Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penelitian LIPI: Konten Lokal Animasi Masih Belum Digarap Serius

Peneliti P2K LIPI Fadjar Ibnu Thufail mendapati riset pengembangan konten belum dilakukan secara terstruktur oleh para kreator animasi di Indonesia.

11 Desember 2020 | 18.59 WIB

Serial animasi Petualangan Didi dan Hatsu. Foto: Youtube Daihatsu
Perbesar
Serial animasi Petualangan Didi dan Hatsu. Foto: Youtube Daihatsu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Kewilayahan (P2K) telah melakukan penelitian yang mengungkap bahwa meskipun banyak ekosistem animasi di Indonesia, pengembangan konten lokal masih belum digarap secara serius.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Studi itu diungkapkan dalam webinar berjudul “Animasi di Indonesia: Jaringan Sosial dan Pengembangan Konten Lokal”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam acara webinar itu, peneliti P2K LIPI Fadjar Ibnu Thufail mendapati riset pengembangan konten belum dilakukan secara terstruktur oleh para kreator animasi di Indonesia.

“Memang melakukan riset, tapi itu karena memiliki latar belakang di bidangnya, seperti antropologi, demikian juga dari animator yang memiliki pengalaman riset yang sudah dilakukan sebelumnya,” ujar dia, Jumat, 11 Desember 2020.

Penelitian dilakukan dalam waktu sembilan pekan, yaitu 14 September-11 Desember 2020, dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) sebanyak 12 kali pertemuan dengan 25 narasumber. Metode penelitian dilakukan dengan wawancara kualitatif secara online.

Narasumber termasuk empat orang perempuan, masing-masing dua orang yang mengerti di bidang industri animasi dan dua orang lagi bidang pendidikan. Juga ada 21 orang laki-laki yang sebagian besar memiliki pengalaman di dunia animasi.

Masalah lainnya adalah tidak tersedianya akses terhadap data primer yang bisa menjadi rujukan di Indonesia. “Banyak sekali cerita, tapi sebagian besar pengembangan animasi itu kesulitan memiliki sumber,” tutur Fadjar.

Selain itu, hasil studi itu menyebutkan bahwa dalam aktivitas riset terhadap produksi animasi, seperti riset pasar belum dilakukan secara terstruktur dengan metode terstandar. Sebagian masih belum mengetahui harus bekerja sama dengan stakeholder mana untuk mengembangkan konten animasi.

“Masalah ini baik dari aspek cerita maupuan visualisasi. Jadi kolaborasinya belum terbentuk baik, ini kenyataan yang memang terjadi,” kata dia.

Fadjar mengatakan satu hal yang penting dari kolaborasi dan produksi adalah pendanaan. Menurutnya, stakeholder yang memiliki akses pendanaan memiliki kontribusi kuat dalam penguatan pengembangan konten yang menarik bagi peneliti.

“Jadi belum ada keterbukaan untuk memberikan ruang lebih luas untuk konten eksperimental. Sehingga keterampilan pelaku animasi dalam membuat proposal pengajuan dana serta menyusun laporan masih belum terstandar,” ujarnya menambahkan.

Tim peneliti juga mengamati keberanian untuk mengkreasikan cerita asli masih harus berhadapan dengan kenyataan bahwa di Indonesia persoalan identitas etnis dan kedaerahan bersifat kuat dan sensitif. “Ini membuat proses kreativitasnya harus bernegosiasi dan cenderung menghindari proses seperti ini, bukan hanya soal ceritanya termasuk dalam pengembangan karakternya,” tutur Fadjar.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) LIPI Tri Nuke Pudjiastuti menerangkan bahwa penelitian yang dilakukan Fadjar dan tim menjadi pelopor bagaimana pengembangan kajian kebudayaan di bidang animasi. Menurutnya, bicara animasi yang diartikan secara politik dan ekonomi sudah terlalu umum.

“Bagaimana jika animasi menjadi kekuatan tersendiri dengan keragaman yang ada menjadi suatu kekayaan yang bisa dieksplor lebih lanjut. Keragaman itu kekuatan lokal, jadi penelitian ini merupakan sesuatu kekuatan tersendiri, tidak hanya bagi LIPI tapi Indonesia,” ujar dia.

Dengan adanya pengembangan konten lokal ini, Nuke menambahkan, tanpa disadari adalah menjadi penguatan terhadap konservasi kebudayaan, hanya saja dalam bentuk yang berbeda. “Saya juga berharap animasi ini bisa menjadi kekuatan bagi Indonesia dalam industri kreatif,” tutur Nuke.

Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus