PENGUNJUNG Toserba Sarinah rada kecut belakangan ini. Memasuki
gedung bertingkat 14 itu di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, orang
pasti melihat pagar seng -- menimbulkan kesan bahwa keadaannya
sedang gawat. Tapi direksi PT Sarinah justru pindah ke lantai 12
dari tingkat 8. "Bukti kami tidak ragu-ragu," kata Amsar
Sudirman, Direktur PT itu, di tengah santer dugaan bahwa gedung
tinggi ini agak miring.
Gawat atau tidak, suatu rencana sudah disiapkan untuk membongkar
dan membangun kembali sebagian gedung annex Toserba Sarinah itu.
Yang annex ialah bangunan rendah yang mengelilingi hampir
seluruh gedung induknya.
Bagian bawah yang melingkupi supermarket di Sarinah itu
diperkirakan turun sampai 60 cm. Inilah yang mendorong rencana
perbaikan annex tadi. Tapi - menurut Ir. Mahmud Ali, Direktur
Utama Konsultan PT Yodya Karya dalam suatu jumpa pers -- gedung
induk sendiri tidak mengalami perubahan yang berarti, horisontal
maupun vertikal.
Gedung Sarinah -- dalam 15 tahun berdirinya -- diketahui hanya
turun 6 cm dan miringnya hanya 5 cm. Itu mungkin terjadi
disebabkan penyimpangan ukur dalam pelaksanaan konstruksinya.
"Maklum gedung setinggi 74 m, selisih 5 cm bisa saja terjadi,"
kata Mahmud Ali. Buat sementara keparahan pada sebagian annex
itu dianggap tak mempengaruhi keselamatan gedung induknya.
Mutu Dicurigai
Berita kegagalan konstruksi -- selain kasus Sarinah -- sudah
susul menyusul mulai awal tahun ini. Semula terungkap hal
keretakan pada bagian gedung tambahan Hotel Ambarukmo Sheraton
di Yogyakarta. Memang hotel itu beberapa kali diguncang gempa.
Tapi gempa itu kecil, hingga mutu konstruksinya dicurigai. Tim
DPMB (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan) dari Bandung
sudah mempelajarinya. Kesimpulannya retak-retak itu tak
membahayakan karena tidak terjadi pada pembetonan struktural.
Kejutan berita Ambarukmo itu sirna ditelan gemuruh ambruknya
jembatan yang menghubungkan gedung Sarinah -- dia lagi -- dengan
gedung akarta Theatre di seberangnya. Dan sibuklah dunia
konstruktor, pelaksana, pengawas dan pejabat yang berhubungan
dengan perizinan dan pengawasan masalah bangunan.
Kepulan debu peristiwa jembatan itu belum reda betul ketika
muncul gejala kegagalan lain -- menyangkut gedung annex Sarinah
tadi. Akibatnya berbagai tim dibentuk lagi, menyusul yang sudah
ada. Semakin banyak pihak angkat bicara, tentu saja, saling
menuding. Juga para manajer berbagai bangunan itu ikut repot.
Maklum, citra buruk bangunan yang mereka huni langsung
berpengaruh dalam bidang komersial.
Tentu surat kabar memberitakannya, tapi "tidak proporsional
-berita itu," kata Amsar Sudirman dari Sarinah. "Kelangsungan
usaha (Sarinah) ini terancam oleh berita di surat kabar, bukan
oleh buruknya konstruksi bangunan."
Dan Manajer HAS (Hotel Ambarukmo Sheraton), Sahid Iskak,
berkata, "sekita sepuluh juta rupiah tak jadi masuk kocek
kami." Dia mengungkapkan pembatalan berbagai pertemuan di
hotelnya akibat berita keretakan itu.
Sementara itu mata khalayak berpaling ke sesepuh konstruksi
beton di Indonesia, Prof. Dr. Ir. Roosseno. Dalam perayaan ulang
tahun ke-12 Fakultas Teknik UGM di Yogya, bekas dekan fakultas
itu menyajikan teorinya tentang keruntuhan Jembatan Sarinah
akhir Maret. Diskusi hangat menyusul ceramah itu, hingga
Roosseno juga mengkritik gedung Ratu Plaza yang baru saja
berdiri megah dan gemerlapan di sisi Jalan Jenderal Sudirman,
Jakarta. "Las-lasan besi yang menyangga beton gedung itu tidak
kuat," kata Roosseno Ucapannya menggegerkan hadirin. "Bangunan
itu kelihatannya manis, tapi banyak boroknya yang ditutupi."
Menurut profesor tua yang masih segar dan tegap itu, kelemahan
ini diketahui ketika pembuatan gedung itu sudah mencapai tingkat
4. "Melalui pengetesan," katanya. Tapi pemborongnya, Kajima
Corporation dari Jepang, tetap meneruskan bangunan bertingkat
banyak itu. "Untuk menjamin keamanannya, pemborong modern itu
mendatangkan dukun Jawa," sambung Roosseno sambil terkekeh.
Kajima sendiri tidak menyangkal. Sebetulnya sasaran kritik
Roosseno ialah PT Kajima Waskita Corporation, sebuah perusahaan
patungan antara Kajima Corporation dari Jepang dan PT Waskita
Karya dari Indonesia. PT patungan ini bertanggungjawab atas
pelaksanaan struktural gedung Ratu Plaza. Ir. Harianto
Hardjasaputra dari PT Waskita Karya tak segan mengungkapkan nama
dukun yang dipanggil itu. "Pak Roosseno," katanya tersenyum.
"Masa sebagai orang teknik kami percaya pada dukun mistik,"
katanya lagi.
Roosseno memang selalu menyebut dirinya "dukun beton". Julukan
itu melekat, karena banyak orang merasa memerlukan tenaganya
bila menghadapi hal yang gawat.
Dalam interpiu TEMPO pekan lalu Roosseno mengulang kritiknya
tentang las-lasan di Ratu Plaza secara teknis. "Mengelas memang
tidak dilarang," ujarnya. "Tapi kalau cuma sekedar mengelas, ini
bahaya."
Mengelas besi konstruksi memang sangat menghemat. Kalau itu
dilakukan seorang ahli, kekuatannya bisa diandalkan. Ternyata
itu sering dilakukan orang secara sembrono, bukan oleh mereka
yang ahli. "Hasilnya sudah bisa diduga," kata Roosseno.
Sebetulnya ada cara penyambungan yang lain, yaitu mengadu kedua
ujung besi yang hendak disambung, sepanjang 1,2 m. Setelah kedua
ujung itu diikat, baru dicor beton. "Tapi banyak orang tak
melakukan ini," kata Roosseno. Soalnya dengan cara ini -- dari
setiap 2 lonjor besi -- ada 1,2 m yang "mubazir", sedang besi
"mubazir" ini punya harga, apalagi untuk proyek yang memerlukan
ratusan bahkan ribuan ton besi. "Bayangkan, berapa untungnya,"
kata Roosseno.
Sekalipun pengelasannya sembrono, ia masih aman. " Tapi tingkat
keamanannya pas-pasan," ujar profesor itu. Ini ibarat orang
makan di restoran, sedang uangnya pas-pasan. Ia bisa makan, tapi
hatinya was-was. Kalau orang itu yakin uangnya berlebih, "dengan
gagah ia masuk restoran, membusungkan dada dan melempar senyum,"
kata Roosseno. Cadangan ini disebutnya safety factor. Menurut
Roosseno, faktor ini buat bangunan gedung, 2,5 atau paling
rendah 2. "Kalau kurang dari itu," ujarnya. "Aman, tapi
was-was."
Selain sambungan besi, fondasi tak kalah penting karena tanah
bersifat menjadi padat. Beban Gedung di atas memaksa air tanah
ke luar, sementara ronga yang tadinya ditempati air diisi ole
tanah itu. Itu pula sebabnya "fondasi bangunan tinggi tak boleh
digandeng dengan fondasi bangunan rendah sekitarnya," kata
Roosseno. Penurunan ini terlebih berbahaya bila terjadi tidak
rata.Hal ini, menurut Roosseno, bisa dihindari dengan membuat
fondasi yang kaku.
Prof. Roosseno tidak hanya serius di Jakarta. Masih di Yogya, di
muka mahasiswa Fakultas Teknik UGM, ia mengutip saran yang
pernah ia berikan pada Menteri PU Ir. Poernomosidi Hajisarosa.
Sarannya itu "Telitilah Jembatan Semanggi sebelum terjadi
apa-apa! Kalau misalnya ketika Presiden Soeharto lewat di sana,
jembatan itu ambrol, bagaimana nanti nasibmu? "
Poernomosidi kontan melemparkan reaksi. "Prinsipnya kita
periksa," katanya. "Kita suah bentuk tim, termasuk Pak Roosseno
anggotanya."
Mengapa pula Jembatan Semanggi di Jakarta yang melintasi Jalan
Jenderal Sudirman dipersoalkan? Karena Jembatan Sarinah dan
Jembatan Semanggi dibangun dengan prinsip konstruksi serupa,
yaitu dengan trekband. Di Indonesia, selain kedua jembatan itu,
hanya Gedung DPR-MPR yang prinsip konstruksinya serupa.
Prinsip konstruksi trekband itu ibarat sebuah tangga yang kedua
kakinya dikekang oleh kaitan pada pangkalnya. Jika tidak
dikaitkan, tangga itu akan terbuka bila dinaiki. Kaitan itulah
ibarat trekband pada jembatan itu. Fungsi serupa bisa ditemukan
pada kuda-kuda atap rumah. Kedua kaki kuda-kuda diikat oleh
sebuah balok penghubung yang fungsinya seperti trekband itu.
Pada jembatan, trekband ini terbuat dari beton bertulang.
Tulangnya khusus dibuat dengan besi prategang. Sebelum balok itu
dicor, lonjor pembesian direntang dulu atau diberi tegangan
lebih dulu. Jika tidak ditegangkan dulu, akibat beban tarik dari
kedua kaki yang dihubungkannya, besi itu masih bisa melar,
mengakibatkan beton yang mengikatnya retak.
Retak pada balok ini tetap bisa timbul bila terjadi lenturan
akibat beban tekanan dari atas atau bawah. Ini yang di duga
Rosseno terjadi pada balok trekband di Jembatan Sarinah. Beban
ini timbul karena berulang kali terjadi pengerasan jalan di
bawah jembatan itu, sementara tanah sekitar Sarinah -- yang
terkenal buruk -- terus turun.
Namun tanah sekitar Jembatan Semanggi termasuk baik, sedang
interaksi berbagai gaya -- akibat gedung sekitarnya -- praktis
tidak ada. Di sekitar Jembatan Sarinah, gedung pencakar langit
berlomba menjulang, menekankan bebannya berjuta ton pada tanah
yang buruk itu.
Sifat tanah yang jelek itu serta interaksi gaya berbagai
bangunan sekitarnya diperkirakan juga menjadi sebab berbagai
perubahan pada gedung Sarinah itu sendiri. Gedung itu dibangun
atas sejumlah tiang pancang yang berusaha mencapai lapisan tanah
keras di bawahnya. Rupanya tiang pancang itu, yang menyanggah
beberapa tiang luar gedung annex, mblesek ke dalam. Bukan pula
pertama kali. Tahun 1978, sesudah pernah ambles, itu didongkrak
kembali ke atas dan retak yang timbul diisi kembali. Sekarang
lagi lebih parah, turunnya mencapai 60 cm. Akibatnya, bentangan
atap menjadi retak, dan mungkin pembesiannya sudah melampaui
titik kritis.
Cukup Gawat
Maka atas nasihat konsultan, super market Sarinah itu
dikosongkan sebagian, dan sebelah luarnya dipagar seng, demi
menjaga keselamatan orang. Rencana pembongkaran dan
pembangunannya kembali, kata Amsar Sudirman, "sedang
ditenderkan."
Apakah sudah separah itu hingga annex tadi harus diganti total?
Dengan bentangan atap sampai 7 m angka penurunan maksimum hanya
boleh 2 cm, demikian Ir. Triyuni, wanita ayu, ahli konstruksi di
PT Yodya Karya. Karena penurunannya sekarang sudah mencapai 60
cm, keadaannya cukup gawat.
Mengapa tak ditangani lebih dini? Sebetulnya keadaan itu sudah
dilaporkan sejak tahun 1979, seperti dikemukakan Mahmud Ali.
Rupanya persoalannya kemudian kandas dalam liku-liku birokrasi.
Juga Rosseno sebagai ketua dewan pengawas selalu sibuk.
Kesibukan Roosseno antara lain sebagai penasihat teknik
konstruksi mendampingi PT Ratu Sayang International, pemilik
Ratu Plaza. Ketika terjadi keganjilan pada konstruksi Ratu
Plaza, kata profesor itu, "saya orang hebas, belum duduk sebagai
tim pengawas." Roosseno menerangkan bahwa sekarang masalah Ratu
Plaza sudah diperbaiki. "Tapi ibarat orang yang jantungnya sudah
diganti, di luar gagah, di dalamnya sudah tidak sempurna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini