Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pelemahan dari Meja Pimpinan

14 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPAK terjang Taufiequrachman Ruki sebagai pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dituding melemahkan KPK: menempatkan polisi di sejumlah posisi strategis, membatasi komunikasi surat elektronik antarpegawai, dan menjatuhkan sanksi berat terhadap pegawai yang menyampaikan kritik. Selama dia memimpin KPK, janji dan tindakannya jauh panggang dari api.

Kasus Budi Gunawan
"Kasus-kasus yang menggantung akan kami selesaikan. Itu (kasus Budi Gunawan) akan kami tangani juga." (Setelah dilantik menjadi pelaksana tugas Ketua KPK, 20 Februari 2015)

1 Maret 2015
Ruki melimpahkan kasus itu ke Kejaksaan Agung. Belakangan, kasus ini dilimpahkan kejaksaan ke kepolisian dan akhirnya dihentikan.

Kriminalisasi Novel Baswedan

27 Februari 2015
Ruki berjanji pasang badan untuk Novel jika polisi kembali mengungkit kasus tuduhan penganiayaan saat Novel bertugas di Bengkulu pada 2004. "Novel Baswedan itu anak buah saya di KPK. Saya harus melindunginya," kata Ruki.

3 Desember 2015
Ruki meminta Novel menjalani kasusnya saat kepolisian melakukan penyerahan tahap kedua kasus itu ke kejaksaan. "Prosedur hukum harus diikuti," ujarnya.

Revisi Undang-Undang KPK

9 Oktober 2015
Di kantornya, Ruki menyuarakan perlawanan terhadap revisi Undang-Undang KPK. "Apa pun isinya, kalau melemahkan KPK, akan terus kami serukan perlawanan," katanya.

19 November 2015
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Ruki meminta DPR merevisi Undang-Undang KPK. Dia mengusulkan KPK bisa menghentikan perkara.

Sanksi untuk Pegawai KPK

11 Mei 2015
Ruki menjamin tidak akan memberikan sanksi kepada para pegawai yang berunjuk rasa dan mengirim karangan bunga atas keputusan pimpinan KPK melimpahkan kasus Budi Gunawan. "Tidak ada sanksi. Komunikasi pimpinan dengan para pegawai terjalin baik," ujarnya.

23 September 2015
Tanpa sidang Dewan Pertimbangan Pegawai, Ruki memberikan sanksi surat peringatan ketiga, yang keras, kepada pegawai yang memprotes pelimpahan kasus Budi.

Spesial Sejak Awal

Taufiequrachman Ruki, saat itu 68 tahun, bisa kembali ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Istana sampai menghapus batas usia pemimpin KPK maksimal 65 tahun melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK.

2015

18 Februari
Presiden juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK tentang Pelaksana Tugas Pemimpin KPK.

20 Februari

Siang
Presiden Jokowi melantik Ruki, Johan Budi S.P., dan Indriyanto Seno Adji sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK.

Sore
Ruki bersama Adnan Pandu Praja dan Indriyanto mendatangi Markas Besar Kepolisian RI untuk membicarakan pelimpahan kasus Budi Gunawan.

25 Februari
Ruki bertemu secara diam-diam dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Budi Waseso.

1 Maret
Lima pemimpin KPK bertemu dengan Jaksa Agung untuk membahas pelimpahan kasus Budi Gunawan.

7 April
Kejaksaan menyerahkan kasus Budi Gunawan ke kepolisian.

4 Mei
Pegawai KPK mengirim karangan bunga dan memajangnya di depan kantor KPK sebagai bentuk protes atas pelimpahan kasus Budi Gunawan.

19 Mei
Kepolisian mengumumkan penghentian kasus Budi Gunawan dengan dalih tak ada bukti.

18 Juni
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR, Ruki mengusulkan perlunya KPK bisa menghentikan perkara.

16 September
Ruki melantik Komisaris Besar Aris Budiman sebagai Direktur Penyidikan dan Ajun Komisaris Besar Setiadi sebagai Kepala Biro Hukum.

15 Oktober
Ruki melantik tiga deputi baru. Salah satunya Deputi Penindakan Inspektur Jenderal Heru Winarko, mantan Kepala Kepolisian Daerah Lampung yang juga bekas anggota staf Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

23 Oktober
Luhut kepergok wartawan naik ke lantai tiga menuju ruangan Ruki melalui pintu samping.

18 November
Saat rapat dengan Komisi Hukum DPR, Ruki mendukung perlunya revisi Undang-Undang KPK. Ia mengusulkan perlunya kontrol penyadapan, penghentian perkara, dan Dewan Pengawas KPK.

Koyak dari Dalam

Sepuluh bulan dipimpin pelaksana tugas, kondisi KPK telah berubah. Tatanan dan budaya yang menjadi simbol kekuatan lembaga itu telah terkikis.

1. Kewenangan penghentian perkara
Melalui usul revisi Undang-Undang KPK, Ruki mendorong perlunya KPK memiliki kewenangan penghentian perkara.

2. Demoralisasi
Ruki dituding memimpin KPK dengan gaya otoriter. Sanksi berat dijatuhkan pada 28 pegawai yang mengkritik pelimpahan kasus Budi Gunawan.

3. Hilangnya budaya egaliter
Tidak seperti sebelumnya, hubungan pegawai dan pimpinan KPK tidak cair. Hanya setingkat direktur dan deputi yang bisa bertemu dengan pimpinan.

4. Tidak ada solidaritas internal
Terjadi pembatasan komunikasi via surat elektronik antarpegawai dan pengekangan terhadap wadah pegawai.

5. Pembatasan penyidik independen
Tahun ini Ruki sama sekali tidak merekrut penyidik independen dan memilih minta tambahan penyidik ke polisi dan jaksa.

6. Hilangnya budaya kolektif kolegial pimpinan
Ruki dinilai terlalu mendominasi setiap kebijakan yang lahir dari pimpinan KPK.

7. Terkikisnya independensi
Penempatan perwira polisi di sejumlah posisi strategis di KPK dikhawatirkan menghilangkan independensi lembaga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus