PHILIP Wijaya terkejut setengah mati. Pedagang kendaraan bermotor di Jalan Sawah Besar, Jakarta Pusat, itu mendapat surat ancaman. Pengirimnya Drs. Manawa C., S.H., orang yang sama sekali tak dikenalnya. "Kalau kamu ingin selamat, sediakan Rp 5 juta. Taruh di halaman rumahmu di Lebak Bulus. Saya beri waktu sampai jam 24.00, 1 Desember 1984. Jangan coba-coba menghubungi polisi." Begitu antara lain bunyi surat yang diterima pada 29 November lalu. Philip segera mengontak polisi esok harinya. Di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ia memang mempunyai sebuah rumah bertingkat yang paling-paling hanya seminggu sekali ditengoknya. Tony Samudono, petugas Polres Jakarta Selatan, segera mengatur strategi. Bersama dua anak buahnya, ia pada malam I Desember lalu bersembunyi di dekat rumah Philip. Tak lama kemudian muncul sebuah jip CJ 7, mondar-mandir beberapa kali. Tapi ternyata, "Jip itu masuk ke rumah lain," kata Tony. Sekitar satu jam kemudian barulah ada seseorang yang betul-betul menghampiri bungkusan di halaman. Bungkusan itu sendiri sebenarnya guntingan kertas koran hanya sebelah atasnya diberi lembaran uang Rp 10.000. Begitu orang berkerudung sarung itu mengambil barang itu, Tony dan anak buahnya bertindak. Orang itu, astaga, tak lain Parmin - pembantu Philip, berumur 20 tahun, yang ditugasi menunggui rumah itu, sudah bekerja sejak setahun lalu dengan gaji Rp 35 ribu sebulan. Pemuda asal Semarang itu mengaku terus terang ingin memeras majikannya. Ia ingin belajar menyetir mobil dan membuka usaha. Tentang nama "Drs. Manawa"? Kata-kata itu, menurut Parmin kepada polisi, adalah bahasa Jawa. Artinya, kira-kira: dapat syukur, tidak juga tak apa-apa. Tapi ia akhirnya "mendapat", bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini