Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lembah chambal, markas besar ...

Sejak 1920-an, wilayah lembah chambal sudah menjadi sarang penyamun. lebih 50 kelompok bandit mengorganisasikan diri di ngarai ini. diantaranya phoolan devi, bandit wanita lembah itu. (sel)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA datang menunggang kuda. Bercelana jin, menyandang senapan otomatis. Rambutnya tergerai panjang. Angin malam berdesing di lembah yang lenggang itu. Dalam kemarahan seekor singa betina yang kehilangan jantannya, Phoolan Devi memimpin gerombolannya menuju Desa Behmai, India bagian tengah. Hari itu 14 Februar 1981. Dan esoknya seluruh negeri bergidik. Phoolan Devi, bandit wanita yang dijuluki 'bajingan molek', membantai 20 orang lelaki di sana. Perbanditan bukan barang baru di India. Tahun lalu, di Negara Bagian Uttar Pradesh tercatat 196.715 kejahatan. Artinya sekali dalam dua menit. Pembunuhan menunjukkan angka 5.422, sekali dalam 96 menit. Perampokan terjadi tiap 78 menit. Pencurian agak menurun, "hanya" 27.050. Tahun 1977 angka itu pernah mencapai 37.300. Lembah Chambal adalah jurang-jurang sempit di sekitar perbatasan Uttar Pradesh, Madhya Pradesh dan Rajasthan. Sejak 1920-an wilayah ini sudah menjadi sarang penyamun. Lebih 50 kelompok bandit mengorganisasikan diri di ngarai terpencil yang sukar dimasuki itu. Inilah lekuk yang nyaris merupakarlamhang maut dan penderitaan. Di malam hari hanya pekik burung hantu, raung serigala dan rataphyena yang mengisyaratkan kehidupan di celah ngarai terjal ini. Udara, dinginnya bukan buatan. Siang hari suhu menggelegak oleh panas matahari. Phoolan Devi hanya seorang di antara 'gembong' penghuni Chambal. Ia datang dari kasta paling rendah. Masa lampaunya terjalin dalam berbagai versi. Menurut sebuah kisah, Devi diculik dari kampungnya yang miskin di sekitar Kanpur, oleh gerombolan Babu Gujar dan Vikram Mallah. Babu konon memperkosa Devi berkali-kali, di hadapan semua anggota gerombolannya. Wanita ini mulai menyimpan dendam. Ia berhasil memikat hati Vikram, 'letnan' dalam pasukan Babu, dan kebetulan masih sekasta dengar Phoolan. Pada suatu hari Vikram menembak mati Babu yang sedang tidur. Maka Phoolan dengan sendirinya menjadi orang kedua dalam gerombolan yang kemudian dipimpin Vikram. Menurut versi lain, Phoolan Devi adalah korban kawin paksa. Pada usia 11 tahun ia dinikahkan dengan Puttilal, seorang duda berumur 33 tahun. Phoolan tak puas. Ia berhubungan gelap dengan seorang tetangga bernama Kailash. Orang ini ternyata anggota gerombolan Babu Gujar dan Vikram Mallah. Dialah yang membawa Phoolan ke dunia hitam. Mana di antara dua versi itu yang lebih persis, tak begitu penting agaknya. Namun tidak ada penghuni Chambal yang mengaku terjun ke dunia kejahatan secara sukarela. "Bahkan seekor burung tak ingin terpisah dari sarangnya," ujar Thakur Tehisildar Singh, mengenang hidup seorang dacoit (perampok bersenjata) yang terbuang dari keluarga. Thakur adalah putra Man Singh, seorang gembong legendaris dari Chambal. "Tapi juga," sambungnya seraya tersenyum, "bahkan seekor burung taksudi hidup di dalam kandang sekalipun kandang emas." Kebanyakan penjahat India yang ganas datang dari sekitar Chambal. Lembah ini sering pula disebut dalam sejarah. Konon, para pemberontak Chandragupta Maurya yang mengalahkan Selucus, jenderal dalam pasukan Iskandar Agung, dilatih di lembah ini. Setelah 33 tahun kemerdekaan India, keadaan tetap tak berubah. Hanya wajah dan nama yang berganti. Usaha menjinakkan lembah ini selalu berakhir dengan sia-sia. Setiap peluru polisi yang membunuh seorang dacoit, tampaknya sekaligus melahirkan seorang bajingan baru. Tidak sedikit pengamat yang meluangkan waktu mengaji tempat ini. Tapi umumnya mereka berkesimpulan, seorang bandit tidak pernah "dilahirkan". Tapi selalu "dijadikan". Keadaan terjepit sering memaksa orang melaksanakan "keadilan" dengan tangannya sendiri. Di daerah terpencil itu, masyarakat dan petugas hukum sering tak memuaskan para pencari kebenaran. Persaingan kasta merupakan faktor yang turut memperburuk keadaan. Misalnya di Distrik Mainpuri, Uttar Pradesh. Permusuhan antara kelompok Yadav dengan kaum Thakur berkembang menjadi pembakaran kampung dan saling bunuh. Tokoh yang terlibat kemudian menjadi buron baik oleh seterunya maupun petugas hukum. Dan mereka hanya menemukan suaka di Lembah Chambal. Sushil J. Silvano adalah seorang wartawan India yang pernah memasuki lembah itu. Melalui cara yang berliku-liku, ia diterima "beraudiensi" oleh 'Baba' Mustaqeem, bandit nomor dua terkemuka setelah Malkhan Singh Mustaqeem ikut membantu Phoolan Devi dalam pembantaian di Behmai. Ketika Sushil bertanya mengapa gerombolan itu seenaknya melakukan kejaatan, Mustaqeem berhenti membela kumisnya dengan-laras sten gun. "Anda sangka kami menyukai pekerjaan ini?" desisnya. "Anda sangka kami membunuh orang sebagai suatu kesenangan? Tuhan tahu kami sesungguhnya tidak ingin menyakiti siapa pun." "Kalian bersumpah dengan nama Tuhan," kata Sushil, "sementara membuat para wanita menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim. Kalian sesungguhnya pengecut." "Saheb," balas Mustaqeem tajam, "andalah seorang pengecut. Anda tidak mempunyai keberanian memberontak. Tidak pernahkah anda ditindas dalam hidup ini?" Mustaqeem sendiri menemukan ke matiannya, 4 Maret 1981. Hari itu patroli polisi yang dipimpin Subinspektur Hari Ram Pal dari Derapur memergoki dua orang yang dicurigai di sekitar Desa Dustampur. Ketika diperintahkan berhenti, keduanya malah kabur. SEBUAH patroli lain dipimpin Zahirul Hasan dari pos Derapurthana tiba, di daerah itu. Seorang penduduk sempat menandai salah seorang yang dicurigai itu sebagai Mustaqeem. Mereka beramai-ramai ikut mengepung. Agaknya masing-masing dibayangi oleh hadiah uang 10 ribu rupi -- yang dijanjikan bagi yang berhasil menangkap itu benggolan . Tembak-menembak berlangsung setengah jam. Dan kedua buron itu tewas. Salah seorang memang Mustaqeem. Di dekat mayat mereka tergeletak dua pucuk pistol. Satu kaliber 9 mm kualitas impor, lainnya bikinan sendiri. Menurut Vijai Nath Singh, pengawas tinggi senior pada kepolisian Kanpur yang memimpin operasi mengejar Mustaqeem, bandit itu terlibat 72 kejahatan. Meliputi pembunuhan, penculikan, perampokan dan penghadangan di jalan raya. Bandit wanita dari Chambal tak kalah buasnya dari para bajingan pria. Selain Phoolan Devi, terdapat sejumlah nama yang menghantui daerah itu. Misalnya Bijli, Sheila Rani, Renuka Devi, Ramesh Devi, Begum Basheera, Haseena, Janakshree, Kuntala, Kapoori, Meera Devi. Yang Hindu, yang Islam campur-baur. Kadang-kadang kisah mereka tak urung mengundang rasa haru. Misalnya Haseena, yang lahir di Bada Gaon, Tikamgarh, 1952. Ayahnya meninggal tatkala si gadis masih orok. Ia dibesarkan abangnya, Daam Khan, yang menikahkan gadis itu pada usia 14 tahun dengan Babu Khan. Perkawinan ini retak. Haseena terpikat seorang lelaki kekar bernama Khilawan. Ia tak tahu Khilawan seorang pemimpin gang di wilayah itu. Haseena akhirnya ikut dalam pelbagai operasi. Pada 27 Mei 1977, gerombolan Khilawan dikepung polisi Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh bersama-sama. Haseena ketika itu hamil enam bulan. Ia memutuskan untuk menyerah. Sambil berteriak memohon perlindungan atas nyawanya dan bayi yang dikandungnya, wanita itu mendekati para pengepung. Tapi polisi tergiur pada hadiah yang dijanjikan untuk setiap penjahat yang berhasil ditewaskan. Mereka menembak. Bahkan mereka mengumumkan bahwa Haseena terbunuh setelah pertempuran seru. Mayat Haseena yang telanjang dipertontonkan di benteng Tikamgarh, suatu cara yang malah membangkitkan protes masyarakat. Mengapa para bandit Chambal tidak pernah berhasil ditumpas? "Mereka melindungi jejak dengan berbuat dermawan kepada penduduk setempat," tulis Sushil J. Silvano. Bagai kisah Robin Hood, para penyamun itu merayah harta orang kaya dan membagi-bagikannya kepada orang miskin. Mereka menyumbang untuk gadis-gadis melarat yang bakal menikah, para janda yang sengsara, dan anak yatim yang terlantar. Tentu saja, bagian terbesar hasil rampasan dikangkangi sendiri. Mereka juga membangun jaringan "informan" dan "intelijen" yang tak kalah ampuh dengan yang di dinas kepolisian. Sebagian hasil rampasan selalu disisihkan untuk jaringan ini - semacam "dana informasi" pada polisi. Sokoguru jaringan ini terdiri dari kaum gembala dan mallah, para pengayuh perahu yang beroperasi di Sungai-Sungai Yamuna, Betua dan sungai lain yang berpencaran di sekitar Chambal. Data para penyeberang sungai selalu diketahui dengan segera. Di daratan, para gembala dapat menentukan asal-usul seorang pendatang hanya dari dialek dan cara berbicara - untuk dipertimbangkan sebagai calon korban. Kesetiaan anggota jaringan ini tidak perlu disangsikan. Mereka bisa berbohong kepada polisi, tapi tidak akan kepada para bandit. Setiap pengkhianatan dihukum dengan cara yang menggetarkan. Misalnya, ditutuli rokok yang menyala sampai tarikan napas terakhir. Di pihak lain, langkah para petugas hukum juga tidak selalu terpuji. Ketika Phoolan Devi mengamuk di Desa Behmai misalnya, bukan tak ada penduduk yang datang melapor ke pos polisi terdekat. Tapi polisi-polisi itu sedang bermain voli. Mereka baru datang setelah 20 orang tergeletak tanpa nyawa. Kaum politisi ternyata ikut pula ambil bagian dalam "membina" para bandit Chambal. Menjelang pemilihan umum, 'kurs' bandit tertentu biasanya naik. Ketika Menteri Koperasi Uttar Pradesh, Mulyam Singh Yadav, berpidato dalam sebuah rapat menjelang pemilu terakhir, ada hadirin yang terperanjat. Di mimbar ia melihat seorang lelaki yang beberapa malam lalu merampok rumahnya. Lelaki itu segera kabur ketika orang mulai ribut. Masih ada misal lain. Gerombolan yang dipimpin Gautam, Bikram Singh dan Malkhan Singh, membunuh 14 orang wanita dan anak-anak kaum Harijan. Sebelum meninggalkan korbannya, para penyamun memasang slogan-slogan mendukung parpol tertentu ! Sementara itu bukan tak ada para bajingan yang "kembali ke pangkuan ibu pertiwi". Dalam periode 1960-1976 tercatat 650 bandit menyerah. Banyak di antara mereka berhasil kembali ke masyarakat. Tapi tak sedikit yang kecewa atas perlakuan pemerintah, lalu "mudik" ke lembah. Korban di kalangan petugas hukum menunjukkan pula catatan yang mengesankan. Selama tahun-tahun terakhir, 69 orang polisi tewas, 330 luka. Di antara yang gugur terdapat Inspektur Mool Chand dari Bhognipur, pemegang 67 bintang dan tanda jasa. Ia terbunuh dalam pertempuran melawan gerombolan Phoolan Devi dan Balwa Gadaria, Februari 1981. Polisi bagaikan kalap. Apalagi mereka menerima surat Phoolan yang mengatakan tak akan berhenti membunuh, sebelum polisi menyerahkan Shree Ram Singh. Orang ini adalah pemimpin kelompok lain yang dituduh Phoolan membunuh kekasihnya, dengan bantuan penduduk Behmai, yang sudah dibantainya. Polisi tersinggung. Tiga ribu polisi dan seribu banpol dikerahkan menyisir persembunyian Phoolan di hutan seluas 100 km persegi. Aneh. Bagai tokoh-tokoh sihir dalam film India, Phoolan lenyap entah ke mana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus