Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Satu Matahari, Dua Presiden

Partai Amanat Nasional terbelah dua. Yang satu menyokong Yudhoyono sebagai presiden, yang lain memilih Prabowo Subianto.

4 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELARIK pesan hinggap di telepon seluler Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir. Pengirimnya adalah Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amien Rais. ”Saya akan kembali ke Jakarta. Tunggu saya di Pondok Indah,” begitu Amien berpesan. Senin pagi pekan lalu, sekitar pukul sembilan, Amien tiba di Pondok Indah, rumah Soetrisno. Keduanya lalu ngobrol selama setengah jam.

Soetrisno berkeluh-kesah tentang hasrat politiknya yang tak kesampaian. Ia ingin jadi wakil presiden, tapi Amien malah menyorongkan Hatta Rajasa—kader PAN yang kini menjadi Menteri-Sekretaris Negara—kepada calon presiden dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (lihat ”Titip Tuan Rambut Perak”, Tempo, 27 April-3 Mei 2009). Kepada Amien, Soetrisno menawarkan opsi lain. Katanya, ”Bagaimana kalau saya maju menjadi calon wakil presiden dari sebuah koalisi?”

Menurut Soetrisno, sebagai ketua umum partai, wajar saja kalau dia berminat jadi wakil presiden. Ia bahkan menyinggung duit yang sudah dihabiskannya untuk membiayai partai. Juga keluarga yang sulit tidur karena terganggu rapat-rapat organisasi yang dilaksanakan di rumahnya hingga larut malam.

Menurut Amien kepada Tempo pekan lalu, Soetrisno tidak menyebut dengan siapa koalisi akan dijalin. Namun seorang elite PAN menyebutkan Soetrisno ingin menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dari Partai Gerakan Indonesia Raya. Terhadap permintaan tersebut, Amien berujar, ”Ya, Mas Tris, saya sangat paham.” Soetrisno sendiri telah bertemu dengan Prabowo pekan lalu. Namun tak terlalu jelas kesepakatan apa yang telah diambil keduanya dalam pertemuan itu.

Menurut Amien Rais, jika langkah Soetrisno Bachir terlaksana, ia mengulang aksi politik Jusuf Kalla pada Pemilu 2004. Ketika itu, Kalla meninggalkan konvensi Partai Golkar, lalu menjadi calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat. Sayang, Soetrisno tak bisa dimintai konfirmasi. Ketika dihubungi, telepon selulernya tak aktif dan pesan pendek yang dikirim kepadanya tak dibalas.

Dari Pondok Indah, Amien meluncur ke rumahnya di Kompleks Taman Gandaria Indah, Jakarta Selatan. Di sana sudah menunggu pengurus PAN dari enam provinsi. Kepada mereka, Amien menceritakan pertemuannya dengan Soetrisno.

Seorang pengurus partai meminta Amien menggelar kongres luar biasa untuk melengserkan Soetrisno. Namun permintaan ini ditolak. Menurut Amien, jika partai menggelar kongres luar biasa, akan muncul kesan PAN dilanda skandal. Pengurus PAN tak banyak bicara lagi.

l l l

DESAKAN agar partai menggelar kongres luar biasa sebenarnya telah bergulir sejak sarasehan Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional, Ahad tiga pekan lalu. Saat itu, 27 dari 33 dewan pimpinan wilayah hadir di perhelatan yang diselenggarakan di kediaman Amien Rais di kawasan Condong Catur, Yogyakarta. Abdillah Toha, anggota Majelis Pertimbangan Partai, membenarkan soal tuntutan kongres luar biasa tersebut.

Menurut seorang peserta yang enggan disebut namanya, kongres diusulkan oleh pengurus partai Indonesia bagian timur. Mereka kecewa terhadap perolehan suara PAN yang tak sesuai dengan target. Dalam pemilu lalu, PAN hanya mendapat tujuh persen suara—jauh di bawah target 20 persen.

Soetrisno dan sejumlah pengurus partai, seperti Zulkifli Hasan (sekretaris jenderal), Sayuti Asyathri (ketua), dan Hakam Naja (ketua), tidak hadir pada sarasehan itu. ”Saya sebenarnya mengajak Mas Tris datang agar bisa menjelaskan pemikirannya,” kata Abdillah Toha.

Sarasehan akhirnya ditutup dengan satu kesimpulan: PAN akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Kepada pers, Amien menyebutkan dua kader partai—Hatta Rajasa dan Soetrisno Bachir—akan disodorkan kepada Yudhoyono sebagai calon wakil presiden. Menurut sejumlah pengurus PAN, nama Soetrisno disertakan sebagai pemanis saja.

l l l

SABTU pekan lalu, Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional digelar di Yogyakarta. Malam sebelum acara, ketua panitia pengarah Hakam Naja, menyebutkan perhelatan itu dibuat dengan skenario menggantung: soal kawan koalisi partai matahari biru itu belum akan diputuskan. Skenario ini dibuat untuk meredam konflik Amien dan Soetrisno. Amien menginginkan koalisi PAN-Demokrat dikukuhkan dalam acara itu. Adapun Soetrisno berharap mitra koalisi PAN tidak usah dideklarasikan.

Dalam beberapa kali pertemuan persiapan rapat kerja, konflik Amien-Soetrisno sangat terasa. Soal tempat pertemuan, misalnya, jadi perdebatan seru. Kubu Amien menginginkan perhelatan itu dilakukan di Hotel Sheraton Yogyakarta. Kubu Soetrisno memilih Hotel Sahid Jakarta.

Sumber Tempo di kubu Amien memastikan, jika rapat berlangsung di Yogyakarta, kaumnya akan lebih mudah meyakinkan peserta rapat untuk mendukung keputusan sarasehan sebelumnya yang juga berlangsung di sana. Yogya juga dipilih agar akan mampu menangkis ”serangan amplop” dari pihak luar yang melepaskan PAN dari lingkaran Partai Demokrat. ”Jakarta itu pasar bebas,” kata seorang petinggi PAN. Soal pilihan tempat ini akhirnya dapat diselesaikan dengan pidato 10 menit dari Ahmad Farhan Hamid—pengurus partai dari kubu Amien Rais. Dalam pidato itu, Farhan berhasil mempengaruhi peserta rapat soal pilihan lokasi tersebut. Ditanyai soal ini, Farhan berujar pendek, ”Perbedaan pendapat itu ada pada semua partai.”

Soal panitia rapat kerja juga jadi bahan perdebatan. Bendahara Umum Asman Abnur, yang didapuk menjadi ketua pelaksana, sempat akan digeser oleh Teguh Juwarno. Asman dikenal dekat dengan Amien, sedangkan Teguh condong ke Soetrisno.

Asman dianggap tak perlu masuk panitia rapat kerja. ”Kok, bendahara partai sampai turun tangan,” kata sumber Tempo di kubu Soetrisno. Rapat panitia yang dimulai pukul sembilan malam baru kelar menjelang subuh keesokan harinya.

Soetrisno sendiri, menurut Wakil Sekretaris Jenderal PAN Rizki Sadiq, telah mendatangi Amien Rais di rumahnya untuk membicarakan perihal ini Jumat siang pekan lalu. Sumber Tempo lain mengatakan saat itu Soetrisno meminta rapat di Yogyakarta diturunkan levelnya menjadi sarasehan saja. Menurut Rizki, ini penting karena peta koalisi masing-masing calon presiden belum jelas. ”Rapat diharapkan tidak mengambil keputusan apa pun. Sekadar silaturahim saja,” katanya. Baru pada rapat kerja berikutnya soal ini diputus.

Amien kabarnya hanya tertawa mendengar permintaan Soetrisno itu. ”Rapat kerja nasional itu kan keputusan pengurus harian,” katanya seperti dikutip seorang sumber. Amien tampak ingin mengejek Soetrisno: keputusan pengurus harian mestinya tak harus dikonsultasikan dengan Ketua Majelis Pertimbangan Partai.

Jumat malam, Amien melakukan konsolidasi di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, untuk memuluskan rapat di Yogyakarta. ”Ada 29 dewan pimpinan wilayah yang hadir, plus dua pertiga departemen di partai dan setengah pengurus pusat,” kata Ahmad Farhan Hamid.

Adapun Soetrisno pada Jumat sore menggelar rapat di rumahnya. Terlihat sejumlah pengurus, seperti perwakilan Majelis Pertimbangan Pusat, Abdillah Toha, Bambang Sudibyo dari Dewan Pakar, dan sejumlah pengurus pusat. Menurut Rizki, dalam pertemuan itu dibicarakan kemungkinan membangun koalisi PAN dengan Partai Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan.

Rapat kerja di Yogyakarta itu ternyata memutuskan PAN berkoalisi dengan Partai Demokrat dan mengusung Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden. Sebanyak 28 dewan pimpinan wilayah mendukung keputusan itu, dua wilayah tak menentukan sikap, dua wilayah menyerahkan kepada Majelis Pertimbangan Partai, dan hanya Jawa Timur yang walkout. ”Keputusan ini tak sah karena tidak dihadiri ketua umum partai dan ketua majelis pertimbangan,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Timur Suyoto.

Soetrisno memang hanya hadir sebentar untuk membuka rapat. Kepada wartawan, Soetrisno mengatakan akan ada rapat kerja lanjutan yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 9 Mei. Tapi pimpinan sidang Imawan Wahyudi menyebutkan bahwa rakernas Yogyakarta itu merupakan yang terakhir dan bersifat final.

Ketika membuka rapat, Soetrisno bercerita saat ini ia dinyatakan menderita liver akibat keletihan berkampanye. ”Kalau liver istirahat bisa sembuh, tapi kalau letih kalbu ini, Pak Amien, saya tak sanggup menahan,” ucap Soetrisno di depan Amien sambil menitikkan air mata.

AZ, Budi Riza, Bernarda Rurit

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus