Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pembangkangan di Cabang Beringin

Golkar terbelah. Daerah masih menginginkan partai itu mengajukan calon wakil presiden saja. Mungkinkah digelar musyawarah luar biasa?

4 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUHAMMAD Jusuf Kalla akhirnya menemukan jodohnya. Jumat malam lalu, sang Wakil Presiden mengumumkan akan berduet dengan Jenderal Purnawirawan Wiranto, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat. Keduanya akan menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden mendatang. Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Iskandar Mandji menegaskan bahwa penetapan ini tak bisa diubah. ”Kalau ada yang menentang, akan diberi sanksi menurut aturan,” ujarnya tegas.

Tapi sang Ketua Umum Partai Golkar ini masih belum mulus melenggang. Golkar, menurut hitung cepat masih runner-up, di belakang Partai Demokrat, baru meraup 14,6 persen suara dalam pemilihan umum legislatif. Sedangkan partai Wiranto, Hanura, cuma mengantongi 3,6 persen. Total keduanya baru mendapat 18,2 persen suara. Pasangan ini masih butuh sedikitnya 7 persen suara, yang bisa diperoleh dari partai kecil lainnya agar memenuhi syarat minimal pencalonan. ”Saya yakin akan mencukupi,” kata Agung Laksono, Wakil Ketua Umum Golkar.

Belum juga genap memenuhi syarat minimal, masih pula ada ganjalan dari dalam partai. Sejumlah pimpinan daerah partai itu di tingkat provinsi berkumpul pada Ahad petang pekan lalu di Ruang Bimasena, Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tempat mereka menginap selama di Ibu Kota. Mereka baru saja mengikuti rapat pimpinan di kantor pusat partai di Slipi, Jakarta Barat. Ada 15 kursi di ruangan itu dan sebuah meja besar berisi berbagai penganan dan masakan laut seperti cumi-cumi dan ikan bakar, serta nasi putih. Kopi dan teh juga tersedia.

Ini bukanlah sebuah rapat resmi. Para pengurus partai itu bergantian keluar-masuk ruangan itu dari pukul 10.00 hingga 17.00. Sambil makan dan minum mereka mengobrol ke sana-kemari. ”Suasananya santai, sambil ketawa-ketawa seperti biasa. Para kader Golkar kan sudah biasa bersilaturahmi,” kata Ketua Partai Golkar Kalimantan Timur Mahyudin, yang hadir dalam pertemuan itu.

Mereka resah ihwal keputusan rapat pimpinan nasional khusus pada 23 April lalu. Rapat menetapkan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla sebagai calon presiden. Kalla juga diberi mandat penuh untuk menjajaki kemungkinan koalisi dengan partai lain dan melaporkan hasilnya dalam rapat serupa sepekan kemudian. Namun sejumlah pengurus daerah menilai keputusan ini membuat langkah Kalla untuk berkoalisi menjadi sempit. ”Karena menutup peluang kader Golkar untuk berkoalisi dengan partai lain sebagai calon wakil presidennya,” kata seorang pengurus daerah.

Para pimpinan dari 24 provinsi itu kemudian sepakat menandatangani tiga lembar surat yang ditujukan kepada Ketua Umum Golkar dan ditembuskan ke Wakil Ketua dan Sekretaris Jenderal Golkar. Penanda tangannya, antara lain, pimpinan dari Nanggroe Aceh Darussalam, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat. Surat itu mengusulkan enam tokoh Golkar sebagai calon wakil presiden, yakni anggota dewan penasihat Aburizal Bakrie; Wakil Ketua Umum Agung Laksono; mantan ketua umum Akbar Tanjung; Ketua Golkar Gorontalo Fadel Muhammad; Sri Sultan Hamengku Buwono X; dan Ketua Dewan Penasihat Surya Paloh.

Kalla? Namanya sama sekali tak diusulkan. Mahyudin mengatakan, mereka tidak mencantumkan nama Kalla karena pimpinannya itu telah ditetapkan sebagai calon presiden dalam rapat pimpinan nasional khusus. Bekas Bupati Kutai Timur itu menegaskan bahwa mereka tetap menaati keputusan rapat itu dan hanya menginginkan kemenangan Golkar dalam pemilihan presiden mendatang. ”Terlalu mahal harganya, maka untuk calon wakil presiden cukup anak buahnya saja,” kata Mahyudin, yang mengirim surat itu lewat kurir ke kantor pusat partai di Slipi, Senin sore pekan lalu.

Ada tiga petinggi Golkar daerah yang diutus. Mereka adalah Rusli Zaenal dari Riau, Anshar Ahmad dari Kepulauan Riau, dan Anwar Adnan Saleh dari Sulawesi Barat. Ketiganya lalu menyampaikan usul tersebut kepada Jusuf Kalla pada Senin paginya. Namun usul mereka ini rupanya dianggap sebagai bentuk pembangkangan oleh sebagian fungsionaris partai di Slipi. Bahkan muncul tudingan bahwa mereka bersikap demikian karena mendapat suap Rp 500 juta dari seorang elite partai tersebut. ”Itu fitnah yang sangat luar biasa dan tidak mungkin itu terjadi,” kata Mahyudin kepada Tempo, Jumat malam lalu.

Suara sumbang terhadap pencalonan Kalla sebagai presiden juga keluar dari para pimpinan daerah kabupaten-kota dari berbagai provinsi yang berhimpun di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, sejak Senin pekan lalu. ”Sudah ada ratusan pengurus dari 250 kabupaten dan kota di sini,” kata Muntazir Hamid, Ketua Partai Golkar Kota Banda Aceh. Muntazir mengklaim, jumlah total pengurus daerah yang sudah berdatangan ke Jakarta itu mencapai 600 orang. ”Mereka berada di hotel ini dan dua tempat lain yang dirahasiakan,” katanya.

Para pengurus itu membentuk Forum Penyelamat Partai, yang mendesak agar rapat pimpinan nasional khusus mengoreksi keputusan pencalonan Kalla sebagai presiden. Mereka menginginkan Golkar berkoalisi dengan Partai Demokrat dan mengajukan tujuh calon wakil presiden, yakni Kalla dan enam nama lain yang serupa dengan isi surat 24 pimpinan provinsi. Meski demikian, mereka umumnya lebih mendukung Akbar Tandjung sebagai calon wakil presiden. ”Sangatlah rasional kalau Golkar sebagai pemenang kedua agar berkoalisi dengan Demokrat,” kata Akbar. Ia menegaskan: dirinya siap untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, yang siap maju lagi menjadi calon presiden 2009-2014.

Akbar tak sendirian. Menurut Muntazir, desakan para pengurus daerah itu sudah tak terbendung lagi. ”Kalau Kalla jalan terus, akan terjadi kebuntuan. Bubar sudah partai ini tanpa perlu dibubarkan,” katanya. Bila aspirasi mereka tidak ditampung, kata Muntazir, mereka berencana akan mengajukan mosi tak percaya kepada dewan pimpinan pusat. Kalau langkah ini pun tidak mempan, ”Musyawarah luar biasa adalah pilihan terakhir,” kata dia. Akbar mengaku tak sepakat untuk musyawarah luar biasa ini. Ia hanya merevisi keputusan rapat pimpinan agar tak hanya mengusung Kalla sebagai calon presiden.

Menghadapi berbagai tekanan dari daerah ini, Kalla menggelar konferensi pers di Slipi 2, sebutan bagi markas Golkar di Jalan Ki Mangunsarkoro, Jakarta, Senin malam lalu. Ia melempar tuduhan bahwa ada pihak-pihak yang ingin memecah belah partainya, seperti yang terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Amanat Nasional. ”Mereka melakukan tindakan menghalalkan segala cara yang menjadi musuh demokrasi,” katanya berapi-api.

Namun, keesokan paginya, Kalla bersikap lebih lunak. Ia menilai bahwa surat dari 24 pimpinan provinsi itu hanya usul alternatif bila Golkar tak menemukan mitra koalisi. ”Saya tidak berprasangka buruk. Surat itu hanya antisipasi untuk berjaga-jaga bila Golkar tak ada teman koalisi,” ujarnya. Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso membantah bahwa usulan-usulan dari daerah itu sebagai bukti terjadinya perpecahan di partai. ”Suasana gonjang-ganjing seperti ini biarlah. Ini adalah salah satu ongkos yang harus kami bayar untuk mencari jalan yang terbaik,” katanya.

Kurniawan, Akbar Tri Kurniawan, Hari Tri Wasono, Ivansyah, Kurniasih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus