Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Saya Keras Menegakkan Aturan dan Etika

14 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-hari terakhir menjelang merampungkan tugas sebagai pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki menuai banyak kritik tajam. Kalangan pegiat antikorupsi menilai kebijakan dia dan empat pemimpin lain bakal melemahkan KPK. Khususnya "lampu hijau" pimpinan KPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk melakukan revisi Undang-Undang KPK.

Namun Ruki menganggap biasa kritik itu. Dia menyebutkan tidak ada keinginan untuk melemahkan KPK. "Yang kami lakukan hanya menjawab permintaan pemerintah, terkait dengan kewenangan KPK (dalam rencana revisi Undang-Undang KPK)," katanya. Ditemui dalam tiga kesempatan, Ruki selalu menolak diwawancarai secara langsung. Dia memilih memberi jawaban tertulis, yang dikirimkan Jumat pekan lalu.

* * * *

Anda terkesan tidak membela penyidik Novel Baswedan.

Sampai saat ini, saya yang meminta Biro Hukum KPK mendampingi Novel, memberikan biaya perjalanan, dan menjadi penjamin agar Novel tidak ditahan. Semua approach kepada Jaksa Agung dan Kapolri, saya lakukan untuk Novel.

Tapi, saat penyerahan Novel ke Kejaksaan, Anda yang menjamin ke polisi akan menghadapkan Novel.

Apakah itu bukan sikap membela? Jika saya tidak menghadapkan Novel, polisi bisa melakukan upaya paksa. Saya tidak mau itu terjadi karena sudah pasti akan lebih ramai lagi reaksinya. Tidak menghadapkan Novel kepada penyidik itu pembangkangan terhadap hukum. Kami tidak mau hubungan kelembagaan menjadi terganggu.

Kalau kasus ini bergulir ke pengadilan, Novel akan diberhentikan dari KPK karena berstatus terdakwa?

Novel tidak akan diberhentikan sebagai pegawai KPK jika ada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan dia tidak bersalah. Kami akan membantu dengan menyiapkan pembelaan dan perlawanan secara hukum. Salah satu caranya dengan mengikuti jalannya persidangan sehingga hasil perjuangan kami memiliki kekuatan hukum yang bersifat pasti dan mengikat.

Mengapa tidak dicoba upaya lain, misalnya dengan meminta penghentian penyidikan karena kasus Novel sarat rekayasa?

Sebelumnya telah berusaha agar kasus ini tidak harus ke pengadilan, misalnya dengan cara mendapatkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) dari Kapolri. Tapi itu tidak bisa kami dapat. Kami juga minta SKP2 (surat keterangan penghentian penuntutan) dari Kejaksaan, juga tidak bisa. Tinggal deponering, yang juga tidak mungkin karena SKP2 saja tidak bisa, apalagi yang lain. Jadi, menurut kami, tidak ada jalan selain melawannya di pengadilan. Mudah-mudahan saja kami menang dan Novel dibebaskan dari dakwaannya.

Benarkah Anda sudah memanggil Novel serta meminta dia mengikuti persidangan dan KPK akan membayar segala biaya sidang?

Benar. Kepada Novel, saya sudah menyampaikan bahwa upaya yang dilakukan oleh pimpinan KPK kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk bisa menutup kasus ini tidak berhasil. Saya sampaikan terpaksa harus dihadapi di pengadilan dengan segala upaya dan risikonya. Saya katakan segala biaya bolak-balik ke pengadilan di Bengkulu kami tanggung. Demikian juga biaya perjalanan untuk pendampingan hukumnya. Pada saat itu, Novel bisa menerima penjelasan saya.

Anda juga membiarkan penyidik dan jaksa berprestasi meninggalkan KPK. Jaksa Yudi Kristiana, misalnya.

Jaksa Yudi mendapat promosi. Setiap pengembalian penyidik atau penuntut umum, KPK lebih dulu meminta pengganti.

Dalam kasus karangan bunga, kenapa Anda memberikan sanksi berat kepada pegawai KPK?

Tidak betul kalau sanksi itu adalah keinginan pimpinan, terutama saya. Karangan bunga yang dikirimkan oleh beberapa oknum pegawai KPK secara substansial termasuk kategori menyerang kehormatan orang lain, dalam hal ini pimpinan KPK. Melanggar Pasal 310 dan 316 KUHP.

Jadi betul Anda akan melaporkan mereka ke polisi?

Secara value, perbuatan itu melanggar etika dan berbahaya bagi soliditas organisasi, terutama dalam aspek ketaatan pada aturan dan penghormatan kepada pimpinan. Tapi kasusnya diperiksa oleh Dewan Pertimbangan Pegawai, yang memberikan rekomendasi atas hukuman disiplin apa yang dijatuhkan.

Anda dianggap otoriter dan kerap memaksakan kehendak.

Saya memang keras terhadap pelanggaran dan penegakan aturan. Saya keras dalam arti untuk tegaknya aturan dan etika. Tapi, dalam prinsip kepemimpinan, saya terapkan prinsip kolektif kolegial.

Sejumlah posisi strategis di KPK diisi perwira polisi. Itu keinginan Anda?

Tidak semua posisi strategis di KPK diisi oleh polisi. Saya rasa cukup berimbang untuk posisi struktural. Kalau jabatan deputi penindakan dan direktur penyidikan memang harus diisi polisi atau jaksa karena lebih menguasainya.

Kenapa anggota staf Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dipilih menjadi deputi penindakan?

Heru Winarko baru satu bulan menjadi anggota staf ahli Menkopolhukam. Sebelumnya, dia menjabat Kapolda Lampung, sebelumnya lagi direktur di Bareskrim Polri dan Kapolres Jakarta Pusat. Jadi dia bukan anak buah Luhut.

Apakah penunjukan itu karena kedekatan Anda dengan Luhut?

Saya kenal Luhut sejak sekolah di Akabri. Kami bareng mendaftar waktu itu. Luhut itu sahabat saya sejak dulu.

Dalam soal revisi Undang-Undang KPK, kenapa Anda satu suara dengan Luhut?

Pemerintah meminta KPK memberikan masukan melalui surat dari Sekretaris Kabinet. Kami membalasnya dan surat itu kami kirimkan dengan tanda tangan lima pemimpin KPK. Empat hal yang kami sampaikan adalah sebagai jawaban permintaan pemerintah, terkait dengan kewenangan KPK untuk penyadapan, mengangkat penyidik, SP3, dan pembentukan dewan pengawas.

Anda disebut-sebut ingin menyelaraskan KPK dengan penegak hukum lain.

Tanpa diminta oleh siapa pun, maksud saya oleh presiden, wakil presiden, atau siapa pun, dalam rapat pertama antara lima pemimpin KPK yang terdiri atas dua pemimpin tetap dan tiga pelaksana tugas, kami menyepakati bahwa konsolidasi ke dalam organisasi KPK dan koordinasi dengan sesama aparat penegak hukum harus menjadi prioritas kami. Karena saya yang paling tua dan kenal sebelumnya dengan Ketua Mahkamah Agung, dengan Kapolri, dengan Jaksa Agung, dan pimpinan Komisi III DPR, sayalah yang ditugasi menjadi leader untuk tugas ini. Tapi, pada dasarnya, sejak hari itu semua urusan menjadi tanggung jawab bersama.

Tapi persoalannya lembaga penegak hukum yang lain masih banyak masalah, sehingga KPK perlu tetap independen.

Saya sependapat KPK harus independen dari polisi dan jaksa, bahkan dari pemerintah sekalipun, kecuali tentang anggaran. Tidak mungkin kami didanai dari bukan APBN. Karena itu, independensi KPK adalah harus tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab, KPK itu adalah aparatur negara. KPK bahkan harus independen dari politik. Misalnya, dalam cara pemilihan dan penetapan pimpinan KPK, tidak harus diproses oleh DPR. Tapi, pada tahap awal, sangat sulit sekali kami independen 100 persen dari polisi dan jaksa. Sebab, siapa lagi yang punya kompetensi penyidikan dan penuntutan kalau bukan polisi dan jaksa? Nah, sesudah 12 tahun ini, sudah saatnya KPK harus diberi kewenangan secara tegas untuk mengangkat penyidik dan penuntut umum sendiri di luar polisi dan jaksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus