Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketimpangan kapasitas tes antara provinsi yang satu dengan provinsi lain masih menjadi masalah serius dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah meningkatkan kemampuan tes agar sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu orang per seribu pendudukan dalam sepekan.
Sejumlah daerah pun meminta bantuan kepada pemerintah pusat untuk meningkatkan kapasitas tes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Ketimpangan kapasitas tes antarprovinsi menjadi masalah serius dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah meningkatkan kemampuan tes agar sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu orang per seribu penduduk dalam sepekan. Sejumlah daerah pun meminta bantuan kepada pemerintah pusat untuk meningkatkan kapasitas tes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, mengatakan provinsi ini sudah berulang kali meminta bantuan kepada pemerintah pusat untuk menaikkan kapasitas pengetesan. Menurut dia, permintaan itu telah direspons pemerintah pusat dengan pengiriman berbagai bantuan.
Menurut dia, bantuan yang telah diterima adalah mobile laboratorium dan alat tes polymerase chain reaction atau PCR. Namun pemerintah Jawa Barat menilai bantuan ini belum cukup. “Sehingga pemerintah Jawa Barat kembali memohon bantuan alat kepada pemerintah pusat,” kata dia Tempo, kemarin.
Daud mengatakan permintaan ini disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam rapat tim adhoc yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kemarin. “Kami minta itu kit dan alat PCR. Mesin juga kami minta lagi,” kata Daud.
Dalam rapat itu, pemerintah daerah juga meminta Kementerian Kesehatan memberi fasilitas agar bisa mengejar kemampuan pengetesan. Data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat menyebutkan tes PCR di Jawa Barat per kemarin sebanyak 318.789 total spesimen yang ditujukan kepada 147.392 orang.
Menurut Daud, standar minimal untuk Jawa Barat yang berpenduduk hampir 50 juta jiwa adalah melakukan tes terhadap 500 ribu penduduk dalam sepekan. Meski sudah melibatkan 34 laboratorium, pengetesan di Jawa Barat masih mengalami kendala. Terutama, kata dia, faktor luasnya wilayah. “Kemampuan kami lumayan, namun dibagi-bagi ke beberapa daerah,” ujar dia.
Dalam mengatasi masalah ini, kata Daud, Gubernur Ridwan Kamil telah memerintahkan kabupaten dan kota yang memiliki laboratorium dengan sampel yang kurang agar memeriksa sampel dari daerah lain. Saat ini, konsentrasi pemeriksaan diprioritaskan untuk wilayah zona merah Bogor, Depok, Bekasi, dan kawasan Bandung Raya, yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang.
Kemarin, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, mengatakan sudah berusaha agar pengetesan di tujuh provinsi dengan penularan tinggi bisa memenuhi standar. Pemerintah telah memprioritaskan penanganan Covid-19 di delapan provinsi dengan tingkat penularan tinggi yang menyebabkan sejumlah daerahnya masuk zona merah, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Presiden Joko Widodo pun telah menugasi Wakil Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo untuk berfokus menangani Covid-19 di delapan provinsi tersebut. Erick Thohir mengatakan, hingga kemarin, baru DKI Jakarta yang pengetesannya telah memenuhi standar. "Kami terus mengakselerasi tes PCR, yang sekarang ini belum sesuai dengan standar. Baru Jakarta yang sudah melewati standar WHO,” kata Erick.
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan jumlah tes di daerahnya masih jauh dari standar. Ia menyatakan ada kendala pada alat dan sumber daya manusia. “Swab menggunakan dua alat, yaitu TCM (tes cepat molekuler) dan PCR. TCM-nya kehabisan cartridge. Kami ada duitnya, sudah pesan, tapi belum datang-datang. Alat tes PCR juga sudah kami pesan. Kepastiannya besok (hari ini),” kata Idris, kemarin.
Ketua Tim Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi, mengakui jumlah pengetesan di Jawa Timur belum memenuhi standar. Namun ia menilai jumlah pengetesan tidak bisa menjadi patokan karena mesti menempatkan prioritas siapa harus dites.
Joni menyebutkan prioritas orang yang dites adalah mereka yang kontak erat dengan pasien positif, suspek, dan tenaga kesehatan. “Itu yang nomor satu harus dites. Sementara itu, mereka yang positif harus segera dilakukan isolasi,” kata dia.
Laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur menunjukkan, hingga 14 September lalu, provinsi ini baru melakukan pengetesan sebanyak 261.245 dari 40 juta penduduk. Adapun kapasitas pengetesan harian Jawa Timur berkisar 4.000-5.349.
Adapun Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulawesi Selatan, Ridwan Amiruddin, mengatakan tes swab di wilayahnya baru mencapai 0,17 per 1.000 penduduk per pekan. Pemerintah provinsi akan meningkatkannya menjadi 2.000 per hari dari semula 700-1.500 kapasitas uji spesimen per hari. “Kendala kami, karena kasus sempat menurun, pencarian kasus kontak erat menjadi berkurang,” tutur dia.
EGI ADYATAMA | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | NUR HADI (SURABAYA) | ADE RIDWAN (DEPOK) | DIDIT HARIYADI (MAKASSAR) | DIKO OKTARA
2
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo