Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penarik Gerobak Atau Pandawa Dadu?

Sebuah foto di buku Oei Hong Djien agak mencurigakan. Hendra dipotret di penjara Kebon Waru berlatar belakang lukisan Penarik Gerobak. Padahal foto milik keluarga memperlihatkan Hendra di depan lukisan Pandawa Dadu.

25 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kala membuka halaman 149 buku Lima Maestro Seni Rupa Modern Indonesia. Wajah kurusnya berubah serius. Dahinya berkerut. Mata putra nomor dua pelukis Hendra Gunawan dari istri pertama, Karmini, itu menatap tajam foto hitam-putih yang tercetak di bagian bawah kanan halaman buku karya Oei Hong Djien tersebut.

Pada foto tersebut tampak potret ayahnya, Hendra Gunawan, berbaju batik dan bercelana panjang warna gelap sedang duduk santai di lantai ubin. Tubuhnya bertumpu ke tangan kanan dengan kaki kanan terlipat ke dalam. Tangan kirinya berpangku di lutut kaki kiri yang dilipat ke atas. Sepasang sandalnya tergeletak di depannya.

Di belakang Hendra, terlihat patung kecil berderet pada meja berkaki pendek yang menempel di dinding. Di atas deretan patung itu terdapat sebuah lukisan berukuran jumbo, 200 x 350 sentimeter, berjudul Penarik Gerobak.

Lukisan itu menggambarkan penarik gerobak yang sedang berdiri ngobrol dengan seorang pria. Gerobaknya penuh hasil panen padi. Di sekitarnya tergambar belasan pria, wanita, dan anak-anak yang juga sedang bercengkerama dengan santai. Juga tampak dua pria asyik duduk mengisap rokok.

Dalam buku terbitan Museum OHD pada 2012 itu, Oei Hong Djien (OHD) menyatakan Penarik Gerobak dilukis Hendra pada 1980. OHD menulis bahwa dalam lukisan tersebut figur Hendra ikut hadir pada sosok pria yang sedang menyulut rokok. "Tampak kemiripan wajahnya dengan foto hitam-putih di mana Hendra sedang bersila di bawah lukisan tersebut," tulis kolektor ternama asal Magelang itu. "Hendra suka menempatkan figurnya di antara gerombolan orang yang ia lukis."

Tapi keluarga Hendra justru ragu. Mereka tak pernah melihat Hendra Gunawan melukis Penarik Gerobak di penjara. "Semestinya bukan lukisan itu yang berada di foto Bapak ini," ujar Rosa, telunjuk kurusnya menunjuk lukisan Penarik Gerobak yang menjadi latar belakang foto ayahnya di buku tersebut.

Setelah mengamati, Rosa berdiri dan bergegas masuk ke kamar. Beberapa menit kemudian, ia keluar sambil membawa selembar foto berwarna sephia dan menyodorkannya kepada Tempo. Menurut dia, foto di tangannya itu repro dari foto asli Hendra yang sebelumnya ia pinjam dari Nuraini, istri kedua Hendra Gunawan sekaligus ibu tiri Rosa.

Kedua foto itu sama persis, kecuali lukisan yang berada di belakang Hendra. Pada foto yang disodorkan Rosa, lukisan yang menjadi latar belakang Hendra saat dipotret adalah lukisan cat minyak pada kanvas berukuran 146,5 x 294 cm berjudul Pandawa Dadu. Foto itu juga lebih panjang dan lengkap dibandingkan dengan yang ada di dalam buku. Tampak sebuah lukisan lain berukuran lebih kecil tertempel di dinding, tepat di sebelah kiri Pandawa Dadu. Di bawahnya berjejer tujuh wayang golek.

Rosa mengaku masih ingat foto Hendra berlatar Pandawa Dadu itu dijepret di sebuah ruangan art shop di penjara Kebon Waru, Bandung. Ketika menjadi tahanan, Hendra pernah meminta izin untuk membuat art shop di penjara, dan diizinkan. Ruangan khusus itu memajang karya-karya Hendra beserta muridnya.

"Foto itu diambil di ruangan art shop penjara Kebon Waru. Itu adalah wayang, patung, dan topeng buatan anak didik Bapak," ujar Rosa, menunjuk deretan patung dan wayang golek di belakang Hendra.

Dihubungi secara terpisah, Nuraini dan Dadang Nurhendra Gilang Bagja, 40 tahun, anak bungsu Hendra, juga ragu terhadap foto Hendra berlatar lukisan Penarik Gerobak di buku Lima Maestro karya OHD.

OHD menyatakan Penarik Gerobak dilukis pada 1980. Artinya, foto itu diambil pada 1980 atau setelahnya. Dan itu tak mungkin karena pada 1978 Hendra telah dibebaskan dari Kebon Waru. "Pada 1980, Hendra malah sudah tinggal di Bali," kata Nuraini.

Pandawa Dadu dilukis Hendra pada 1973 di Kebon Waru, Bandung. Lukisan itu menggambarkan tingkah para Kaurawa setelah memenangi perjudian dengan Pandawa. Tampak Dewi Drupadi dikelilingi para Kaurawa yang tertawa terbahak dengan muka merah dan mata melotot berupaya menelanjanginya.

Setelah keluar dari penjara, Hendra memajang Pandawa Dadu dalam pameran lukisannya di Taman Ismail Marzuki mulai awal hingga pertengahan Juli 1979. Kala itu, kepada wartawan Tempo, Hendra menyatakan lukisan tersebut terinspirasi oleh komik Mahabharata, yang menceritakan tentang Pandawa yang kalah bermain judi dengan Kaurawa. Akibatnya, Dewi Drupadi, yang ikut dipertaruhkan, dilecehkan oleh Kaurawa.

Dalam Pandawa Dadu, kenakalan Hendra tampak pada pelukisan Dewi Drupadi yang setengah telanjang, meski dalam pakem cerita pewayangan sebenarnya Kaurawa tak berhasil menelanjanginya karena pertolongan dewa. "Itu karena kekurangajaran pelukisnya saja," kata Hendra di majalah Tempo edisi 14 Juli 1979.

1 1 1

Hari menjelang petang ketika dua pria bertandang ke rumah kontrakan Rosa Vistara di Pasirkaliki, Bandung, pertengahan Mei tahun lalu. Tamu pertama berpostur pendek, agak gemuk, dan berkulit gelap. Sedangkan rekannya berperawakan lebih tinggi, berkulit putih, dan berkepala plontos.

Kepada Rosa, mereka mengaku datang sebagai utusan salah satu kolektor terkenal dari Magelang. "Katanya sedang mengumpulkan bahan pembuatan buku tentang Hendra Gunawan," ujar Rosa.

Kedua tamu itu memberikan beberapa lembar kertas kuesioner berisi belasan pertanyaan seputar Hendra Gunawan. Bahkan mereka sempat mewawancarai Rosa untuk melengkapi jawaban Rosa. Bukan hanya itu, mereka juga meminjam foto-foto Hendra yang dimiliki Rosa.

Untuk lebih meyakinkan Rosa, tamu berkepala plontos itu menunjukkan foto makam Hendra di Purwakarta, Jawa Tengah. Percaya pada keseriusan tamunya, Rosa lantas meminjamkan lima foto Hendra. Semuanya foto lama, berwarna hitam-putih, yang diambil saat bapaknya dalam penjara.

Namun, hingga berbilang pekan, mereka berdua tak kunjung datang mengembalikan. Setelah beberapa kali ditagih, hampir sebulan kemudian mereka baru mengembalikannya.

Tapi tak semua kembali. Satu foto bergambar Hendra yang sedang duduk membelakangi lukisan berjudul Pandawa Dadu tak dipulangkan hingga sekarang. Beruntung, sekitar 14 tahun lalu, Rosa telah menggandakan foto-foto Hendra. "Sudah saya repro pada 1998," katanya.

1 1 1

Kini, setelah lebih setahun sejak foto Hendra bersama Pandawa Dadu dipinjam, sebuah foto serupa muncul di buku Lima Maestro Seni Rupa Modern Indonesia. Namun latar belakangnya bukan lukisan Pandawa Dadu, melainkan lukisan Penarik Gerobak.

Alhasil, Rosa yakin bahwa foto bapaknya di buku OHD itu adalah hasil montase. Montase itu menghilangkan Pandawa Dadu, yang semestinya berada di belakang Hendra, dan menggantinya dengan Penarik Gerobak. Cara itu memang mungkin dilakukan dengan memanfaatkan teknologi pengedit foto pada komputer.

Rosa mengatakan besar kemungkinan pelakunya adalah dua tamu yang pernah datang dan meminjam foto Hendra pada Mei tahun lalu itu. Dia menduga mereka adalah dealer lukisan yang memasok lukisan kepada para kolektor. Montase foto Hendra mereka lakukan untuk melancarkan penjualan sekaligus meyakinkan calon pembeli bahwa lukisan Penarik Gerobak itu karya asli Hendra. Entah bagaimana, akhirnya lukisan dan foto tersebut jatuh ke tangan OHD. Lukisannya dipajang di museum dan fotonya dicetak di bukunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus