Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sejumlah pesantren menjadi penyedia makanan proyek makan bergizi gratis.
Pengusaha seperti Wong Solo Group mengucurkan modal besar untuk dapur makan bergizi gratis.
Kasus keracunan terjadi karena prosedur operasi standar proyek ini belum andal.
ROMBONGAN petani sayur tiba di Koperasi Pondok Pesantren Al Ittifaq (Alif) di Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu sore, 29 Januari 2025. Di tengah hujan dan kabut tebal, mereka memanggul hasil panen seperti sawi putih, wortel, lobak merah, terung, dan daun bawang. Sayur mayur itu disimpan di ruang pengemasan berukuran 8 x 8 meter. “Kami menjadi salah satu pemasok dapur makan bergizi gratis,” kata Direktur Alif Learning Center Irvan Sadikin kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koperasi Alif didirikan oleh para pemimpin Pesantren Al Ittifaq pada 1997. Koperasi ini menjembatani petani pemasok sayur dan buah dengan pasar modern, pasar tradisional, dan konsumen lain. Menurut Irvan, 92 persen anggota koperasi pesantren itu adalah petani yang tinggal di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Cianjur. Mereka mengelola lahan seluas 132 hektare. Pesantren Al Ittifaq juga memiliki 11 hektare lahan pertanian di sekitar pondok. “Ada 100 jenis sayur dan buah yang dihasilkan dengan hasil panen harian rata-rata 6,7 ton,” ujar Irvan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesantren Al Ittifaq, yang didirikan Kiai Manshur pada 1 Februari 1934, sudah bertransformasi menjadi pesantren modern. Pengelolanya kini adalah Kiai Dandan Mudawarul Falah, generasi ketiga dari pendiri. Para pemimpin pondok ini ternyata memiliki hubungan dekat dengan pemerintah. Ketika menjabat, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin serta beberapa menteri pernah datang ke sana. Terakhir, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi berkunjung pada 13 November 2024.
Petani sayur membawa sawi putih hasil panen untuk disetor ke Koperasi Alif di Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 29 Januari 2025. Tempo/Prima Mulia
Setelah kunjungan Budi, Kementerian Koperasi menyarankan Koperasi Alif mengurus izin sebagai pemasok proyek makan bergizi gratis (MBG) ke Badan Gizi Nasional sekaligus untuk mendirikan dapur MBG atau satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Setelah itu, Irvan menjelaskan, Koperasi Alif membuat dua dapur, yaitu di area pondok pesantren dan di daerah Pacet, Kabupaten Bandung, dengan modal Rp 1,9 miliar. Dapur ini melayani kebutuhan sekitar 3.000 siswa penerima MBG.
Koperasi Alif adalah satu dari tiga koperasi percontohan pemasok proyek MBG. Dua koperasi lain yang ditunjuk adalah Koperasi Konsumen Serikat Bisnis Pesantren Lampung SKD di Lampung serta Koperasi Peternakan dan Pemerahan Air Susu Sapi Rakyat Sae Pujon di Malang, Jawa Timur.
Tak hanya menunjuk koperasi, pemerintah juga menggandeng pengusaha sebagai pemasok makanan program tersebut. Salah satunya Wong Solo Group, pemilik jejaring restoran Wong Solo. Puspo Wardoyo, pendiri Wong Solo Group, mengutarakan niat terlibat dalam proyek MBG kepada Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana. Badan Gizi kemudian mengundang Puspo dalam studi banding pembuatan dapur SPPG di Hambalang, Bogor, Jawa Barat; dan Boyolali, Jawa Tengah.
Puspo kemudian membangun SPPG Gagaksipat di Kecamatan Ngemplak, Boyolali. Untuk membangun dua dapur SPPG, Wong Solo Group mengeluarkan duit Rp 1,2 miliar dan membeli peralatan senilai Rp 2,7 miliar. "Ada juga empat mobil pengantar, total modalnya Rp 3,2 miliar,” tutur Puspo. SPPG Wong Solo, yang mempekerjakan 300 orang, memiliki kapasitas produksi 12 ribu porsi makanan per hari. Puspo menerangkan, perusahaannya sedang membangun satu dapur lagi di daerah Gentan, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang bakal rampung dalam dua bulan ke depan. Biaya operasional per dapur mencapai Rp 250 juta sehari.
Berdasarkan data Badan Gizi Nasional, pada awal Januari 2025, ada 13 ribu perusahaan yang telah mendaftarkan diri menjadi mitra SPPG. Proyek MBG yang berjalan sejak 6 Januari 2025 disokong oleh 238 SPPG yang bisa melayani 3 juta siswa di 26 provinsi. Selain pihak swasta, Badan Gizi dan satuan militer membangun SPPG di sejumlah daerah.
•••
PULUHAN siswa Sekolah Dasar Negeri Dukuh 03 Sukoharjo merasa mual dan pusing setelah menyantap menu makan bergizi gratis pada Kamis, 16 Januari 2025. Para siswa menerima paket menu pada pukul 09.00 WIB berupa nasi, cah wortel tahu, ayam goreng tepung, buah, dan susu.
Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat Sukoharjo Kota Kunari Mahanani mengatakan puskesmasnya menangani 50 siswa yang mengalami gejala keracunan. Dia menduga musibah ini dipicu makanan yang kurang matang atau penggunaan bahan baku berkualitas rendah. Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyatakan telah memberikan arahan dan evaluasi terhadap SPPG Sukoharjo agar kejadian semacam ini tak terulang. “Ini murni kesalahan teknis, tidak ada kesengajaan,” ucapnya.
Pakar ilmu teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor, Nuri Andarwulan, mengatakan pengelola makan bergizi gratis harus menerapkan prosedur operasi standar (SOP) yang jelas dan ketat dari pengambilan dan penyimpanan bahan baku, pemasakan, pengemasan, hingga pengantaran makanan. “Cara mengolah makanan katering yang baik harus diterapkan untuk mencegah kejadian luar biasa seperti keracunan,” ujarnya.
Petugas menata menu makanan yang akan didistribusikan pada pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, 6 Januari 2025. Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan musibah keracunan di Sukoharjo menjadi evaluasi penting bagi Badan Gizi Nasional sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan MBG. “SOP pelaksanaan harus diperketat," katanya.
Ekonom Center of Economic and Law Studies Nailul Huda mengatakan pelaksanaan MBG pada 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto masih jauh dari sempurna. Selain kontrolnya masih lemah, kualitas makanan yang disajikan perlu ditingkatkan. “Jangan lupa, ini bukan hanya ‘makan gratis’, tapi ‘makan bergizi’,” ujar Nailul, yang juga menyoroti besarnya anggaran proyek tersebut.
Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan memberi catatan tentang risiko anggaran untuk keberlanjutan program MBG. Dia juga menyoroti masalah pengelolaan sisa makanan serta keberagaman bahan pangan yang bisa terancam jika tidak ada koordinasi menu dan perencanaan yang jelas di setiap wilayah. "Yang dikhawatirkan terjadi adalah kelangkaan bahan pangan dan kenaikan harga sehingga memicu inflasi."
Sedangkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Usaha Mikro-Kecil-Menengah Indonesia Edy Misero menyoroti syarat modal hingga miliaran rupiah yang memberatkan pengusaha kecil jika mereka ingin terlibat sebagai mitra MBG. Padahal Presiden Prabowo berjanji bahwa program ini akan melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sehingga memperkuat perekonomian masyarakat. “Belum ada yang terlibat karena butuh modal besar. Syaratnya juga berat dan prosesnya panjang,” tuturnya.
Karena itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis Suroto melihat proyek MBG hanya berpihak pada pelaku usaha bermodal besar. Seharusnya, dia menjelaskan, MBG menjadi contoh praktik ekonomi gotong-royong, bukan ajang berebut proyek para makelar dan "orang dekat" pemerintah. “Jangan membuat UMKM dan masyarakat kecil hanya menjadi penonton.”
Ihwal modal, ada solusi yang ditawarkan Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengusulkan calon mitra MBG bisa mendapatkan akses pinjaman lunak hingga Rp 500 juta. “Modal awal usaha bisa dicairkan melalui surat penunjukan atau dokumen serupa yang dikeluarkan Badan Gizi Nasional,” katanya. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Modal Besar Makan Gratis