Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menunda lagi pelaksanaan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Dari wacana melakukan pembatasan mulai Agustus 2024, kemudian mundur September dan kemudian mulai 1 Oktober, tidak jadi dilaksanakan.
Di tengah ketidakpastian tersebut, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Burhanuddin Abdullah, mengatakan bahwa skema subsidi energi di Indonesia selama ini tidak tepat sasaran, dan bisa menghemat anggaran sekitar Rp150-200 triliun jika skema subsidi diubah menjadi BLT atau bantuan langsung tunai.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan masih mendalami mekanisme pembatasan penyaluran BBM subsidi agar lebih tepat sasaran, yang awalnya beleid tersebut direncanakan mulai diterapkan pada 1 Oktober mendatang.
"Sedang didalami untuk melihat seperti apa, tujuan pemerintah kan agar BBM ini diterima oleh yang berhak, sesuai dengan kebutuhannya. Untuk menuju ke sana sedang dicari mekanisme yang pas," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi di Jakarta, Jumat, 27 September 2024.
Ia mengatakan, pendalaman mekanisme pembatasan tersebut dilakukan supaya pada saat proses penyaluran BBM bersubsidi benar-benar terdistribusi kepada masyarakat yang berhak. "Biar pendistribusiannya rapi di lapangan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan apabila pembahasan terkait mekanisme penyaluran BBM subsidi tersebut telah selesai, pihaknya bisa menerapkan kebijakan tersebut di masa pemerintahan yang sedang berjalan.
Sebelumnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pengetatan bahan bakar minyak (BBM) subsidi supaya lebih tepat sasaran yang direncanakan mulai diterapkan pada 1 Oktober, belum siap.
Ia mengatakan, pemerintah saat ini masih membahas terkait aturan pengetatan tersebut agar lebih tepat sasaran, dan mencerminkan keadilan.
"Masih dibahas agar betul-betul aturan yang dikeluarkan itu mencerminkan keadilan. Apa yang saya maksudkan keadilan? Targetnya adalah bagaimana subsidi yang diturunkan BBM itu tepat sasaran. Jangan sampai tidak tepat sasaran," kata Bahlil seperti dikutip Antara.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa aturan tersebut awalnya dijadwalkan dapat diimplementasikan pada 17 Agustus 2024. Namun terpaksa mundur lantaran masih proses finalisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Subsidi BBM Diganti BLT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Burhanuddin Abdullah, mengatakan subsidi BBM yang diberikan dalam BLT lebih tepat sasaran dan bisa menghemat APBN sampai Rp200 triliun sebulan.
Namun ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai wacana subsidi BBM, listrik, hingga LPG menjadi model bantuan langsung tunai (BLT) di pemerintahan Prabowo-Gibran penuh risiko. Ia menilai akurasi data penerima jadi salah satu tantangan terberat dari model BLT.
“Potensi fraud atau penyelewengan cukup tinggi jika data penerima bantuan tidak diperbaharui dan diverifikasi secara berkala,” kata Achmad kepada Tempo, Jumat, 27 September 2024 lalu.
Achmad berpendapat estimasi penghematan harus didukung perhitungan yang jelas terkait efisiensi administrasi dan efektivitas distribusi BLT. Selain itu, klaim penghematan anggaran hingga Rp 200 triliun menurutnya masih perlu kajian yang mendalam.
“Data penerima BLT harus menggunakan data yang valid dan terverifikasi, seperti DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dari Kementerian Sosial,” kata Achmad.
Achmad menambahkan, proses validasi dan pembaruan data itu kerap menghadapi masalah. Terutama karena keterbatasan kapasitas daerah, keterlambatan pemutakhiran data, hingga potensi manipulasi oknum di lapangan.
Ia mengingatkan bahwa subsidi BBM dan LPG selama ini memiliki dampak langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Sehingga, penting untuk memastikan bahwa jumlah BLT yang diterima masyarakat mampu menutupi kenaikan harga yang terjadi akibat pengurangan subsidi energi.
Terakhir, ia mengungkapkan bahwa program BLT perlu sistem distribusi yang andal, transparan, dan mudah diakses. “Potensi kendala teknis seperti akses terhadap perbankan dan teknologi, terutama di wilayah terpencil, perlu diantisipasi,” pesannya.
Tempo telah mencoba menghubungi Burhanuddin Abdullah pada Sabtu, 28 September dan Senin, 30 September 2024 untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai paparannya seputar ide perubahan subsidi energi menjadi BLT. Namun, hingga tulisan ini tayang ia belum memberikan respons.