Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEGALA upaya dikerahkan Setya Novanto menjelang diperiksa Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin pekan lalu. Pagi-pagi, dia mengirim surat agar pemeriksaannya ditunda empat jam. Setya berdalih sedang ada acara yang tak bisa ditinggalkan. Politikus Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan yang getol membela Setya, beralasan mantan Bendahara Umum Golkar itu kelelahan. Permintaan ini dituruti Mahkamah dengan mengirimkan pesan pendek ke semua anggota bahwa sidang ditunda hingga pukul satu siang.
Seorang politikus Golkar menuturkan penundaan waktu pemeriksaan merupakan taktik Setya menyiapkan siasat berikutnya. Pada jam ketika Setya seharusnya diperiksa, pimpinan Mahkamah menggelar rapat internal dengan agenda menentukan pemimpin sidang. Sufmi Dasco, yang seharusnya memimpin, tak bersedia karena beralasan tak enak badan. "Agar pemimpin sidang dipegang Kahar Muzakir," kata politikus itu.
Penyerahan ini diprotes Junimart Girsang karena Kahar dan Setya sama-sama berasal dari Golkar. Dia khawatir keduanya terlibat konflik kepentingan. Keberatan Junimart diabaikan pemimpin lain. Mereka tak mempermasalahkan keinginan Sufmi Dasco. Kalah suara, Junimart meminta keberatannya dicatat dalam berita acara rapat. "Kalau voting, toh, saya tetap kalah," ujar Junimart.
Siasat Setya hari itu bukan cuma menunda dan mengganti pemimpin sidang. Sejak pagi, bersama koleganya, dia menunggu di ruangannya di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan. Dia mengerahkan puluhan petugas untuk melapangkan jalannya menuju ruang pemeriksaan. Setya juga mengecoh wartawan yang sudah menunggunya sejak pagi di depan ruang Mahkamah Kehormatan Dewan.
Tidak seperti anggota DPR lain yang datang dari arah depan, Setya memilih jalan memutar. Bersama Roem Kono, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR, Setya menyusuri lantai parkir, kemudian naik melalui koridor penghubung Nusantara I dan II, sebelum dengan gesit masuk ke ruang pemeriksaan. Setelah itu, pintu Mahkamah Kehormatan tak terbuka lagi. Sidang yang semestinya terbuka sebelum dinyatakan tertutup itu benar-benar tertutup sejak awal.
Di dalam ruang sidang, perdebatan apakah sidang mesti terbuka atau tertutup terjadi. Sejumlah anggota, yakni Akbar Faisal dari Partai NasDem, Sarifuddin Sudding (Partai Hanura), Guntur Sasono dan Darizal Basir (Partai Demokrat), Junimart Girsang (PDI Perjuangan), serta Sukiman dari Partai Amanat Nasional, berkeras sidang dilangsungkan terbuka. Sisanya memilih menuruti keinginan Setya agar sidang dilangsungkan tertutup. Seorang politikus menuturkan sejumlah anggota berebut berbicara tentang mekanisme sidang. Namun, belum juga perdebatan kelar, Kahar langsung mengetuk palu dan menyatakan sidang berlangsung tertutup. "Pimpinan langsung ketuk palu, tidak ada voting," kata Akbar Faisal kesal. Kahar tak bersedia dimintai konfirmasi dengan alasan sidang dilaksanakan secara tertutup.
Seorang anggota Mahkamah menuturkan pendukung Setya juga bergerilya sejak awal. Setelah pemeriksaan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin, mereka meminta pemeriksaan dihentikan. Termasuk tak perlu memanggil Muhammad Riza Chalid. Mereka ingin menyatakan rekaman ilegal untuk membebaskan Setya. Namun gagasan ini ditolak anggota lain, seperti Junimart Girsang, Sarifuddin Sudding, dan Akbar Faisal. Pendukung Setya, kata politikus itu, tak patah semangat. Kalaupun pemeriksaan tetap dilanjutkan, mereka ingin keaslian suara diuji melalui audit forensik.
Junimart membenarkan adanya gagasan untuk menghentikan proses di Mahkamah. Namun dia tegas menolak karena sejumlah nama mesti dipanggil dulu sebelum keputusan diambil. Adapun salah satu pendukung Setya, Adies Kadir, menyebutkan audit forensik diperlukan untuk menguji keaslian rekaman. Setelah audit beres, kata Adies, barulah nama-nama yang disebut dalam rekaman diperiksa kembali. Adies mengakui adanya rencana menghentikan pemeriksaan. "Dinamika itu memang ada," kata politikus Golkar ini.
Sejak pergantian sejumlah anggota Mahkamah, Setya Novanto di atas angin. Meskipun menginginkan sidang tertutup karena ada rahasia negara, Setya hanya membacakan 12 lembar nota pembelaan. Setya mempermasalahkan kedudukan hukum Sudirman Said yang telah mengadukannya. Namun dia tak bersedia memberikan jawaban tentang pembicaraannya dengan Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Muhammad Riza Chalid. "Dia menolak pertanyaan yang terkait dengan rekaman," ujar Junimart.
Seusai pemeriksaan, Setya mengatakan telah diserang secara sistematis oleh berbagai pihak. Serangan itu, kata dia, merusak martabatnya sebagai pribadi dan anggota Dewan. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, dia telah disudutkan melalui pemberitaan di media cetak dan elektronik secara sepihak. "Seolah-olah saya telah menjadi penjahat, padahal faktanya tidak demikian," ujarnya.
Upaya Setya agar tak terjerat hukuman juga dilakukan dengan bantuan koleganya sesama pemimpin Dewan. Selasa pagi pekan lalu, mereka menunda sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU Pengampunan Pajak. Pada petang harinya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menggelar rapat Badan Musyawarah untuk menunda sidang paripurna menjadi Selasa pekan ini. Fahri mengkritik pemeriksaan Maroef dan Sudirman di Mahkamah Kehormatan yang berlangsung terbuka. "Kenapa ini dijadikan entertainment politik?" kata Fahri seperti ditirukan seorang peserta rapat.
Usul Fahri menunda rapat paripurna ditolak politikus Golkar, Misbakhun, karena rapat itu seharusnya tetap digelar sesuai dengan jadwal pada Selasa pekan lalu. Sejumlah politikus Senayan menuturkan pimpinan Dewan sengaja mengulur-ulur waktu pengesahan RUU Pengampunan Pajak. Menurut seorang politikus, siasat ini dijalankan karena Kejaksaan Agung memulai penyelidikan dugaan permufakatan jahat Setya Novanto dalam perpanjangan kontrak karya Freeport.
Seorang anggota Komisi Keuangan DPR menuturkan pimpinan Dewan ingin menukar RUU Pengampunan Pajak dengan penyelidikan kasus ini. Menurut politikus itu, aturan pengampunan pajak penting bagi pemerintah untuk menggenjot penerimaan tahun depan. Karena itulah, kata politikus ini, pimpinan DPR terus menunda sidang paripurna.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Daniel Johan, sudah mendengar bisik-bisik di antara sejumlah fraksi mengenai motif penundaan pengesahan dua rancangan undang-undang itu. "Yang kami rasakan ini, seakan-akan ada bargaining Pengampunan Pajak dengan pemerintah," ujar Daniel. Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menuding pimpinan Dewan menggunakan politik saling kunci yang tak terpuji.
Pembatalan rapat secara sepihak tidak cuma dilakukan pada Selasa pekan lalu oleh pimpinan Dewan. Pada 1 Desember lalu, pimpinan Dewan membatalkan rapat Badan Musyawarah. Padahal sejumlah pemimpin fraksi dan komisi telah hadir di ruang rapat. Dua hari kemudian, rapat itu kembali gagal lantaran dibatalkan sepihak oleh pimpinan DPR. Pada Selasa pekan lalu itu, rapat paripurna yang sedianya dijadwalkan pukul 10 pagi juga dibatalkan tanpa alasan jelas.
Rapat paripurna tetap digelar pada Selasa malam. Namun jumlah anggota Dewan yang hadir tak lebih dari 144—dari 557 anggota. Bahkan sebagian besar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra tak menampakkan batang hidungnya. Fahri Hamzah membantah anggapan bahwa penundaan rapat ini terkait dengan kasus yang membelit Setya Novanto. "Anda lihat sendiri, kan, soalnya pada kuorum (atau tidak)," kata Fahri.
Wayan Agus Purnomo, Mawardah Nur Hanifiyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo