KASUS pembesar yang korup hampir selalu menarik. Apalagi di
negara yang hukumnya termasuk keras dalam mengawasi para
pejabat.
Beberapa waktu yang lalu, pecah berita bahwa Giscard d'Estaing
pernah menerima berlian sebesar 30 karat -- dan berharga US$ 240
.000. Itu di tahun 1973, ketika ia masih menteri keuangan.
Berlian itu diterimanya dari bekas Kaisar Afrika Tengah, Bedel
Bokassa.
Desas-desus ini semakin santer ketika bekas presiden Prancis itu
lagi berjuang untuk terpilih lagi. Berbagai harian besar di sana
berusaha mencari kebenarannya. Soalnya, yang bikin gregetan,
Giscard d'Estaing sendiri tidak menyangkal. Ia malah
menjelaskan: permata yang diterimanya itu tidak seberapa besar "
Padahal, siapa yang bisa tahu dia menerima yang besar atau yang
kecil? Atau barangkali malah lebih dari satu?
Perhatian orang pun tersedot ketika Washington Post
memberitakan: ada orang bisa memberi keterangan tentang berlian
Giscard.
Orang itu mengaku bernama Thomas Loder. Ia mengatakan, Giscard
menjual sebua berlian sebesar 170 karat -- berharga US$ 20 juta
-- kepada ibu Loder di tahun 1977. Berlian itu kini berada di
tangannya sebagai warisan.
Serta merta si Loder jadi sangat terkenal. Ia dikejar-kejar para
wartawan yang bernafsu membuat tulisan hebat. Mumpung Giscard
lagi kampanye.
Banyak berita kemudian diturun kan agak teledor -- sebab sejauh
itu Thomas Loder masih berjanji memberikan bukti-bukti otentik
tentang berliannya itu. Padahal, kalaupun dia memang punya,
benarkah benda itu dari d'Estaing? Tapi kebanyakan media percaya
saja.
16 Maret lalu, tiga koran terkemuka Kanada-The Star, Globe dan
Mail of Toronto -- menurunkan berita lebih mengejutkan lagi.
Thomas Loder di situ disebut warga negara Kanada. Dan ia
diberitakan sudah menjual berlian 170 karatnya kepada seseorang
di Timur Tengah, dengan harga US$ 20 juta. Kejar punya kejar,
para kuli pers menduga pembelinya kalau bukan Anwar Sadat,
Presiden Mesir, ya janda bekas Syah, Farah Pahlavi.
Bersamaan dengan itu, 13 Maret, kantor berita UPI (United Press
International) di London memberitakan: Thomas Loder menjuainya
kepada seorang emir kaya dari Abu Dhabi. UPI mengaku mendapatkan
bahan itu langsung dari orangnya -- Loder -- berdasarkan
wawancara di New York.
Harian lain, The Toronto Stor, kemudian menyiapkan cerita
panjang tentang ini. Cy Jamison, asisten redaktur luar negeri
menghubungi Thomas Loder lewat telepon jarak jauh. Tapi, dan di
sini pangkalnya: tiba-tiba curiga. Thomas Loder ternyata tak
bisa berbahasa Prancis.
Jamison segera menyangsikan identitas Loder -- dan berpikir,
jangan-jangan orang ini penipu. "Loder mengaku lahir di Quebec
dan pernah tinggal di Swiss. Sungguh-sungguh tak masuk akal
kalau dia hk bisa ngomong Prancis! " katanya.
The Toronto Star lantas membatalkan penulisan itu. Harian ini
malah prihatin karena sebelumnya telah menurunkan berita kecil
sepanjang 1 kolom, 12 sentimeter, dengan judul Loder and Mr.
Giscard d'Estaing. "Wah, bila berita besar kami jadi keluar,
bisa dipastikan Giscard rontok" kata Jamison lagi.
Kecurigaan pada si Loder lantas merambat. Berbagai harian mulai
berbalik menyelidiki orang ini -- dan bukan berlian eks
d'Estaing lagi. Siapakah dia?
Yan seera diketahui: ia sebenarnya bernama Thomas Shults.
Washington Post, yang sudah sempat memasang potret Thomas Loder
atau Thomas Shults itu kebetulan mendapat banyak bantuan dari
para pembacanya yang kenal si pembohong 20 juta dollar itu.
Teman-teman Shults masa sekolah menerangkan: Shults di tahun
1972 pernah masuk Universitas Chicago. Tapi cuma setahun. Dari
sumber itu pula diketahui, ia seorang anak dokter terkemuka di
New York.
New York Post, yang sebelumnya sempat memberitakan Elinor, ibu
"Thomas Loder", sebagai menjual sepasang anting-anting berlian
60 karat seharga US$ 6 juta di Swiss, menghubungi sang ibu yang
kini jelas identitasnya sebagai Ny. dr. Shults.
Nyonya dokter terkenal ini menyangkal secara diplomatis.
"Barangkali ibu si Loder dan saya kebetulan punya nama yang
sama, Elinor," katanya. Tapi ketika ditanya, ia mengaku punya
anak berumur 25 tahun -- yang sudah 5 tahun minggat dari rumah.
Sesudah lepas dari sekolah lanjutan atas swasta, si anak masuk
Universitas Chicago. Tapi tak lama kemudian pindah ke Institut
Teknologi California. Tak tahan di sini, pindah lagi ke
Universitas Princeton. Dan di sini sang anak diusir. Mengapa?
Sang ibu rupanya tak tega menyebutkannya. Hanya ia mengakui
pula, anaknya memang pernah ke Swiss-tapi cuma untuk 1 minggu.
Pantas kalau dia tak bisa berbahasa Prancis.
Makin lama makin jelas, lalu. Thomas Shults itu, ternyata memang
pembohong dan suka bicara besar. Barangkali karena ingin
kelihatan kaya raya. Dilacaki terus, ketahuan: 1977 ia pernah
"main-main" di dua rumah lelang yang paling terkenal di dunia,
Christie's dan Sotheby's. Cowok pembual ini pernah menawar dua
lukisan -- dan menang, karena tawarannya paling tinggi -- tapi
tak pernah datang lagi untuk membayar dan mengambil barangnya.
Thoma Shults akhirnya bisa ditemui para wartawan yang gregetan
-sekali ini karena merasa dikibuli. Dan Shults pun membentangkan
sebab-sebab mengapa ia sampai berbohong.
Dan sekali lagi media massa mengeluarkan berita mengejutkan.
Kali ini berbalik -- seperti ingin membantu Giscard. Soalnya:
Shults mengaku dibayar lawan-lawan Giscard. Katanya,
penghubungnya seorang industrialis terkemuka. Ia dilatih secara
teratur, bagaimana memberi penjelasan kepada para wartawan. Toh
usaha "menebus dosa" ini barangkali percuma: Giscard toh kalah
juga.
Tapi bisakah keterangan si Thomas dipercaya? Dalam sebuah
wawancara ia bilang: "Saya senang melihat nama saya di
harian-harian. Banyak kawan saya menelepon, terkejut. Mereka tak
menyangka saya sekaya itu!"
Makin jelas lagi ketika dia menuturkan mengapa sampai menipu
Christie's dan Sotheby's. Katanya, dia ingin memberi "impresi
kekayaan" pada seorang gadis yang ditaksirnya. Gadis ini bekerja
di salah satu rumah lelang terkenal itu.
Kalau ia bisa berbohong dalam soal berlian itu, mengapa tidak
dalam soal "lawan-lawan Giscard"? Pembohong takkan didengar,
walau ia bicara benar -- kata pepatah Arab. Sekali lancung ke
ujian, seumur hidup .... dan seterusnya .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini