
bantuan dua orang agen Israel sebagai penerjemah, berusaha
memeras salah seorang Palestina itu, Muhammad Yusuf.
Yusuf diperintahkan mudik ke Lebanon untuk membunuh Salah Khalaf
(alias Abu Iyad), salah seorang pemuka El-Fatah. Tapi sampai di
Beirut, Yusuf membuka rencana itu. Ia mengaku diperas, dengan
ancaman pembunuhan atas keluarganya yang bermukim di Tepi Barat
Yordan. Tak lama kemudian Yusuf ditemukan mati di flatnya di
Beirut. Mungkin membunuh diri, demi menyelamatkan
segala-galanya. Mungkin juga bukan.
"Perundingah di Camp David kian memperkukuh hubungan
BND-Mossad," tulis Faligot. Apalagi pemimpin Mossad Jenderal
Hofti beritikad melancarkan "perang dingin tertutup" terhadap
CIA.
BND dan badan-badan intel Israel (Mossad, Moddin, Shin Beth)
segera menepiskan pengaruh CIA. Mereka memang sudah agak lama
menertawai kelambanan badan intel Amerika ini. Apalagi setelah
revolusi Iran--yang jauh sebelumnya sudah diramalkan Mossad,
tapi tidak digubris oleh CIA dan Savak.
Hubungan BND-Mossad lawan CIA bahkan terus diperburuk oleh
kejadian-kejadian kecil. Misalnya pertemuan Dubes AS di PBB
Andrew Young dengan utusan PLO (1979), dan siaran pers AS
tentang beberapa kegiatan Mossad di Amerika. CIA membocorkan
pula keterangan mengenai persenjataan nuklir Israel, dan
mengenai badan kontraspionase Israel Shin Beth.
Hubungan BND-Mossad dengan demikian berakar pada dua sumber.
Kerjasama melawan Palestina, dan surutnya pamor CIA di
pertengahan 1970-an. "Dengan terpilihnya Presiden Ronald Reagan,
dan reorganisasi CIA di bawah Bill Casey, masih tetap dibutuhkan
waktu panjang untuk rukunnya kembali CIA-Mossad," tulis Faliot.
Tapi akhir-akhir ini Jerman Barat memperluas persetujuan
perdagangan dengan negeri-negeri Arab. Sedang Masyarakat Ekonomi
Eropa sendiri tampak agak lunak menghadapi PLO. Mungkin itu
sebabnya Perdana Menteri Menachem Begin sering menyindir Helmut
Schmidt. Sebaliknya, Schmidt sendiri mengisyaratkan berakhirnya
'bulan madu' BND-Mossad.
Dalam pada itu ada pembenahan dinas rahasia Prancis, di bawah
pemerintahan sosialis yang baru. Sedang sikap MI-6 Inggris
terhitung relatif proArab. Jika demikian halnya, "persekutuan
yang dirintis bekas-bekas Nazi untuk memperkukuh Israel mungkin
saja berkepanjangan," tulis Faligot.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini