Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pemerintah DKI Jamin Operasional MRT untuk 30 Tahun

Sehari sebelum jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta berakhir, Djarot Saiful Hidayat mengambil keputusan penting terkait PT MRT Jakarta.

24 Oktober 2017 | 06.18 WIB

Ilustrasi Mass Rapid Transit (MRT). TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Ilustrasi Mass Rapid Transit (MRT). TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sehari sebelum jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta berakhir, Djarot Saiful Hidayat mengambil keputusan penting terkait PT Mass Rapid Transit ( MRT ) Jakarta. Ia menandatangani surat perjanjian guna menjaminan operasional perusahaan plat merah itu untuk 30 tahun ke depan. “Surat perjanjian itu memastikan kami bisa beroperasi terus,” kata Direktur Operasional Manajemen PT MRT Jakarta Agung Wicaksono di kantornya, Rabu, 18 Oktober 2017.

Surat perjanjian penyelenggaraan antara Pemprov DKI dan MRT JAKARTA yang ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, pada 13 Oktober 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dengan adanya surat perjanjian itu, kata Agung, PT MRT diberi wewenang untuk mengelola sarana dan prasarana perkeretaapian umum perkotaan seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan PT MRT Jakarta. “Surat perjanjian ini seharusnya dilakukan lebih awal,” katanya. “Namun karena ingin cepat, kami sudah mendapat izin membangun meski belum ada surat perjanjian.”

Menurut Agung, surat perjanjian ini sangat penting untuk pengelolaan MRT ke depan. Tanpa perjanjian ini, perusahaan tidak bisa menjalin kerjasama bisnis dengan pihak lain. Misalnya saja dalam mengelola spot periklanan dan jaringan telekomunikasi di dalam stasiun MRT.

“Jadi perusahaan tidak harus terus-menerus bergantung pada pemerintah,” katanya. Dalam surat perjanjian itu, Agung menambahkan, diatur secara jelas tentang hak dan kewajiban perusahaan maupun pemerintah.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakan, isi perjanjian antara pemerintah dan PT MRT sebenarnya sama seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2017. “Tapi karena aturan mengharuskan adanya perjanjian kerja sama, ya sudah kami bikin juga,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Keberadaan MRT memiliki sejumlah dasar hukum, salah satunya Peraturan Gubernur Nomor 140 Tahun 2017 tentang penujukan PT MRT Jakarta sebagai operator utama pengelola kawasan transit oriented development (TOD) koridor 1 Lebak Bulus-Bundaran HI. Terbitnya surat perjanjian penyelenggaraan antara pemerintah DKI dengan PT MRT menjadi pelengkap dasar hukum pengoperasian perusahaan itu mulai Maret 2019.

Pekerja menggarap pembangunan proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Dukuh Atas, Jakarta, 13 Oktober 2016. Proses pembangunan Mass Rapid Transit Jakarta atau Angkutan Cepat Terpadu Jakarta pada 2013 lalu. Saat ini sedang dikerjakan jalur Selatan- Utara tahap I yang telah dikerjakan lebih dari 50 persen dan ditargetkan selesai 2019. Tempo/ Aditia Noviansyah

Berdasarkan aturan,  PT MRT nantinya bukan hanya mengelola sistem perkeretaapian perkotaan. Perusahaan ini juga diberi wewenang mengelola kawasan TOD di delapan titik stasiun, yaitu Bundaran HI, Dukuh Atas, Setiabudi, Bendungan Hilir, Istora, Senayan, Blok M, dan Lebak Bulus. Namun yang diprioritaskan adalah Dukuh Atas lantaran terdapat lima moda transportasi yang bersinggungan, yaitu kereta komuter, kereta bandara, light rail transit Jabodebek, LRT Jakarta, dan bus Transjakarta.

Sebagai operator utama pengelola kawasan, kata Agung, PT MRT memiliki kewenangan mengkoordinasikan pemilik lahan atau bangunan dalam perencanaan dan pengembangan kawasan serta mendorong upaya percepatan pembangunan sarana dan prasarana sesuai panduan rancang kota.

MRT juga bertugas mengkoordinasikan pemilik lahan atau bangunan beserta penyewa dalam pengelolaan, pemeliharaan, dan pengawasan, juga memonitor pelaksanaan pengembangan kawasan TOD.

Melalui pergub tersebut, MRT diharapkan dapat  mengusahakan pengembangan fungsi komersial pada lahan pemilik daerah dalam kawasan TOD, dan bangunan-bangunan yang terhubung dengan sistem MRT. Sehingga dapat memberikan nilai tambah dan keuntungan komersil sebagai sumber penerimaan di luar tiket (non fare box).


Ilustrasi Stasiun MRT Lebak Bulus. Dok: PT MRT Jakarta


Persiapan
Direktur Operasional Manajemen PT MRT Jakarta Agung Wicaksono mengatakan kesiapan operasi mass rapid transit Jakarta pada Maret 2019 sudah mencapai 32,14 persen per 19 Oktober 2017.

- Persiapan Institusi
Persiapan prosedur, SOP atau Manual, dan Sistem dalam menyambut kesiapan Operasi di Maret 2019. Persiapan institusi dibantu oleh konsultan OMCJ yang berpengalaman di Jepang dalam mempersiapkan sistem MRT Jakarta.

- Persiapan Sumber Daya Manusia
Dilakukan kerjasama dengan institusi lain yang berpengalaman dalam mempersiapkan SDM MRT Jakarta. Mitra dalam mempersiapkan SDM adalah PT Kereta Api Indonesia, LEN, INKA, MTR Hongkong, Prasarana, dan PLN.

-Persiapan Bisnis
MRT Jakarta berencana mengumpulkan 41 pemilik gedung di sekitar kawasan TOD yang ingin terkoneksi dengan stasiun. Dari 41 pengembang, baru pemilik gedung UoB di Jalan Sudirman yang sudah mendapat izin untuk terkoneksi.

Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus