Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bangunan tinggi yang sakit

Kegagalan konstruksi bangunan/gedung yang tinggi, misal: keretakan gedung sarinah, keretakan gedung tambahan hotel ambarukmo, jembatan yang menghubungkan gedung sarinah dengan jakarta theater. (ilt)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUNJUNG Toserba Sarinah rada kecut belakangan ini. Memasuki gedung bertingkat 14 itu di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, orang pasti melihat pagar seng -- menimbulkan kesan bahwa keadaannya sedang gawat. Tapi direksi PT Sarinah justru pindah ke lantai 12 dari tingkat 8. "Bukti kami tidak ragu-ragu," kata Amsar Sudirman, Direktur PT itu, di tengah santer dugaan bahwa gedung tinggi ini agak miring. Gawat atau tidak, suatu rencana sudah disiapkan untuk membongkar dan membangun kembali sebagian gedung annex Toserba Sarinah itu. Yang annex ialah bangunan rendah yang mengelilingi hampir seluruh gedung induknya. Bagian bawah yang melingkupi supermarket di Sarinah itu diperkirakan turun sampai 60 cm. Inilah yang mendorong rencana perbaikan annex tadi. Tapi - menurut Ir. Mahmud Ali, Direktur Utama Konsultan PT Yodya Karya dalam suatu jumpa pers -- gedung induk sendiri tidak mengalami perubahan yang berarti, horisontal maupun vertikal. Gedung Sarinah -- dalam 15 tahun berdirinya -- diketahui hanya turun 6 cm dan miringnya hanya 5 cm. Itu mungkin terjadi disebabkan penyimpangan ukur dalam pelaksanaan konstruksinya. "Maklum gedung setinggi 74 m, selisih 5 cm bisa saja terjadi," kata Mahmud Ali. Buat sementara keparahan pada sebagian annex itu dianggap tak mempengaruhi keselamatan gedung induknya. Mutu Dicurigai Berita kegagalan konstruksi -- selain kasus Sarinah -- sudah susul menyusul mulai awal tahun ini. Semula terungkap hal keretakan pada bagian gedung tambahan Hotel Ambarukmo Sheraton di Yogyakarta. Memang hotel itu beberapa kali diguncang gempa. Tapi gempa itu kecil, hingga mutu konstruksinya dicurigai. Tim DPMB (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan) dari Bandung sudah mempelajarinya. Kesimpulannya retak-retak itu tak membahayakan karena tidak terjadi pada pembetonan struktural. Kejutan berita Ambarukmo itu sirna ditelan gemuruh ambruknya jembatan yang menghubungkan gedung Sarinah -- dia lagi -- dengan gedung akarta Theatre di seberangnya. Dan sibuklah dunia konstruktor, pelaksana, pengawas dan pejabat yang berhubungan dengan perizinan dan pengawasan masalah bangunan. Kepulan debu peristiwa jembatan itu belum reda betul ketika muncul gejala kegagalan lain -- menyangkut gedung annex Sarinah tadi. Akibatnya berbagai tim dibentuk lagi, menyusul yang sudah ada. Semakin banyak pihak angkat bicara, tentu saja, saling menuding. Juga para manajer berbagai bangunan itu ikut repot. Maklum, citra buruk bangunan yang mereka huni langsung berpengaruh dalam bidang komersial. Tentu surat kabar memberitakannya, tapi "tidak proporsional -berita itu," kata Amsar Sudirman dari Sarinah. "Kelangsungan usaha (Sarinah) ini terancam oleh berita di surat kabar, bukan oleh buruknya konstruksi bangunan." Dan Manajer HAS (Hotel Ambarukmo Sheraton), Sahid Iskak, berkata, "sekita sepuluh juta rupiah tak jadi masuk kocek kami." Dia mengungkapkan pembatalan berbagai pertemuan di hotelnya akibat berita keretakan itu. Sementara itu mata khalayak berpaling ke sesepuh konstruksi beton di Indonesia, Prof. Dr. Ir. Roosseno. Dalam perayaan ulang tahun ke-12 Fakultas Teknik UGM di Yogya, bekas dekan fakultas itu menyajikan teorinya tentang keruntuhan Jembatan Sarinah akhir Maret. Diskusi hangat menyusul ceramah itu, hingga Roosseno juga mengkritik gedung Ratu Plaza yang baru saja berdiri megah dan gemerlapan di sisi Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. "Las-lasan besi yang menyangga beton gedung itu tidak kuat," kata Roosseno Ucapannya menggegerkan hadirin. "Bangunan itu kelihatannya manis, tapi banyak boroknya yang ditutupi." Menurut profesor tua yang masih segar dan tegap itu, kelemahan ini diketahui ketika pembuatan gedung itu sudah mencapai tingkat 4. "Melalui pengetesan," katanya. Tapi pemborongnya, Kajima Corporation dari Jepang, tetap meneruskan bangunan bertingkat banyak itu. "Untuk menjamin keamanannya, pemborong modern itu mendatangkan dukun Jawa," sambung Roosseno sambil terkekeh. Kajima sendiri tidak menyangkal. Sebetulnya sasaran kritik Roosseno ialah PT Kajima Waskita Corporation, sebuah perusahaan patungan antara Kajima Corporation dari Jepang dan PT Waskita Karya dari Indonesia. PT patungan ini bertanggungjawab atas pelaksanaan struktural gedung Ratu Plaza. Ir. Harianto Hardjasaputra dari PT Waskita Karya tak segan mengungkapkan nama dukun yang dipanggil itu. "Pak Roosseno," katanya tersenyum. "Masa sebagai orang teknik kami percaya pada dukun mistik," katanya lagi. Roosseno memang selalu menyebut dirinya "dukun beton". Julukan itu melekat, karena banyak orang merasa memerlukan tenaganya bila menghadapi hal yang gawat. Dalam interpiu TEMPO pekan lalu Roosseno mengulang kritiknya tentang las-lasan di Ratu Plaza secara teknis. "Mengelas memang tidak dilarang," ujarnya. "Tapi kalau cuma sekedar mengelas, ini bahaya." Mengelas besi konstruksi memang sangat menghemat. Kalau itu dilakukan seorang ahli, kekuatannya bisa diandalkan. Ternyata itu sering dilakukan orang secara sembrono, bukan oleh mereka yang ahli. "Hasilnya sudah bisa diduga," kata Roosseno. Sebetulnya ada cara penyambungan yang lain, yaitu mengadu kedua ujung besi yang hendak disambung, sepanjang 1,2 m. Setelah kedua ujung itu diikat, baru dicor beton. "Tapi banyak orang tak melakukan ini," kata Roosseno. Soalnya dengan cara ini -- dari setiap 2 lonjor besi -- ada 1,2 m yang "mubazir", sedang besi "mubazir" ini punya harga, apalagi untuk proyek yang memerlukan ratusan bahkan ribuan ton besi. "Bayangkan, berapa untungnya," kata Roosseno. Sekalipun pengelasannya sembrono, ia masih aman. " Tapi tingkat keamanannya pas-pasan," ujar profesor itu. Ini ibarat orang makan di restoran, sedang uangnya pas-pasan. Ia bisa makan, tapi hatinya was-was. Kalau orang itu yakin uangnya berlebih, "dengan gagah ia masuk restoran, membusungkan dada dan melempar senyum," kata Roosseno. Cadangan ini disebutnya safety factor. Menurut Roosseno, faktor ini buat bangunan gedung, 2,5 atau paling rendah 2. "Kalau kurang dari itu," ujarnya. "Aman, tapi was-was." Selain sambungan besi, fondasi tak kalah penting karena tanah bersifat menjadi padat. Beban Gedung di atas memaksa air tanah ke luar, sementara ronga yang tadinya ditempati air diisi ole tanah itu. Itu pula sebabnya "fondasi bangunan tinggi tak boleh digandeng dengan fondasi bangunan rendah sekitarnya," kata Roosseno. Penurunan ini terlebih berbahaya bila terjadi tidak rata.Hal ini, menurut Roosseno, bisa dihindari dengan membuat fondasi yang kaku. Prof. Roosseno tidak hanya serius di Jakarta. Masih di Yogya, di muka mahasiswa Fakultas Teknik UGM, ia mengutip saran yang pernah ia berikan pada Menteri PU Ir. Poernomosidi Hajisarosa. Sarannya itu "Telitilah Jembatan Semanggi sebelum terjadi apa-apa! Kalau misalnya ketika Presiden Soeharto lewat di sana, jembatan itu ambrol, bagaimana nanti nasibmu? " Poernomosidi kontan melemparkan reaksi. "Prinsipnya kita periksa," katanya. "Kita suah bentuk tim, termasuk Pak Roosseno anggotanya." Mengapa pula Jembatan Semanggi di Jakarta yang melintasi Jalan Jenderal Sudirman dipersoalkan? Karena Jembatan Sarinah dan Jembatan Semanggi dibangun dengan prinsip konstruksi serupa, yaitu dengan trekband. Di Indonesia, selain kedua jembatan itu, hanya Gedung DPR-MPR yang prinsip konstruksinya serupa. Prinsip konstruksi trekband itu ibarat sebuah tangga yang kedua kakinya dikekang oleh kaitan pada pangkalnya. Jika tidak dikaitkan, tangga itu akan terbuka bila dinaiki. Kaitan itulah ibarat trekband pada jembatan itu. Fungsi serupa bisa ditemukan pada kuda-kuda atap rumah. Kedua kaki kuda-kuda diikat oleh sebuah balok penghubung yang fungsinya seperti trekband itu. Pada jembatan, trekband ini terbuat dari beton bertulang. Tulangnya khusus dibuat dengan besi prategang. Sebelum balok itu dicor, lonjor pembesian direntang dulu atau diberi tegangan lebih dulu. Jika tidak ditegangkan dulu, akibat beban tarik dari kedua kaki yang dihubungkannya, besi itu masih bisa melar, mengakibatkan beton yang mengikatnya retak. Retak pada balok ini tetap bisa timbul bila terjadi lenturan akibat beban tekanan dari atas atau bawah. Ini yang di duga Rosseno terjadi pada balok trekband di Jembatan Sarinah. Beban ini timbul karena berulang kali terjadi pengerasan jalan di bawah jembatan itu, sementara tanah sekitar Sarinah -- yang terkenal buruk -- terus turun. Namun tanah sekitar Jembatan Semanggi termasuk baik, sedang interaksi berbagai gaya -- akibat gedung sekitarnya -- praktis tidak ada. Di sekitar Jembatan Sarinah, gedung pencakar langit berlomba menjulang, menekankan bebannya berjuta ton pada tanah yang buruk itu. Sifat tanah yang jelek itu serta interaksi gaya berbagai bangunan sekitarnya diperkirakan juga menjadi sebab berbagai perubahan pada gedung Sarinah itu sendiri. Gedung itu dibangun atas sejumlah tiang pancang yang berusaha mencapai lapisan tanah keras di bawahnya. Rupanya tiang pancang itu, yang menyanggah beberapa tiang luar gedung annex, mblesek ke dalam. Bukan pula pertama kali. Tahun 1978, sesudah pernah ambles, itu didongkrak kembali ke atas dan retak yang timbul diisi kembali. Sekarang lagi lebih parah, turunnya mencapai 60 cm. Akibatnya, bentangan atap menjadi retak, dan mungkin pembesiannya sudah melampaui titik kritis. Cukup Gawat Maka atas nasihat konsultan, super market Sarinah itu dikosongkan sebagian, dan sebelah luarnya dipagar seng, demi menjaga keselamatan orang. Rencana pembongkaran dan pembangunannya kembali, kata Amsar Sudirman, "sedang ditenderkan." Apakah sudah separah itu hingga annex tadi harus diganti total? Dengan bentangan atap sampai 7 m angka penurunan maksimum hanya boleh 2 cm, demikian Ir. Triyuni, wanita ayu, ahli konstruksi di PT Yodya Karya. Karena penurunannya sekarang sudah mencapai 60 cm, keadaannya cukup gawat. Mengapa tak ditangani lebih dini? Sebetulnya keadaan itu sudah dilaporkan sejak tahun 1979, seperti dikemukakan Mahmud Ali. Rupanya persoalannya kemudian kandas dalam liku-liku birokrasi. Juga Rosseno sebagai ketua dewan pengawas selalu sibuk. Kesibukan Roosseno antara lain sebagai penasihat teknik konstruksi mendampingi PT Ratu Sayang International, pemilik Ratu Plaza. Ketika terjadi keganjilan pada konstruksi Ratu Plaza, kata profesor itu, "saya orang hebas, belum duduk sebagai tim pengawas." Roosseno menerangkan bahwa sekarang masalah Ratu Plaza sudah diperbaiki. "Tapi ibarat orang yang jantungnya sudah diganti, di luar gagah, di dalamnya sudah tidak sempurna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus