Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Berbagai situs dan aplikasi pemantau kualitas udara menyatakan bahwa udara Jakarta tidak sehat beberapa waktu belakangan.
Pencemaran udara tak hanya mengancam saluran pernapasan, tapi juga kesehatan kulit.
Dokter spesialis kulit menyarankan pemakaian sunscreen untuk menangkal kerusakan kulit.
Benjamin, turis asal Singapura, asyik memandangi kepadatan lalu lintas di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, pada Rabu, 2 Agustus 2023. Masker hitam menutupi wajahnya. Sesekali, ia mengeluarkan telepon seluler untuk mengabadikan mobil yang berseliweran, juga langit Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari bersinar hangat pada sekitar pukul 15.00 itu. Beberapa gedung terlihat terselimuti kabut tipis. Bukan awan mendung, melainkan polusi. “Saya baru tiba kemarin. Hari ini saya lihat kualitas udara tidak cukup baik di sini. Mungkin sama dengan Bangkok atau Kuala Lumpur. Di Singapura bahkan terlihat lebih baik,” ujar warga Kanada yang bekerja di Singapura itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Udara Jakarta sedang tidak baik-baik saja. Setidaknya demikian menurut berbagai situs dan aplikasi pemantau kualitas udara. Hingga kemarin, Kamis, 3 Agustus 2023, IQ Air mencatat kualitas udara Jakarta masuk kategori "Tidak Sehat". Status itu ditandai dengan warna merah dengan polutan utama PM 2,5 sebesar 14,9 kali lebih tinggi dari batas aman versi Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Gedung bertingkat terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, 25 Juli 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Menurut sejumlah aplikasi, kondisi ini telah berlangsung lebih dari seminggu. Kualitas udara di DKI Jakarta bahkan pernah menempati peringkat satu terburuk di dunia dengan level indeks udara 163 pada Jumat, 28 Juli 2023.
Nafas Indonesia, satu platform pengukur kualitas udara, menyatakan bahwa, pada Rabu, 2 Agustus 2023, udara Jakarta di sejumlah titik terpantau didominasi oleh warga merah yang berarti tidak sehat. Status terbanyak kedua adalah oranye, yang berarti tidak sehat bagi kelompok rentan. Piotr Jakubowski, pendiri Nafas Indonesia, mengatakan bahwa kondisi indeks kualitas udara Jakarta selama pertengahan 2023 terus menunjukkan kondisi berbahaya, tak hanya bagi kelompok rentan, tapi juga bagi masyarakat umum.
Tingginya tingkat polusi udara di Jakarta menyebabkan gangguan kesehatan, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kanker paru-paru, dan penyakit pernapasan lain. Yang tak banyak orang tahu, pencemaran udara juga dapat mendatangkan permasalahan bagi kulit, seperti penuaan dini, kemunculan flek-flek hitam, hingga kanker kulit.
Menangkal Dampak Polusi Udara
Dokter spesialis kulit dan kelamin Dhelya Widasmara mengatakan bahwa paparan polusi udara yang terus-menerus di jalanan membuat kulit lebih cepat menua. Hal ini disebabkan terhambatnya produksi kolagen. “Tubuh butuh kolagen untuk hidrasi dan memperkuat struktur kulit. Kalau polusi banyak, kolagen kalah bersaing,” ujarnya. Dampak penuaan dini dapat diperparah dengan kemunculan flek hitam yang sifatnya permanen.
Dhelya mengatakan, ada tiga tahap perawatan kulit yang wajib kita jalankan setiap hari untuk kulit yang terpapar polusi. Pertama, mencuci muka dengan sabun pencuci wajah, lalu membalurkan krim pelembap. Terakhir, mengaplikasikan tabir surya.
Dari tiga prosedur wajib tersebut, ada satu hal yang perlu dijalankan dengan frekuensi jamak, yaitu penggunaan tabir surya. "Sunscreen wajib di-reapply—diaplikasikan berulang—setiap tiga jam untuk mendapat perlindungan maksimal," kata Dhelya. Para pakar kesehatan kulit meyakini bahwa tabir surya, baik berbentuk krim maupun spray, tak hanya melindungi kulit dari sinar ultraviolet, tapi juga polusi udara. Wabilkhusus, sunscreen yang khusus tabir surya dengan kandungan antioksidan.
Warga melihat gedung bertingkat yang samar karena polusi udara di Jakarta, 25 Juli 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Nafas Indonesia mengumpulkan data pencemaran udara dan menemukan paparan polusi juga terdapat dalam ruangan, seperti apartemen, mal, dan sekolah-sekolah. Polusi dalam ruangan ini, kata Piotr Jakubowski, sama bahayanya dengan yang di luar ruangan.
Dari hasil pantauan Nafas Indonesia, Jakubowski mengatakan bahwa paparan PM2,5 di luar ruangan bisa sama kadarnya dengan dalam ruangan ber-AC di lokasi tersebut. “Karena PM 2,5 merupakan partikulat kecil. Selain lewat pintu yang dibuka, polusi bahkan dapat masuk lewat celah atau retakan kecil,” ujarnya. Dalam kondisi seperti itu, dia menyarankan warga Jakarta menggunakan pembersih udara, seperti Hepa filter. Selain menjaga saluran pernapasan, filtrasi membantu kulit melawan zat pencemar udara di dalam ruangan.
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo