Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pengambilan Paksa Jenazah Pasien Covid Akan Masuk Pidana

Tindakan itu dinilai berbahaya karena berpotensi meningkatkan penyebaran wabah. 

28 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Personel Satpol PP menggelar Operasi Tertib Masker di kawasan Kota Tua, Jakarta, 27 September 2020. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah DKI Jakarta akan mengenakan sanksi pidana bagi masyarakat yang mengambil paksa jenazah berstatus suspect, probable, dan terkonfirmasi positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dari fasilitas pelayanan kesehatan.

  • Hal itu akan diatur dalam peraturan daerah tentang penanggulangan Covid-19.

  • Denda progresif untuk pelanggaran penggunaan masker akan tetap berlaku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta tengah menyiapkan aturan untuk memidanakan masyarakat yang mengambil paksa jenazah pasien Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dari fasilitas kesehatan. Aturan ini akan dicantumkan dalam Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Covid-19.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta, Arifin, mengatakan pasien Covid-19 itu meliputi mereka yang berstatus suspect, probable, dan terkonfirmasi positif. Sanksi pidana juga bakal dikenakan kepada mereka yang menolak dilakukan tracing hingga menghalangi tenaga kesehatan dalam menangani wabah corona. Kebijakan ini diambil semata untuk memutus penyebaran wabah. “Apabila ada yang melanggar, akan dikenai pidana,” tuturnya, kemarin.

Pemerintah DKI telah menyerahkan draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penanggulangan Covid-19 ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta pada Rabu pekan lalu. Draf itu juga sudah dibacakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam rapat paripurna untuk dibahas dan disusun menjadi peraturan daerah oleh Dewan.

Menurut Arifin, pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 beberapa kali terjadi di sejumlah daerah di luar Jakarta. Padahal perilaku tersebut berbahaya karena berisiko meningkatkan penyebaran corona. “Kami berupaya mengantisipasi itu,” tuturnya.

Dalam draf tentang penanggulangan Covid-19 tercantum bahwa setiap orang yang melanggar larangan pengambilan paksa jenazah berstatus suspect, probable, dan terkonfirmasi positif Covid-19; menolak dilakukan tracing; hingga menghalangi tenaga kesehatan dalam menangani wabah corona dapat dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kekarantinaan kesehatan dan wabah penyakit menular. Adapun Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular menyebutkan barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun atau denda paling besar Rp 1 juta.

Arifin menegaskan, pengenaan denda progresif untuk pelanggaran protokol pencegahan Covid-19, seperti tidak menggunakan masker berulang kali, akan tetap berlaku. Acuannya, Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Draf Raperda tentang Penanggulangan Covid-19 menyebutkan masyarakat yang tidak menggunakan masker ketika berada di luar rumah akan dikenai denda paling banyak Rp 250 ribu atau kerja sosial membersihkan fasilitas umum. Sanksi itu jauh lebih rendah dibanding sanksi dalam Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020, di mana orang yang tidak mengenakan masker di luar rumah dan melakukan pelanggaran serupa berulang hingga tiga kali atau lebih bisa dikenai denda sebesar Rp 1 juta.

Menurut Arifin, pengenaan denda progresif amat efektif untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, seperti menggunakan masker saat di luar rumah. “Terlalu dini kalau bicara draf (raperda) karena pembahasannya juga belum selesai,” tuturnya.

Ahmad Riza Patria menjelaskan, Raperda tentang Penanggulangan Covid-19 akan mengatur pemberian sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Dengan disahkannya raperda itu, aparat penegak hukum akan memiliki kepastian hukum dalam penegakan aturan seperti protokol kesehatan.

Apalagi, Riza melanjutkan, hingga kini pemerintah DKI hanya memiliki keputusan gubernur dan peraturan gubernur terkait dengan penanganan wabah Covid-19. “Pergub atau kepgub tidak bisa mengatur sanksi pidana,” tuturnya, Rabu pekan lalu.

GANGSAR PARIKESIT | TAUFIQ SIDDIQ

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


11

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus