Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Timur Tengah: Permainan Di Balik Panggung

Hubungan/kerjasama antara badan intel Israel (Mossad) dengan badan intel Jerman Barat (BND) diungkapkan oleh majalah Middle East berdasarkan laporan investigasi Roger Faligot.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMBAKAN itu dilepaskan lima kali berturut-turut. Memecah kan suasana tenang dan anggun kafe di lantai dua Victoria Inter-Continental Hotel di Warsawa, Polandia, bulan kemarin. Seorang lelaki tegap tampan rubuh ke lantai, bermandi darah. Ia terdaftar di hotel tersebut sebagai Mohammed Daoud Mohammed Auda. Tetapi di rumah sakit Warsawa, lelaki itu kemudian dikenal sebagai Abu Daoud --nama yang bukan sembarang nama. Memegang peranan menentukan dalam peristiwa 'September Hitam'--penyanderaan dan pembantaian sejumlah olahragawan Israel yang mengikuti Olympiade Muenchen 1972 --Abu Daoud sejak lama dilacak jejaknya oleh dinas rahasia pemerintah Israel. Sembilan tahun dendam itu dicarikan saluran pelampiasan, Melibatkan jaringan intel dan spionase berbagai negeri. Dan, meski tidak semua bisa diungkap, baru-baru ini majalah The Middle Est (TME) menurunkan laporan investigasi Roger Faligot--mengenai hubungan yang aneh antara badan intel Israel dengan badan intel Jerman Barat. Aneh, karena usaha itu justru disponsori para bekas Nazi yang pernah memburu dan membunuhi kaum Yahudi. Faligot mengawali tulisannya dengan kejadian 22 Januari 1979 -- ketika Ali Hassan Salameh, alias Abu Hassan, terbunuh di Beirut. Ali adalah kepala dinas rahasia gerilyawan Palestina El-Fatah. Tokoh inilah yang didakwa mendalangi peristiwa 'September Hitam'. Karena itu El-Fatah langsung mengutuk "dinas rahasia Israel dan sekutu-sekutunya" atas pembunuhan Ali. Tak jelas siapa "sekutu-sekutu" itu. Tapi Roger Faligot mencatat kejadian kecil. "Pada 22 Januari itu," tulisnya, "John Michael Moore tampak bersenang hati dan mengirimkan beritatelekske Century House, markas besar intelijen Kerajaan Inggris di London." John adalah 'kepala stasiun' MI-6, dinas rahasia Inggris, di Beirut. Kecurigaan pertama atas pembunuhan Ali memang jatuh kepada Peter Scriver, seorang warganegara Inggris. "Tapi ia kemudian digantikan oleh Erika Maria Chambers, pelukis berusia 40-an tahun," tulis Faligot. Dan memang, serangkaian penyelidikan yang segera dilakukan orang Palestina memastikan: Chambers berada di pusat operasi dinas intel Israel-Jerman Barat untuk membunuh Ali. Wanita itu tiba di Lebanon 1978 dengan paspor Jerman Barat, negeri tempat ia terakhir bermukim. "Dia dipinjamkan oleh badan intelijen Jerman Barat Bundesnach richtendienst (BND) kepada Mossad, dinas rahasia Israel," sambung Faligot. Bersama Peter Scriver dan seorang pemegang paspor Kanada bernama Roland Colberg, Chambers mengendarai mobil Volkswagen Golf yang dimuati bahan peledak dengan sistem kontrol jarak jauh. Bahan peledak inilah yang menghajar Ali Hassan Salameh, ketika kendaraannya melintas di Jalan Verdun, Beirut. Setelah itu Chambers menghilang. Dinas rahasia Palestina memperkirakan perempuan itu pulang ke Cologne, kota pemukimannya. Belakangan ia terlihat di Paris. Muncul bersama James McCann, orang Irlandia yang peranannya serba tak jelas. Sekitar pertengahan 1970-an, McCann terlibat operasi penyelundupan obat bius yang diorganisasikan MI-6 di negeri Belanda, untuk memotong jalur suplai senjata IRA. Kepala dinas rahasia PLO di Beirut segera meminta bantuan Jerman untuk memeriksa Chambers. Dan kepolisian federal negeri itu, Bundeskriminalamt (BKA), berjanji akan mengulurkan tangan. Tetapi ada syarat yang diajukan. Palestina harus berhenti menyokong para teroris Jerman Barat. "Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari persekutuan BND (Jerman) dengan Mossad (Israel), yang sudah dua kali mencoba membunuh Ali," kata Roger Faligot. Dan dalam kaitan ini, BKA hampir tidak punya gigi. HANYA beberapa bulan setelah pembunuhan Ali, 1 April 1979 Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt memimpin sebuah upacara terselubung di Keilmannstrasse Pullach, di selatan Muenchen. Upacara itu diselenggarakan di salah satu jaringan benteng di bawah tanah, yang dibangun 1942 sebagai markas besar intelijen Waffen SS. Kehadiran Schmidt disambut hangat oleh Klaus Kinkel, kepala BND sejak 1979. Upacara itu sendiri memang dihubungkan dengan peringatan ulang tahun ke-25 berdirinya Dinas Intelijen Pemerintah Federal Jerman Barat tersebut. Sebagian besar dari tujuh ribu agen tetap BND masih bersangkut paut dengan operasi yang dilancarkan terhadap negeri-negeri blok Soviet, terutama Jerman Timur. Mereka umumnya telah mendapat nama baik--oleh pelbagai informasi yang mendahului pembangunan Tembok Berlin, invasi pasukan Soviet ke Cekoslowakia (1968) dan Perang Timur Tengah (Juni 1967). "Tapi asal-muasal BND bermula dari dukungan CIA, yang pada akhr 1950-an merekrut sejumlah bekas intelijen Nazi," tulis Faligot. Salah satu tokoh paling menentukan di antara kelompok itu ialah Reinhard Gehlen, otak pendiri BND yang meninggal 1979. Ia juga dijuluki "jenderaltanpa wajah". Ketika Perang Dunia II usai, 1945, Jenderal Gehlen menjabat Kepala Oberkommando des Heeres, seksi intelijen Angkatan Darat yang bertanggung lawab atas operasi di Eropa Timur, terutama Uni Soviet. Ia memiliki unit-unit komando khusus Ukrainia yang bekerja memerangi kaum komunis. Ia didukung oleh jaringan yang luas - terdiri dari agen, kawan dan relasi. Di dalam lemarinya tersimpan berkasberkas paling rahasia, termasuk data pribadi sejumlah tokoh partai komunis, angkatan bersenjata, dan cendekiawan Soviet. "Jadi tidaklah mengherankan, bila ia segera diincar dinas rahasia Amerika Serikat," tulis Faligot. Gehlen memang mencari perlindungan ke AS, sementara negeri itu sendiri menerimanya sebagai "hadiah dari surga". Pemimpin OSS (kemudian CIA), Allen Dulles, sedikit pun tak ragu mempekerjakan Gehlen. Bertahun-tahun ia ditempatkan di Oberursal, dekat Frankfurt. Di situ Gehlen mengepalai sebuah departemen intelijen Amerika yang cukup dikenal dengan nama 'Serikat Gehlen'. Kemudian, 10tahun setelah kejatuhan Hitler, ia menjabat kepala dinas intelijen Jerman Barat yang baru: BND. Pengaruhnya yang menentukan terasa di seantero masyarakat intel. Apalagi setelah ia turut merencanakan pemecatan Otto John, kepala Bundesamt fur Verfassungschutz (BfV) yang disponsori MI-6 Inggris. BfV adalah sebuah jaringan kontraspionase. Dan Otto John--oposan Nazi sejak lama--berkampanye melawan penempatan Gehlen sebagai gerakan neo-Nazi. Sebuah survei yang dilancarkan pada 1963--tatkala BND memiliki lima ribu pembantu tetap dan 12 ribu agen --sungguh mengesankan. Tidak kurang dari 57% tenaga itu bekas anggota Abwehr, dinas intel AD Jerman. Malah 25% di antaranya 'alumnus' SD, atau bahkan Gestapo. Tahun 1968 Gehlen digantikan deputinya, bekas anggota Nazi Gerhard Wessel. Sebagai wakilnya diangkat Dieter Blotz. "Tapi meskipun makin banyak perwira Nazi kawakan yang pensiun," tulis Faligot, "BND tetap memiliki 'stempel,' Gehlen." Sejak semula BND melapor langsung kepada kanselir. Dan struktur itu tidak berubah sampai sekarang, ketika badan tersebut telah memiliki empat divisi utama. BND ditaksir memimpin tidak kurang dari 10 ribu informan dan 'penghubung', di dalam dan di luar Jerman Barat. Di setiap kota di Jerman mereka beroperasi di bawah selimut bisnis. Tetapi di luar negeri, tokoh-tokoh BND dapat saja memegang posisi diplo matik, meski tidak sehebat agen-agen MI-6 Inggris atau KGB Soviet. Misalnya Peter Schoenwaldt, perwira BND yang bertugas di Inggris. Sejak awal tahun ini ia tampil di kalangan diplomatik di London sebagai salah seorang konsul Kedubes Jerman Barat. "Tetapi lebih sering mereka bergerak di belakang perusahaan dagang dan industri," tulis Faligot. Adapun keterlibatan politik Jerman di negeri-negeri Arab, sampai akhir 1950-an, dipengaruhi oleh dua hal. Pertama kegiatan intelijen Nazi sebelum Perang Dunia II. Kedua, perang dingin yang dilancarkan Mossad (Israel) pada dekade pertama setelah PD II, melawan para bekas Nazi. Pada pertengahan 1930-an, Abwehr dan SD-Ausland (dinas intel luar negeri) dua-duanya Jerman, dikepalai Walter Schellenberg. Kedua badan itu sudah melancarkan kegiatannya di negeri-negeri Arab, seperti juga di Irlandia dan Inggris, mengipas gerakan-gerakan nasionalis dengan maksud melumpuhkan Prancis dan Inggris Raya. JERMAN berhasil menjalin kontak yang luas. Termasuk dengan pemimpin nasionalis Palestina, Mufti Besar Yerusalem Hajj Amin Hussaini. Begitu pula dengan pemimpin-pemimpin terkemuka Aljazair dan Mesir. Setelah perang, agen-agen Abwehr dan SD membangun kembali jaringan itu di dalam 'Serikat Gehlen'. Dan pada pertengahan 1950-an ia dikaitkan dengan BND yang baru muncul. Tapi 'Serikat Gehlen' tidak memperlihatkan pendekatan yang padu menghadapi Timur Tengah. Ketika perang Prancis-Aljazair berkobar, misalnya, Gehlen membantu SDECE, dinas intel Prancis. Mereka mendirikan unit kontrateroris 'Tangan Merah', yang berhasil membunuh beberapa politisi pro-Al jazair. Belakangan 'Tangan Merah' memihak Organisasi Tentara Rahasia (OAS), kelompok ekstrim kanan yang berusaha menghalangi Aljazair memenangkan kemerdekaan dari Prancis. Tak dapat disangsikan, kata Faligot, "Gehlen mengikuti petunjuk CIA, yang sejak mula tidak bersetuju dengan sikap Presiden Kennedy yang mendukung kemerdekaan Aljazair." Tapi pada waktu yang bersamaan pula, BND berusaha 'memotong' aktivitas dinas rahasia Jerman Timur, Mfs, dengan cara menjual sen jata murah kepada Front Pembebasan Nasional Aljazair (FLN). Keramahan Jerman Barat terhadap gerakan nasionalis Arab tampak agak 'alamiah', tatkala Gamal Abdel Nasser naik tahta di Mesir, 1952. Menurut Faligot, Nasser "pada mulanya didukung CIA." Adalah Kermit Roosevelt--tenaga ahli CIA yang bersama wakil kepala MI-6 George Young merancang penggulingan PM Iran Mossadeq--kemudian bersahabat dengan Nasser. Bahkan ia menyarankan bantuan CIA mengorganisasikan dinas rahasia Mesir. MENERIMA usul ini, Allen Dulles meminta bantuan Gehlen dan agen-agennya. Sebuah perutusan yang dipimpin bekas jenderal Waffen SS Farnbacher dikirim ke Kairo. "Organisasi spionase ini dirancang melawan Ikhwanul Muslimin, dan membentuk tim sabotase menghadapi Israel," tulis Faligot. Ikhwanul Muslimin, "Kawan-Kawan Muslim', adalah organisasi "fundamentalis" yang para tokohnya (Hasan Al-Banna, Abdul Kadir Audah) dulu dihukum gantung oleh Nasser, kemudian menjadi gerakan bawah tanah dan sekarang sedang diperangi oleh Sadat (lihat Agama). BND sendiri mengutus Kolonel Otto Skorzeny, perwira komando SS kawakan yang telah membentuk kembali jaringan Nazi di seluruh dunia. Dalam memoarnya Skorzeny mencatat, "Nasser adalah seorang pro-Barat." Hanya ia kemudian terjerembab ke dalam pelukan Soviet "akibat politik bermusuhan yang dilancarkan Barat sendiri,"kata perwira tersebut. Setahun penuh Skorzeny bekerja keras. Ia berhasil membangun jaringan BND yang ampuh, beranggotakan bekas-bekas Nazi. Dinas rahasia pemerintah Mesir Mukhabarat, memang tidak beroperasi secara luas seperti Israel. Badan ini terutama mengkonsentrasikan diri menghadapi beberapa negeri Arab tertentu. Tahun 1956 pecahlah peristiwa Suez. Pasukan-pasukan Prancis, Inggris dan Israel melancarkan ofensif terhadap Mesir, yang sesungguhnya tidak direstui CIA. Maka apa yang dikhawatirkan Skorzeny terjadi. Nasser berpaling ke Moskow. CIA kemudian mencabut bantuannya--tapi BND tidak terburu-buru. Mereka mulai mengorganisasikan dinas rahasia Arab yang memusuhi Nasser-termasuk untuk Raja Ibnu Saud, pendahulu Faisal dari Arab Saudi. Di bawah pimpinan Gehlen, BND mendirikan 'stasiun' di seluruh Timur Tengah. Sementara tetap membina agen-agen di negeri Arab, badan ini juga bergerak semakin mendekati Israel. Tapi akibatnya menimbulkan pelbagai komplikasi. Contohnya yang khas adalah Alois Brunner, alias George Fischer. Dia ini bekas opsir SS di kamp konsentrasi Drancy, dan pernah bekerja sama dengan gembong Nazi Adolf Eichmann. Fischer direkrut Gehlen, kemudian ditugasi di Mesir dan Suriah, di bawah selimut Orient Trade Company (OTRACO). Ia mengorganisasikan penyelundupan sen jata di seantero Timur Tengah. Pada suatu hari di tahun 1964, Mossad (Israel) mengirimi Fischer sebuah bingkisan maut. Bingkisan itu langsung meledak dan mengirim Fischer ke neraka. Gehlen juga merekrut Richard Christmann, seorang bekas agen Abwehr. Ia bergerak sebagai orang BND yang sangat terselubung di Tunisia, resminya sebagai karyawan perusahaan Zeiss. Kepada The Middle Last Christmann mengaku khusus mengamati gerakan nasionalis Arab--untuk kepentingan Front Pembebasan Nasional Aljazair. Ia bersahabat dengan para pemuka Aljazair, "termasuk Ahmad Ben Bella." Pada masa itu kepala departemen Afrika markas besar BND adalah Franz Wimmer-Lacquet, lagi-lagi bekas tokoh SS. Orang ini merupakan penghubung antara Schellenberg dan Gehlen. "Sungguh merupakan pukulan yang mengejutkan, ketika kami menyadari munculnya persekutuan baru melawan dunia Arab, digalang oleh BND dan dinas rahasia Israel," tutur Christmann. "Disusul pertemuan 1958 antara Eisenhower dan Ben-Gurion (Presiden Israel), yang menetapkan langkah-langkah kerjasama CIA-Mossad," sambungnya. Sejak itu hingga tahun 1974, semua operasi yang berhubungan dengan Israel ditangani James Angleton, kepala dinas kontraintelijen AS. Gehlen sendiri dihubungi dinas kontraspionase Israel, Shin Beth, dan kerjasama pun mulai terjalin. Hal ini diperlancar oleh kebencian Gehlen memikirkan Nasser yang mulai bersekutu dengan "musuh yang leblh busuk daripada Yahudi"-yaitu Rusia. Maka semuanya pun melawan Arab. Sekitar 1960, kerjasama BND dengan Mossad Israel sudah hampir menyeluruh. Sasaran utama, setelah kemerdekaan Aljazair, adalah Mesir. Israel memang berkepentingan mendekati BND. Soalnya, masih banyak bekas perwira Nazi yang pernah membantu tentara dan dinas rahasia Nasser, berada di Mesir. Lagipula mereka mengetahui banyak agen BN D yang menyusup ke dalam dinas rahasia Jerman Timur, dikepalai Marcus Wolf. Sedangkan bantuan Israel kepada Gehlen kerap kali hanya bersifat dukungan logistik. PADA 1961, agen Mossad Major Zeev (alias Wolfgang Lotz), masuk ke Kairo melalui Jerman Barat. Ia bertugas mengepalai jaringan Israel. Tapi tahun 1965 topeng Zeev diblejeti oleh Mukhabarat. Tahun itu memang ditandai serangkaian peristiwa naas bagi operasi-operasi Jerman-Israel. Pada bulan Mei, spion utama Israel di Suriah, Eli Cohen, ditangkap dan digantung. Ia telah memperoleh surat-surat palsu dari agen Mossad yang lain, Israel Salinger. Tokoh ini tinggal di Muenchen menjadi penghubung dengan BND. Dalam bulan Agustus dua orang warganegara Jerman diciduk di Kairo. Mereka adalah Frans Kiesow, yang bekerja pada perusahaan Mannesmann dan Gerhard Bauch, dari kelompok dagang Quandt. Mereka kemudian diadili bersama Wolf gang Lotz dan beberapa perwira Mesir, dengan tuduhan melakukan kegiatan mata-mata untuk Israel. Lotz divonis 25 tahun. Beberapa orang Mesir itu dihadapkan ke depan regu tembak. Kiesow dibebaskan dari tuduhan, tapi dihalau dari Mesir. Adapun Gerhard Bauch, berkat tekanan-tekanan diplomatik, dipulangkan ke Jerman tanpa diadili. Tapi Suddeutsche Zeitung menulis: betapapun "Bauch adalah salah seorang agen Gehlen." Ia bahkan disebut sebagai kepala rumah tangga BND di Kairo. Di samping itu Bauch adalah menantu Mayor Jenderal Worfitzky, deputi Gehlen di BND. Contoh lain yang melukiskan mesranya hubungan Mossad dengan BND adalah peristiwa pembajakan pesawat Starfighter Irak, yang dirancang dari Frankfurt pada 1966. BND juga berjasa dalam mengetahui terlebih dulu ofensif Mesir selama perang Juni 1967. Dan sekitar penghujung 1960-an, Divisi II BND menyampaikan sejumlah rencana dan perlengkapan perang modern ke Tel Aviv. Tapi perang itu sendiri kemudian melahirkan sesuatu yang sebelumnya tak terpikirkan: gerakan perlawanan Palestina. Sementara itu, kerjasama CIA-Mossad berjalan rukun. Terdapat sebuah kesepakatan, bahwa CIA tidak akan memata-matai Israel. Sedangkan Mossad hanya bekerja di Amerika sebagai bagian dari 'keagenan Amerika' sendiri. Angleton, "godfather" persekutuan itu, bertemu dengan pemimpin Mossad Meir Amit, dan pemimpin (badan intel tentara Israel) Modiin, Brigadir Jenderal Yariv. Merekalah yang merancang persengkongkolan memata-matai gerakan Palestina. Dan Jerman Barat berdiri di belakangnya. Gehlen pensiun, dan digantikan oleh deputinya Letnan Jenderal Gerhard Wessel. Juga bekas opsir Nazi. Berangsur-angsur para jago tua digantikan oleh generasi yang sedang bangkit, orang-orang muda yang tidak terlibat langsung dengan kekejaman Nazi. Hubungan dengan Zionisme semakin lancar, dan semakin jauh dari bayangan masa lampau yang penuh permusuhan. AWAL 1970-an, ditandai oleh meluasnya kegiatan gerakan pembebasan Palestina. Pada saat yang sama, Jerman Barat direpotkan oleh Tentara Merah, gerilya kota yang dipimpin Andreas Baader dan Ulrike Meinhoff. Aksi kekerasan mereka disasarkan kepada Jerman dan Amerika Serikat. Laporan intel menyebutkan, kelompok ini sudah membuka kontak dengan fedayeen Palestina. Khususnya Front Rakyat pimpinan Dr. George Habbash. Sebagai jawabannya, Israel dan Jerman Barat bersendel bahu melancarkan jurus 'antiteroris'. Apalagi setelah peristiwa September Hitam. Kepolisian ikut-ikutan meningkatkan aksi. Kepala Bundeskriminalmt (BKA), Horst Wessel, membuka seksi khusus antiteroris pula. Penduduk Arab di Jerman Barat diselidiki. Wakil El-Fatah di sana, Abdallah Frangi, diusir bersama sejumlah anggota organisasi buruh dan mahasiswa Palestina. Polisi perbatasan tak mau ketinggalan. Mereka juga membentuk unit antiteroris di bawah pimpinan Kolonel Ulrich Wegener. Kolonel ini pernh mencicipi latihan dalam pasukan SAS Inggris dan unit-unit penyergap milik Israel. "Selama dekade terakhir ini, hubungan BND-Mossad bertambah kukuh," tulis Roger Faligot. Sebuah skandal di Jerman Barat menyingkapkan sedikit kongkalikong itu. Pada bulan Oktober 1979, mingguan Der Spiegel memberitakan agen-agen Israel diizinkan masuk ke dalam penjara Jerman di Muenchen. Di situ mereka menginterogasi seorang tahanan Palestina. Itu didasarkan pada keterangan Presiden Bavaria Franz Josef Strauss dalam sebuah konperensi pers. Dia bahkan menambahkan, BND telah menangkap empat orang Palestina April tahun itu. Belakangan muncul lagi cerita baru. Perwira-perwira BND, dengan bantuan dua orang agen Israel sebagai penerjemah, berusaha memeras salah seorang Palestina itu, Muhammad Yusuf. Yusuf diperintahkan mudik ke Lebanon untuk membunuh Salah Khalaf (alias Abu Iyad), salah seorang pemuka El-Fatah. Tapi sampai di Beirut, Yusuf membuka rencana itu. Ia mengaku diperas, dengan ancaman pembunuhan atas keluarganya yang bermukim di Tepi Barat Yordan. Tak lama kemudian Yusuf ditemukan mati di flatnya di Beirut. Mungkin membunuh diri, demi menyelamatkan segala-galanya. Mungkin juga bukan. "Perundingah di Camp David kian memperkukuh hubungan BND-Mossad," tulis Faligot. Apalagi pemimpin Mossad Jenderal Hofti beritikad melancarkan "perang dingin tertutup" terhadap CIA. BND dan badan-badan intel Israel (Mossad, Moddin, Shin Beth) segera menepiskan pengaruh CIA. Mereka memang sudah agak lama menertawai kelambanan badan intel Amerika ini. Apalagi setelah revolusi Iran--yang jauh sebelumnya sudah diramalkan Mossad, tapi tidak digubris oleh CIA dan Savak. Hubungan BND-Mossad lawan CIA bahkan terus diperburuk oleh kejadian-kejadian kecil. Misalnya pertemuan Dubes AS di PBB Andrew Young dengan utusan PLO (1979), dan siaran pers AS tentang beberapa kegiatan Mossad di Amerika. CIA membocorkan pula keterangan mengenai persenjataan nuklir Israel, dan mengenai badan kontraspionase Israel Shin Beth. Hubungan BND-Mossad dengan demikian berakar pada dua sumber. Kerjasama melawan Palestina, dan surutnya pamor CIA di pertengahan 1970-an. "Dengan terpilihnya Presiden Ronald Reagan, dan reorganisasi CIA di bawah Bill Casey, masih tetap dibutuhkan waktu panjang untuk rukunnya kembali CIA-Mossad," tulis Faliot. Tapi akhir-akhir ini Jerman Barat memperluas persetujuan perdagangan dengan negeri-negeri Arab. Sedang Masyarakat Ekonomi Eropa sendiri tampak agak lunak menghadapi PLO. Mungkin itu sebabnya Perdana Menteri Menachem Begin sering menyindir Helmut Schmidt. Sebaliknya, Schmidt sendiri mengisyaratkan berakhirnya 'bulan madu' BND-Mossad. Dalam pada itu ada pembenahan dinas rahasia Prancis, di bawah pemerintahan sosialis yang baru. Sedang sikap MI-6 Inggris terhitung relatif proArab. Jika demikian halnya, "persekutuan yang dirintis bekas-bekas Nazi untuk memperkukuh Israel mungkin saja berkepanjangan," tulis Faligot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus