Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Serba Tunggal

Gagasan untuk menciptakan partai tunggal mulai diributkan pers. Tidak ada partai tunggal yang ada mayoritas tunggal yaitu Golkar, di DPR, MPR dan DPRD. Partai tunggal, sistem untuk mempertahankan kekuasaan.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG Indonesia berkunjung ke Tunisia sekitar dua tahun yang lalu. Di kota kecil Sidi Youssef ia berbincang dengan tuan rumahnya. Si orang Tunis bertanya: 'Apakah beda demokrasi negeri anda dan demokrasi di sini? Jawabnya: di Tunis yang memerintah adalah hanya sebuah partai, tetapi dengan tiga buah harian yang saling berlawanan. Sedang di Indonesia, ada tiga organisasi politik, tetapi hanya suara koran satu. Komentar si orang Tunis: 'Wah, sama-sama tidak benar, sama-sama seperti yang berkaki empat. Cuma yang satu kakinya ke atas yang satu lagi berkaki ke bawah!' Anekdot tersebut kembali terbetik di benak penulis, ketika pers kita mulai meributkan sebuah gagasan untuk menciptakan partai tunggal di Indonesia. Padahal gagasan itu sendiri belum tentu dilemparkan secara serius--mungkin hanya sebagai sindiran, untuk menunjuk kepada kenyataan yang berbeda dari apa yang terlihat di luar. Ironinya ia ditanggapi secara serius! Yang jelas, orang salah menembaknya: seolah-lah itulah gagasan PNI dulu. Padahal dahulu ia berasal dari orang-orang Murba, yang memelopori Barisan Pendukung Soekarno-isme. Sedangkan PNI waktu itu menolaknya keras-keras. Sebagai hasil ramai-ramai pendapat orang tentang gagasan tersebut, ada yang mengatakan tak ada partai tunggal. Yang ada hanyalah mayoritas tunggal: yakni mayoritas Golkar di DPR, MPR dan DPRD-PRD. Apa artinya? Bisakah jika demikian PDI dan PPP menjadi mayoritas dalam kehidupan bernegara kita? Jika tidak, bukankah sama peranan sang pemegang 'mayoritas tunggal dengan peranan sebuah partai tunggal? Kalau memang demikian pengertiannya bukankah lalu sama 'sistem tiga orpol' kita dengan sistem partai tunggal Neo-Dustur-nya Habib Bourquiba di Tunis? Bukankah inti dari sebuah sistem partai tunggal adalah pencegahan kekuasaan berpindah kepada pihak lain, dengan cara apa pun, pantas atau tidak dan konstitutional atau tidak? Oleh Siapa? Baru-baru ini Menteri Ali Murtopo mengatakan bahwa semua pihak memiliki koran masing-masing. PPP punya harian Pelita, Golkar juga punya medianya sendiri. PDI juga akan. Diizinkan terbit begitu sajakah koran baru itu? Diaturkah ia agar berada di tangan PDI? Kalau benar demikian lalu oleh siapa? Mungkinkah PDI mengembangkan 'kultur politik'nya sendiri dengan koran baru itu, ataukah ia hanya akan menambah saja deretan koran dengan suara dan seringkali pemberitaan) berwajah tunggal yang menjadi inti dari sistem kepartaian tunggal? Dan pemilu pun jadi sebuah 'pesta demokrasi tunggal'?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus