IA datang menunggang kuda. Bercelana jin, menyandang senapan
otomatis. Rambutnya tergerai panjang. Angin malam berdesing di
lembah yang lenggang itu.
Dalam kemarahan seekor singa betina yang kehilangan jantannya,
Phoolan Devi memimpin gerombolannya menuju Desa Behmai, India
bagian tengah. Hari itu 14 Februar 1981.
Dan esoknya seluruh negeri bergidik. Phoolan Devi, bandit
wanita yang dijuluki 'bajingan molek', membantai 20 orang
lelaki di sana.
Perbanditan bukan barang baru di India. Tahun lalu, di Negara
Bagian Uttar Pradesh tercatat 196.715 kejahatan. Artinya sekali
dalam dua menit. Pembunuhan menunjukkan angka 5.422, sekali
dalam 96 menit. Perampokan terjadi tiap 78 menit. Pencurian agak
menurun, "hanya" 27.050. Tahun 1977 angka itu pernah mencapai
37.300.
Lembah Chambal adalah jurang-jurang sempit di sekitar perbatasan
Uttar Pradesh, Madhya Pradesh dan Rajasthan. Sejak 1920-an
wilayah ini sudah menjadi sarang penyamun. Lebih 50 kelompok
bandit mengorganisasikan diri di ngarai terpencil yang sukar
dimasuki itu.
Inilah lekuk yang nyaris merupakarlamhang maut dan penderitaan.
Di malam hari hanya pekik burung hantu, raung serigala dan
rataphyena yang mengisyaratkan kehidupan di celah ngarai terjal
ini. Udara, dinginnya bukan buatan. Siang hari suhu menggelegak
oleh panas matahari. Phoolan Devi hanya seorang di antara
'gembong' penghuni Chambal. Ia datang dari kasta paling
rendah. Masa lampaunya terjalin dalam berbagai versi. Menurut
sebuah kisah, Devi diculik dari kampungnya yang miskin di
sekitar Kanpur, oleh gerombolan Babu Gujar dan Vikram Mallah.
Babu konon memperkosa Devi berkali-kali, di hadapan semua
anggota gerombolannya.
Wanita ini mulai menyimpan dendam. Ia berhasil memikat hati
Vikram, 'letnan' dalam pasukan Babu, dan kebetulan masih sekasta
dengar Phoolan.
Pada suatu hari Vikram menembak mati Babu yang sedang tidur.
Maka Phoolan dengan sendirinya menjadi orang kedua dalam
gerombolan yang kemudian dipimpin Vikram.
Menurut versi lain, Phoolan Devi adalah korban kawin paksa. Pada
usia 11 tahun ia dinikahkan dengan Puttilal, seorang duda
berumur 33 tahun. Phoolan tak puas. Ia berhubungan gelap dengan
seorang tetangga bernama Kailash. Orang ini ternyata anggota
gerombolan Babu Gujar dan Vikram Mallah. Dialah yang membawa
Phoolan ke dunia hitam.
Mana di antara dua versi itu yang lebih persis, tak begitu
penting agaknya. Namun tidak ada penghuni Chambal yang mengaku
terjun ke dunia kejahatan secara sukarela. "Bahkan seekor burung
tak ingin terpisah dari sarangnya," ujar Thakur Tehisildar
Singh, mengenang hidup seorang dacoit (perampok bersenjata)
yang terbuang dari keluarga.
Thakur adalah putra Man Singh, seorang gembong legendaris dari
Chambal. "Tapi juga," sambungnya seraya tersenyum, "bahkan
seekor burung taksudi hidup di dalam kandang sekalipun kandang
emas."
Kebanyakan penjahat India yang ganas datang dari sekitar
Chambal. Lembah ini sering pula disebut dalam sejarah. Konon,
para pemberontak Chandragupta Maurya yang mengalahkan Selucus,
jenderal dalam pasukan Iskandar Agung, dilatih di lembah ini.
Setelah 33 tahun kemerdekaan India, keadaan tetap tak berubah.
Hanya wajah dan nama yang berganti. Usaha menjinakkan lembah ini
selalu berakhir dengan sia-sia. Setiap peluru polisi yang
membunuh seorang dacoit, tampaknya sekaligus melahirkan seorang
bajingan baru.
Tidak sedikit pengamat yang meluangkan waktu mengaji tempat ini.
Tapi umumnya mereka berkesimpulan, seorang bandit tidak pernah
"dilahirkan". Tapi selalu "dijadikan".
Keadaan terjepit sering memaksa orang melaksanakan "keadilan"
dengan tangannya sendiri. Di daerah terpencil itu, masyarakat
dan petugas hukum sering tak memuaskan para pencari kebenaran.
Persaingan kasta merupakan faktor yang turut memperburuk
keadaan. Misalnya di Distrik Mainpuri, Uttar Pradesh. Permusuhan
antara kelompok Yadav dengan kaum Thakur berkembang menjadi
pembakaran kampung dan saling bunuh. Tokoh yang terlibat
kemudian menjadi buron baik oleh seterunya maupun petugas hukum.
Dan mereka hanya menemukan suaka di Lembah Chambal.
Sushil J. Silvano adalah seorang wartawan India yang pernah
memasuki lembah itu. Melalui cara yang berliku-liku, ia diterima
"beraudiensi" oleh 'Baba' Mustaqeem, bandit nomor dua terkemuka
setelah Malkhan Singh Mustaqeem ikut membantu Phoolan Devi dalam
pembantaian di Behmai.
Ketika Sushil bertanya mengapa gerombolan itu seenaknya
melakukan kejaatan, Mustaqeem berhenti membela kumisnya
dengan-laras sten gun. "Anda sangka kami menyukai pekerjaan
ini?" desisnya. "Anda sangka kami membunuh orang sebagai suatu
kesenangan? Tuhan tahu kami sesungguhnya tidak ingin menyakiti
siapa pun."
"Kalian bersumpah dengan nama Tuhan," kata Sushil, "sementara
membuat para wanita menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim.
Kalian sesungguhnya pengecut."
"Saheb," balas Mustaqeem tajam, "andalah seorang pengecut. Anda
tidak mempunyai keberanian memberontak. Tidak pernahkah anda
ditindas dalam hidup ini?"
Mustaqeem sendiri menemukan ke matiannya, 4 Maret 1981. Hari itu
patroli polisi yang dipimpin Subinspektur Hari Ram Pal dari
Derapur memergoki dua orang yang dicurigai di sekitar Desa
Dustampur. Ketika diperintahkan berhenti, keduanya malah kabur.
SEBUAH patroli lain dipimpin Zahirul Hasan dari pos
Derapurthana tiba, di daerah itu. Seorang penduduk sempat
menandai salah seorang yang dicurigai itu sebagai Mustaqeem.
Mereka beramai-ramai ikut mengepung. Agaknya masing-masing
dibayangi oleh hadiah uang 10 ribu rupi -- yang dijanjikan bagi
yang berhasil menangkap itu benggolan .
Tembak-menembak berlangsung setengah jam. Dan kedua buron itu
tewas. Salah seorang memang Mustaqeem. Di dekat mayat mereka
tergeletak dua pucuk pistol. Satu kaliber 9 mm kualitas impor,
lainnya bikinan sendiri.
Menurut Vijai Nath Singh, pengawas tinggi senior pada
kepolisian Kanpur yang memimpin operasi mengejar Mustaqeem,
bandit itu terlibat 72 kejahatan. Meliputi pembunuhan,
penculikan, perampokan dan penghadangan di jalan raya.
Bandit wanita dari Chambal tak kalah buasnya dari para bajingan
pria. Selain Phoolan Devi, terdapat sejumlah nama yang
menghantui daerah itu. Misalnya Bijli, Sheila Rani, Renuka Devi,
Ramesh Devi, Begum Basheera, Haseena, Janakshree, Kuntala,
Kapoori, Meera Devi. Yang Hindu, yang Islam campur-baur.
Kadang-kadang kisah mereka tak urung mengundang rasa haru.
Misalnya Haseena, yang lahir di Bada Gaon, Tikamgarh, 1952.
Ayahnya meninggal tatkala si gadis masih orok. Ia dibesarkan
abangnya, Daam Khan, yang menikahkan gadis itu pada usia 14
tahun dengan Babu Khan. Perkawinan ini retak.
Haseena terpikat seorang lelaki kekar bernama Khilawan. Ia tak
tahu Khilawan seorang pemimpin gang di wilayah itu. Haseena
akhirnya ikut dalam pelbagai operasi.
Pada 27 Mei 1977, gerombolan Khilawan dikepung polisi Uttar
Pradesh dan Madhya Pradesh bersama-sama. Haseena ketika itu
hamil enam bulan. Ia memutuskan untuk menyerah.
Sambil berteriak memohon perlindungan atas nyawanya dan bayi
yang dikandungnya, wanita itu mendekati para pengepung. Tapi
polisi tergiur pada hadiah yang dijanjikan untuk setiap penjahat
yang berhasil ditewaskan. Mereka menembak. Bahkan mereka
mengumumkan bahwa Haseena terbunuh setelah pertempuran seru.
Mayat Haseena yang telanjang dipertontonkan di benteng
Tikamgarh, suatu cara yang malah membangkitkan protes
masyarakat.
Mengapa para bandit Chambal tidak pernah berhasil ditumpas?
"Mereka melindungi jejak dengan berbuat dermawan kepada penduduk
setempat," tulis Sushil J. Silvano.
Bagai kisah Robin Hood, para penyamun itu merayah harta orang
kaya dan membagi-bagikannya kepada orang miskin. Mereka
menyumbang untuk gadis-gadis melarat yang bakal menikah, para
janda yang sengsara, dan anak yatim yang terlantar. Tentu saja,
bagian terbesar hasil rampasan dikangkangi sendiri.
Mereka juga membangun jaringan "informan" dan "intelijen" yang
tak kalah ampuh dengan yang di dinas kepolisian. Sebagian hasil
rampasan selalu disisihkan untuk jaringan ini - semacam "dana
informasi" pada polisi.
Sokoguru jaringan ini terdiri dari kaum gembala dan mallah, para
pengayuh perahu yang beroperasi di Sungai-Sungai Yamuna, Betua
dan sungai lain yang berpencaran di sekitar Chambal. Data para
penyeberang sungai selalu diketahui dengan segera. Di daratan,
para gembala dapat menentukan asal-usul seorang pendatang hanya
dari dialek dan cara berbicara - untuk dipertimbangkan sebagai
calon korban.
Kesetiaan anggota jaringan ini tidak perlu disangsikan. Mereka
bisa berbohong kepada polisi, tapi tidak akan kepada para
bandit. Setiap pengkhianatan dihukum dengan cara yang
menggetarkan. Misalnya, ditutuli rokok yang menyala sampai
tarikan napas terakhir.
Di pihak lain, langkah para petugas hukum juga tidak selalu
terpuji. Ketika Phoolan Devi mengamuk di Desa Behmai misalnya,
bukan tak ada penduduk yang datang melapor ke pos polisi
terdekat. Tapi polisi-polisi itu sedang bermain voli. Mereka
baru datang setelah 20 orang tergeletak tanpa nyawa.
Kaum politisi ternyata ikut pula ambil bagian dalam "membina"
para bandit Chambal. Menjelang pemilihan umum, 'kurs' bandit
tertentu biasanya naik.
Ketika Menteri Koperasi Uttar Pradesh, Mulyam Singh Yadav,
berpidato dalam sebuah rapat menjelang pemilu terakhir, ada
hadirin yang terperanjat. Di mimbar ia melihat seorang lelaki
yang beberapa malam lalu merampok rumahnya. Lelaki itu segera
kabur ketika orang mulai ribut.
Masih ada misal lain. Gerombolan yang dipimpin Gautam, Bikram
Singh dan Malkhan Singh, membunuh 14 orang wanita dan anak-anak
kaum Harijan. Sebelum meninggalkan korbannya, para penyamun
memasang slogan-slogan mendukung parpol tertentu !
Sementara itu bukan tak ada para bajingan yang "kembali ke
pangkuan ibu pertiwi". Dalam periode 1960-1976 tercatat 650
bandit menyerah. Banyak di antara mereka berhasil kembali ke
masyarakat. Tapi tak sedikit yang kecewa atas perlakuan
pemerintah, lalu "mudik" ke lembah.
Korban di kalangan petugas hukum menunjukkan pula catatan yang
mengesankan. Selama tahun-tahun terakhir, 69 orang polisi tewas,
330 luka. Di antara yang gugur terdapat Inspektur Mool Chand
dari Bhognipur, pemegang 67 bintang dan tanda jasa. Ia terbunuh
dalam pertempuran melawan gerombolan Phoolan Devi dan Balwa
Gadaria, Februari 1981.
Polisi bagaikan kalap. Apalagi mereka menerima surat Phoolan
yang mengatakan tak akan berhenti membunuh, sebelum polisi
menyerahkan Shree Ram Singh. Orang ini adalah pemimpin kelompok
lain yang dituduh Phoolan membunuh kekasihnya, dengan bantuan
penduduk Behmai, yang sudah dibantainya.
Polisi tersinggung. Tiga ribu polisi dan seribu banpol
dikerahkan menyisir persembunyian Phoolan di hutan seluas 100 km
persegi. Aneh. Bagai tokoh-tokoh sihir dalam film India, Phoolan
lenyap entah ke mana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini