Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden Joko Widodo melantik lima wakil menteri kemarin.
Pengamat menilai birokrasi yang kian gemuk dapat memperlambat pengambilan keputusan.
Jokowi hanya punya 3 wakil menteri saat awal membentuk kabinet pada 2014.
JAKARTA – Penambahan tiga posisi wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Maju dikritik para pengamat politik dan ekonomi. Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai postur kabinet kian gemuk setelah kocok ulang.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo masih tersandera oleh kepentingan partai politik pengusung, sehingga harus membagi dua jabatan di berbagai kementerian. “Pemberian posisi setelah pemenangan wajar. Tapi akomodasi politik sebaiknya tak berlebihan,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Dengan penambahan jumlah pejabat, dia melanjutkan, kecepatan pengambilan kebijakan berpotensi menurun karena harus melalui wakil menteri sebelum diputuskan oleh menteri. Adanya “panglima kedua” di kementerian pun dikhawatirkan bakal mengusik tim teknis kebijakan, seperti deputi, direktur jenderal, ataupun staf khusus. “Publik pun jadi berpikir, apa pemerintah khawatir bakal susah menembus parlemen bila keinginan partai tak dipenuhi?” ia menuturkan.
Presiden Joko Widodo kemarin melantik lima wakil menteri Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Wakil Menteri Pertahanan dijabat Muhammad Herindra, menggantikan Sakti Wahyu Trenggono yang didapuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sedangkan kursi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara yang ditinggal Budi Gunadi Sadikin diberikan kepada Pahala Mansury.
Tiga jabatan wakil menteri baru menyebar di Kementerian Kesehatan yang diisi oleh Dante Saksono Harbuwono, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang ditempati oleh Edward Omar Sharif Hiariej, serta Kementerian Pertanian yang dijabat oleh Harfiq Hasnul Qolbi. Nama baru ini melengkapi 12 wakil menteri yang ditunjuk pada awal pemerintahan periode kedua Jokowi. Jumlah tersebut melonjak dari kabinet periode pertama Jokowi yang hanya memiliki tiga wakil menteri di Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menganggap wajar hujan kritik terhadap banyaknya jabatan wakil menteri. “Kinerja beberapa kementerian tak membaik meski diberi wakil menteri,” ujarnya. Adi mencontohkan Kementerian BUMN yang memiliki dua wakil menteri, yang masih kesulitan mengatasi beban utang korporasi pelat merah. Orang kedua di Kementerian Pariwisata pun belum banyak membantu penyelamatan sektor pariwisata dari dampak pandemi Covid-19.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, yakin pemerintah sedang menebar posisi strategis kepada para profesional keuangan. Budi Gunadi, yang pernah memimpin PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada 2013-2016, serta Pahala Mansury, yang baru meninggalkan PT Bank BTN (Persero) Tbk, menjadi contohnya. “Dengan menunjuk bankir, pemerintah berupaya mencari pendanaan kreatif selama masa pandemi,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YOHANES PASKALIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo