Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAUFIEQURACHMAN Ruki kedatangan tamu istimewa. Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini menerima kunjungan paranormal Ki Gendeng Pamungkas, pertengahan Oktober lalu. Keduanya berbincang di ruang kerja Ruki di lantai tiga gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kehadiran Ki Gendeng membuat sejumlah pegawai komisi antikorupsi terperangah. Sebab, tak biasanya ada "orang pintar" bertandang ke ruang kerja pimpinan. "Banyak yang bertanya-tanya," kata seorang pegawai KPK. Ki Gendeng membenarkan pernah bertemu dengan Ruki sekitar dua bulan lalu. "Ngobrol-ngobrol seputar masalah politik, juga pertanian," ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Ruki sudah lama berteman dengan Ki Gendeng. Pria kelahiran Rangkasbitung, Lebak, Banten, 69 tahun lalu, itu mengenal Ki Gendeng pada 2004. Saat itu, Ruki menjabat Ketua KPK jilid pertama. Perkenalan keduanya terbilang unik. Bermula dari order yang diterima Ki Gendeng untuk menyantet beberapa petinggi KPK, termasuk Ruki. Perintah berasal dari seorang pejabat daerah yang beperkara di komisi antikorupsi ketika itu.
Delapan kali serangan teluh yang ditujukan ke Ruki tak berbuah hasil. "Selera humor membentenginya," ucap Ki Gendeng. Order pun dihentikan. Lantaran merasa bersalah, Ki Gendeng kemudian berinisiatif meminta maaf kepada Ruki. Permohonan ini diterima. Dari situ, kedekatan terbangun. Keduanya sering bertemu dan jalan bareng. "Kami seperti kakak dan adik."
Ruki membenarkan dekat dengan Ki Gendeng. Menurut dia, keakraban ini bisa terjalin lantaran mereka sama-sama menaruh minat pada hal-hal supernatural. Bahkan ia mengenal Ki Gendeng sejak 1990 ketika dipertemukan dalam beberapa seminar tentang santet dan keterkaitannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Selanjutnya kami terus berkomunikasi," ujar Ruki.
Keakraban dengan ahli spiritual barangkali tak pernah dialami Ruki saat menjalani profesi sebagai polisi. Sebelum menjadi pemimpin KPK, ia menghabiskan hampir 20 tahun usianya di Korps Bhayangkara. Ruki merintis karier berseragam cokelat ketika menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian—saat itu masih bernama Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri)—pada 1970.
Dari akademi, Ruki melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian serta Sekolah Staf dan Komando Kepolisian. Di dunia pendidikan militer itu, ia mengenal Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat ini. Luhut masuk Akabri pada 1967 dan lulus tiga tahun kemudian. Pertemanan yang dibangun puluhan tahun silam terjaga hingga sekarang. "Ruki itu teman se-lifting saya," kata Luhut.
Karier Ruki di kepolisian kurang mentereng. Dia tidak pernah memimpin kepolisian daerah bertipe A ataupun B. Ia hanya tercatat pernah menjadi Wakil Kepala Kepolisian Resor Lampung Selatan pada 1982-1984, Kepala Kepolisian Resor Cianjur pada 1989-1991, Kepala Kepolisian Resor Tasikmalaya pada 1991-1992, dan Sekretaris Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Barat pada 1992. Bapak dua anak ini mengakhiri kisahnya sebagai perwira setelah menjabat Kepala Kepolisian Wilayah Malang pada 1992-1997. Ruki pensiun dengan pangkat inspektur jenderal.
Sebelum merampungkan tugasnya di kepolisian, Ruki sudah mulai menjajal profesi baru. Saat masih menjabat Kepala Kepolisian Malang, ia merangkap menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi TNI-Polri. Ruki bertugas di Komisi Hukum. Label politikus melekat pada Ruki hingga 2001. Sejumlah peran pernah diemban, antara lain Ketua Komisi Kesejahteraan dan anggota panitia ad hoc Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Nama Ruki mulai dikenal publik saat ia menjabat Ketua KPK jilid pertama pada 2003-2007. Ia terpilih melalui pemungutan suara seusai uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada medio Desember 2003. Ruki mengalahkan pesaing-pesaingnya, yaitu Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Erry Riyana Hardjapamekas. Ketika itu, Ruki mengaku tak menyangka bisa terpilih sebagai Ketua KPK. Apalagi, menurut dia, semua kompetitornya lebih "punya nama". "Saya tidak pernah memimpikannya," ujar Ruki.
Babak baru kehidupan Ruki dimulai pada periode ini. Mantan Komisaris Utama PT Krakatau Steel itu mendadak tenar. Ia menjadi buruan pers yang haus kabar pengungkapan kasus korupsi. Keadaan menjadi tak nyaman ketika hampir semua pemberitaan menyangsikan keberanian dan kemampuannya memerangi korupsi. Akibatnya, sang istri, Atti Risaltri Suriagunawan, sempat tertekan dan masuk rumah sakit. "Sepertinya istri saya tidak tahan."
Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Ruki berjalan lurus membabat praktek korupsi. Bahkan, pada Februari 2007, tebasan Ruki hampir menyasar Menteri Sekretaris Negara saat itu, Yusril Ihza Mahendra. Kala itu Yusril diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan mesin sidik jari di Departemen Hukum dan Perundang-undangan—kini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yusril meneken kontrak proyek itu pada 2004. Akibat peristiwa ini, Ruki-Yusril gontok-gontokan karena sama-sama merasa paling benar. Episode ketegangan berakhir setelah keduanya dipertemukan Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.
Pensiun dari pimpinan KPK pada 2007, Ruki hanya sempat istirahat dua tahun. Sebab, pada 2009, dia diangkat menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Jabatan sebagai petinggi lembaga auditor negara diemban selama empat tahun hingga 2013. Nama Ruki kembali mencuat pada Februari lalu saat Presiden Joko Widodo memintanya kembali ke gedung KPK. Dia ditugasi menjadi pelaksana tugas Ketua KPK karena Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dinonaktifkan sebagai pemimpin.
Apalagi ketika itu hubungan KPK dan Polri sedang memanas akibat penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut. Kesibukan di Kuningan membuat Ruki tak sempat lagi menjalani hobinya bermain golf. "Boro-boro main golf, pinggang saja sakit," ucap mantan Komisaris Utama Bank Jabar-Banten ini.
Lantaran berasal dari Banten, Ruki disebut-sebut memiliki kedekatan dengan keluarga Atut Chosiyah, bekas Gubernur Banten yang kini menjadi terpidana kasus penyuapan Akil Mochtar—saat Akil menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi. Seorang penyidik KPK mengatakan, saat menjalani pemeriksaan awal tahun ini, Atut sempat meluapkan emosi dan menyebut soal Ruki. Dia mengeluh karena Ruki tak membantunya dalam menghadapi proses hukum. Padahal, saat masih menjabat gubernur, Atut sering dimintai tolong untuk berbagai urusan. "Salah satunya izin galian C," kata penyidik yang menyaksikan kejadian itu.
Pengacara keluarga Atut, Tubagus Sukatma, menyangkal kliennya pernah menyebut nama Ruki saat menjalani pemeriksaan di KPK. Menurut dia, tak ada hubungan spesial antara Ruki dan keluarga Atut meski mereka berasal dari daerah yang sama. "Kabar kedekatan itu hanya rumor," ujar Sukatma.
Adapun Ruki mengakui mengenal keluarga Atut. Namun ia membantah terlibat sejumlah urusan dengan keluarga Atut. "Tidak ada urusan secara dinas, bisnis, ataupun pribadi," katanya.
Prihandoko, Reza Aditya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo