Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Harapan Anita bisa mendapatkan pekerjaan bagus melalui program magang mahasiswa lewat ferienjob pupus setelah tiba di Jerman. Mahasiswa Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, itu mengaku justru bekerja di tempat yang cukup berat. Pekerjaan di perusahaan logistik itu berbeda dengan apa yang dijanjikan karena tidak sesuai dengan bidang studinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ekspektasinya jauh dari yang disosialisasikan. Waktu sosialisasi pekerjaannya ringan. Ternyata yang dipekerjakan di Jerman itu berat,” kata Anita—bukan nama sebenarnya—kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Senin malam, 25 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah lain membuat Anita menyesal adalah pekerjaan yang dia terima tidak tepat waktu. Dia harus menunggu lama baru bisa diterima di sebuah perusahaan logistik di Kota Kaiserslautern. “Jadi seharusnya kita sudah bekerja berminggu-minggu dan digaji per jam, tapi saat di sana kami harus menganggur. Gajinya enggak cukup untuk menutupi modal awal,” ujar dia.
Melalui kerja sama 33 kampus dengan PT CVGen di Jerman, para mahasiswa itu dikirim untuk mengikuti ferienjob. Kerja sama itu juga melibatkan Brisk United GmbH—perusahaan sponsor yang menyediakan pekerjaan untuk mahasiswa di kota itu. Agen ini bekerja sama dengan penyalur di Indonesia PT Sinar Harapan Bangsa (SHB).
Kini Markas Besar Polri mengungkapkan program pengiriman mahasiswa Indonesia untuk ferienjob itu merupakan modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Para mahasiswa dikirim bekerja ke Jerman dengan kedok program magang mahasiswa.
Tiba di Jerman pada awal Oktober 2023, Anita juga mengalami perpindahan tempat tinggal berkali-kali. Hingga terakhir dia diterima di perusahaan bernama ID Logistic pada 31 Oktober 2023. Dia ditempatkan di Apartemen Mozartstraße 2 di Kaiserslautern.
Di perusahaan itu, ia bertugas sebagai helper. Anita bertugas membungkus paket dari ringan sampai yang paling berat. Barang yang dikemasnya beragam, mulai paket ringan berupa permainan anak-anak, makanan ringan, kalender, dan produk lainnya.
Dia juga harus mengemas barang berbobot puluhan kilogram, semisal pasir kucing, pasir anjing, dan bahkan barang berbahan besi. Barang-barang itu dibawa ke lantai satu, lantai dua, dan lantai tiga dengan menggunakan troli melewati lift. Para karyawan berjalan melewati tangga manual menjemput barangnya, lalu dibagi ke tempat packing. “Jadi kami turun naik tangga, itu yang bikin capek, sih,” ujarnya.
Selama bekerja di ID Logistic, Anita merasa kelelahan setiap hari. Punggung dan betisnya pegal karena waktu istirahat tak cukup.
Anita mengatakan orang tuanya tak tahu betapa berat jenis pekerjaannya di Jerman. “Aku cerita, tapi enggak cerita yang sengsara di Jerman,” tutur dia.
Mahasiswa peserta ferienjob asal kampus kesehatan di Sumatera Utara itu mengakui bahwa program yang menyeretnya ke Jerman membuat dia sempat stres. Gangguan itu muncul saat hampir sebulan di Jerman ia tak kunjung bekerja. Selain memikirkan kapan diterima di perusahaan, isu pemutusan hubungan kerja atau PHK menjadi penyebab psikisnya terusik. “Sakit mental aja gitu,” ujarnya.
Sumber stres-nya adalah utang yang harus dilunasinya. Dia datang ke Jerman menggunakan dana talangan sebesar Rp 20 juta. Duit itu digunakan untuk biaya transportasi pesawat pergi-pulang Jakarta-Jerman. Ditambah ia tiba-tiba dipecat dari ID Logistic.
“Makin down karena enggak ada bantuan untuk mendapatkan pekerjaan baru,” tutur dia.
Sementara biaya lain adalah pengurusan berkas, pengiriman dokumen, pembuatan visa, biaya makan, sebagiannya diutang dari duit orang tuanya dan tambahan tabungannya.
Peserta ferienjob ini menerima pemberitahuan pemecatan pada 2 Desember 2023. Pemutusan kontrak kerja disampaikan Brisk secara sepihak. Kabar buruk itu disampaikan langsung oleh rekannya sesama mahasiswa ferienjob yang bekerja di Brisk. “Semua alasan pemecatan mahasiswa sama, pasti karena bekerja tidak maksimal, pengurangan karyawan,” tutur dia.
Cerita Anita selaras dengan penuturan Renda—nama samaran—yang juga ikut ferienjob asal Universitas Jambi. Kedua mahasiswa ini memang saling mengenal karena menempati satu apartemen dan satu tempat kerja di ID Logistic. Ada 15 mahasiswa yang dipecat dari ID Logistic, termasuk Anita dan Renda.
Menurut Renda, Brisk mengirimkan surat pemutusan kontrak sepihak. Surat pemecatan itu tertanggal 28 November 2023. Surat itu menyatakan pemutusan hubungan kerja pada 7 Desember 2023. Setelah 7 Desember, kata dia, Brisk tidak bertanggung jawab lagi atas akomodasi dan usaha mencarikan klien atau perusahaan bekerja baru.
Selain itu, dia menjelaskan Brisk menginformasikan pemecatan oleh perusahaan ID Logistic. Pemecatan oleh ID Logistic dikirimkan via e-mail ke Brisk.
Renda sempat meminta bukti pemecatan tersebut. Dan warkat PHK ini dia terima melalui surat elektronik. "Saya dipecat bersama 15 mahasiswa lainnya karena perempuan dan tidak mencapai produktivitas,” tutur mahasiswa 22 tahun itu pada Sabtu malam, 23 Maret 2024.
Padahal, Renda mengungkapkan, dia dan tim di perusahaan itu selalu memenuhi target kerja pada pendapatan produk per jam. Leader mereka, kata dia, memuji produktivitas kerja mereka di ID Logistic.
Anita menuturkan, tudingan bekerja tidak maksimal dan pengurangan karyawan itu sudah kerap didengarnya di antara para peserta ferienjob di Jerman. Sehingga itu menjadi alasan adanya pemutusan kontrak kerja. “Tapi fakta di lapangan kami bekerja maksimal,” tutur dia.
Dia menyebut alasan pemecatan yang disampaikan Brisk tidak masuk akal. Anita merasa kecewa karena biaya untuk mengikuti program fereinjob ini menghabiskan duit sekitar Rp 50 juta.
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Kisah Mahasiswa UNJ Magang di Jerman 2 Kali Masuk RS dan Tak Dibayar, Apa Itu Ferienjob