SEBELUM beraksi, pencuri itu mengirim sepucuk surat kepada calon korban. Bunyinya kira-kira: "Saya butuh uang. Karena itu, sapi sampeyan saya ambil, untuk ongkos transmigrasi. Tertanda: Musanip." Marsimin, yang menerima surat tadi dari seorang pengemudi becak, Ansor, segera siap-siap. Dan malam itu, satu dari dua ekor sapinya ternyata memang lenyap. Marsimin -yang tinggal di Desa Kembirit, 25 km sebelah barat Kota Banyuwangi, Jawa Timur - segera mengontak polisi. Tanpa susah-susah pula Musanip, 27, yang sudah menunjukkan identitas dirinya lewat surat, ditangkap akhir Januari silam. Medio Maret lalu ia diadili di Pengadilan Negeri Banyuwangi. Untuk Musanip, hakim memutuskan hukuman 45 hari - klop dengan masa penahanannya. Ansor, yang mengaku mendapat upah Rp 1.000 dari Musanip, dan tak tahu bahwa surat yang disampaikan itu pemberitahuan tentang akan terjadinya pencurian, divonis sama. "Kalau saya tahu itu surat untuk mencuri sapi, mana mau saya disuruh?" ucap Ansor. Sedangkan Musanip, yang memang berniat pergi bertransmigrasi ke Kalimantan, merasa dirinya tidak bersalah. "Saya tidak mencuri. Saya bukan maling," katanya. Menurut dia, beberapa waktu yang lalu Marsimin berutang Rp 200 ribu kepadanya. Setiap ditagih, Marsimin selalu saja menghindar. Padahal, usaha Musanip sebagai makelar sepeda motor belakangan seret. Akibatnya, ia jengkel dan menagih dengan cara mengambil sapi Marsimin. Sial, memang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini