Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pemaksaan staycation (berlibur di hotel) karyawati oleh bos sebagai syarat perpanjang kontrak kerja di sebuah perusahaan di Kawasan Industri Jababeka, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ramai diperbincangkan. Saat pertama muncul di media sosial, ada yang percaya dan ada yang meragukan. Namun, belakangan kasus pelecehan seksual itu terbukti ada. Korbannya adalah AD, seorang perempuan yang bekerja sebagai operator di perusahaan bidang kecantikan. Korban lemahnya perlindungan pekerja perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum AD, Alin Kosasih, menceritakan kronologi kasus yang dialami kliennya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AD mulai bekerja menjadi karyawan kontrak pada Januari 2023. Kontrak pertama hanya tiga bulan saja. Menurut Alin, setelah tiga bulan kontrak habis, kliennya mulai mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan dari bos yang jabatannya berada di tingkat middle management itu.
“Karena habis kontrak oknum bos itu memanfaatkan kekuasaannya, untuk memperpanjang atau menghentikan,” ujar dia kepada Tempo pada Rabu, 10 Mei 2023.
Bos itu kerap mengirimkan pesan pendek kepada AD. Bahkan, kata Alin, pimpinan tersebut juga sering mendatangi ruangan kerja AD, tapi untuk kepentingan di luar pekerjaan.
“Lebih menjurus atau mengajak “jalan”. Itu yang membuat korban agak risih. Kurang patutlah,” tutur Alin.
Hingga puncaknya terjadi beberapa waktu lalu di mana bos mengirimi AD gambar sebuah kamar hotel dengan kalimat ajakan staycation: “Ini aku sudah sampai di hotel nih kamu di mana,” kata Alin mengucapkan isi pesan bos tersebut.
Lantas oleh AD, ajakan itu ditolak. Hingga akhirnya pemimpin perusahaan itu mengancam tidak akan memperpanjang kontrak kerja AD. Ancaman disampaikannya langsung kepada AD.
Alin menuturkan, AD bukan satu-satunya korban. Berdasarkan keterangan AD, ada sejumlah karyawan perempuan lain yang menjadi korban. Namun, para korban memilih diam karena takut.
Kasus AD sudah dilaporkan ke Polres Metro Bekasi pekan lalu dan direspons cukup baik oleh penegak hukum. Selain itu, Alin berujar, kasus ini juga mendapatkan atensi dari Pemerintah Kabupaten Bekasi, melalui Dinas Ketenagakerjaan serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Kementerian Ketenagakerjaan, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
“Saya sangat berterima kasih dengan adanya speak up dari korban ini, dan dukungan dari dinas terkait,” kata dia.
Selanjutnya: Bukan Kasus Baru ...
Bukan Kasus Baru
Pemaksaan staycation seperti yang dialami AD, bukan hal yang baru. Relasi kuasa yang sangat timpang antara buruh perempuan dan majikan salah satu pemicu utamanya. Apa lagi jika dalam perusahaan tidak ada mekanisme yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak buruh.
Ketua Komisi Nasional Perempuan Mardhika Mutiara Ika Pratiwi mengatakan bahwa dia menemukan banyak kasus pelecehan seksual terhadap pekerja perempuan saat dia melakukan penelitian pada 2017 silam. Penelitian itu bertajuk “Pelecehan Seksual dan Pengabaian Hak Maternitas pada Buruh Garmen Kajian Kekerasan Berbasis Gender di KBN Cakung”.
“Itu memang nyata dan sangat rentan pada buruh perempuan,” ujar dia di sela-sela aksi Hari Buruh Internasional dan 30 Tahun Kematian Aktivis Buruh Marsinah di Jakarta Pusat pada Ahad, 7 Mei 2023 lalu.
Mutiara menemukan berbagai jenis pelecehan seksual terhadap buruh perempuan. Salah satunya adalah ajakan berhubungan seksual seperti halnya ajakan staycation.
“Dalam penelitian itu 56,5 persen buruh perempuan mengalami pelecehan seksual,” tutur Mutiara.
Namun, biasanya buruh perempuan yang menjadi korban merasa takut untuk melaporkannya. Karena ada kekhawatiran dengan kontrak kerja. Padahal, menurut Mutiara, sudah ada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tapi sosialisasinya kurang masif dilakukan.
Adapun langkah yang dilakukan Mutiara setelah temuan dari penelitian itu, Perempuan Mahardhika kerap melakukan kampanye, memberikan informasi hukum, serta melakukan pendidikan paralegal supaya buruh perempuan bisa memiliki bekal soal pendidikan hukum.
“Untuk bisa mengadvokasi dirinya sendiri dan juga teman-temannya. Termasuk melawan pelecehan seksual di tempat kerja,” kata Mutiara.
Selanjutnya: Tidak Hanya di Bekasi ...
Tidak Hanya di Bekasi
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, kasus pemaksaan staycation maupun pelecehan seksual lain terhadap buruh perempuan tidak hanya terjadi di Kabupaten Bekasi. Hampir di seluruh kota industri ada laporan. Dia menyebutkan menyebutkan enam kota industri yakni Tangerang dan Serang, Banten; Purwakarta, Jawa Barat; Sidoarjo dan Mojokerto Jawa Timur; serta DKI Jakarta, yaitu Cilincing dan Pulogadung.
Selain itu, terjadi pula di luar Pulau Jawa, khususnya kota besar di Pulau Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan. Menurut Said, kekerasan seksual paling banyak menimpa pekerja perempuan.
“Terutama di industri tekstil, garmen, sepatu, makanan minuman, dan komponen elektronik. Juga di beberapa sektor industri jasa, seperti supermarket, penjaga tol, dan lainnya,” ujar Said Iqbal.
Adapun penyebab utama kekerasan seksual terjadi, kata dia, adalah karena persoalan upah yang rendah. Dengan upah rendah dan tekanan ekonomi yang tinggi di perkotaan, pekerja menjadi lemah dan tak berdaya ketika terjadi penindasan dan eksploitasi.
"Saya menjumpai kekerasan seksual ini dikarenakan kemiskinan. Selain ada kekerasan dan intimidasi, juga ada faktor kebutuhan ekonomi. Itu faktanya, itu temuan," tutur Said Iqbal.
Kondisi itu pula, menurut Said Iqbal, yang membuat para korban kesulitan untuk bersuara. Karena itu, ia berharap kasus paksaan staycation yang terjadi di Kabupaten Bekasi ini dapat menjadi momentum untuk mengecam kekerasan seksual, khususnya di lingkungan kerja.
"Serikat buruh mengecam dan seluruh organisasi buruh di dunia mengecam tentang pelecehan seksual, termasuk staycation ini. Partai Buruh dan serikat buruh di seluruh dunia akan mengambil langkah-langkah serius," kata dia.
Sementara, Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Rudi HB Daman menilai pemaksaan staycation sebagai syarat perpanjang kontrak kerja adalah tindakan biadab. “Melanggar aspek norma sosial, moral, serta hukum. Pelakunya harus dijerat dengan pasal pidana,” ucap Rudi.
Dia pun ikut memantau kasus tersebut. Menurut Rudi, kejadian itu bukanlah temuan baru dan sudah terjadi bertahun-tahun lalu di perusahaan, kawasan industri, dan wilayah lainnya.
"Hanya saja hal ini sulit untuk dibuktikan. Sama halnya dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual lainnya yang sering terjadi di pabrik dan tempat kerja," kata Rudi.
Rudi menjelaskan relasi kuasa menjadi jembatan terjadinya kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap pekerja perempuan di tempat kerja. Dengan ketimpangan posisi antara buruh kontrak dengan atasan, membuat buruh tidak memiliki banyak pilihan di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan.
GSBI memandang terungkapnya kasus ini semakin memperjelas bagaimana buruknya kinerja Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker, terutama dalam bidang pengawasan ketenagakerjaan. “Kemnaker seharusnya tidak hanya sekedar mengeluarkan pernyataan mengecam dan prihatin,” ucap dia.
Namun, harus melakukan tindakan nyata, seperti mencabut kebijakan sistem kerja kontrak dan outsourcing yang selama ini membuat posisi buruh lemah dan rawan dieksploitasi. Status buruh kontrak dan outsourcing selain menghilangkan hak reproduksi buruh perempuan dan buruh pada umumnya, juga membuat posisi buruh hanya dipandang sebagai benda mati. “Yang tidak memiliki kuasa atas dirinya.”
Selanjutnya: Usut Tuntas Pemaksaan Staycation ...
Usut Tuntas Pemaksaan Staycation
Kemenaker telah mengeluarkan pernyataan mengecam pemaksaan staycation terhadap AD. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memerintahkan Pengawas Ketenagakerjaan Kemenaker dan Provinsi Jawa Barat untuk mendalami kasus tersebut.
Ida mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan mengutuk keras dugaan kasus pelecehan seksual. Menurut dia, perbuatan pelecehan seksual di tempat kerja merupakan perbuatan yang tidak dapat ditoleransi. “Kemnaker pun memastikan akan mengusut tuntas kasus tersebut," kata Ida, kemarin.
Dia berjanji akan memberikan perlindungan bagi korban, serta mendorong korban untuk berani melaporkan kepada pihak berwajib termasuk kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kepolisian akan menangani aspek pidana, sedangkan Pengawas Ketenagakerjaan akan mendalami pada aspek ketenagakerjaan seperti syarat kerja, hubungan kerja, upah, dan sebagainya,” katanya.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor mengatakan pemaksaan staycation jelas merupakan bagian dari tindakan pelecehan seksual. Dia menegaskan bahwa tindakan hukum harus dilakukan. Selain itu, sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja perlu dimasifkan.
Dia pun menyampaikan sudah ada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menjadi dasar untuk mengambil tindakan. "Jika terbukti, kita akan ambil sanksi keras," tuturnya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher pun ikut mendesak Kemnaker untuk mengambil alih dan memberi perhatian khusus terhadap kasus tersebut. Kemnaker, kata dia, harus menerjunkan tim untuk menyelidiki dan memeriksaan dugaan kasus pelecehan seksual tersebut.
“Para korban membutuhkan pendampingan dan jaminan keamanan dari pemerintah untuk membuka kasus tersebut dan membawa ke jalur hukum," ujar dia.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | AMEL RAHIMA SARI | RIRI RAHAYU | RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.