Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pengawasan Protokol di Rumah Makan Diperketat

Petugas mengharuskan penjual makanan hanya melayani pesanan untuk dibawa pulang.

28 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana lengang saat PSBB di jalan Mahakam, Blok M, Jakarta, 26 September 2020. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Angka penambahan pasien aktif menurun.

  • Angka reproduksi virus menurun.

  • Angka kepadatan jalan raya turun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan pengawasan protokol kesehatan di warung nasi dan restoran melalui operasi yustisi. Sasarannya adalah restoran yang masih melayani pembeli untuk makan di tempat. “Karena saat orang makan, mereka akan melepas masker,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI, Widyastuti, akhir pekan lalu. “Saat itu, potensi penyebaran dan penularan virus (corona) lebih tinggi terjadi.”

Widyastuti menegaskan, dalam Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dinyatakan bahwa masyarakat wajib menggunakan masker di luar rumah. Aturan ini bertujuan untuk menekan penularan virus corona.

Pada masa PSBB transisi, kata Widyastuti, kasus di kluster perkantoran meningkat secara signifikan. Ia menduga penularan ini terjadi saat karyawan istirahat untuk makan siang bersama. “Walaupun resto sudah setting kursi dengan jarak, tetap saja saat berhadapan muka, risiko penularan melalui droplet tinggi,” kata Widyastuti. “Ini alasan kami meminta makanan yang dipesan bawa pulang saja.”

Berdasarkan pantauan Tempo di beberapa lokasi, mayoritas tempat usaha makanan memang tak melayani konsumen yang ingin makan di tempat. Beberapa resto dan kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, menempel kertas, poster, hingga spanduk di depan pintunya yang bertulisan: “Hanya melayani pemesanan bawa pulang”. Langkah serupa juga dilakukan pengelola warteg dan penjual pecel ayam tenda di trotoar.

Hampir semua tempat usaha makanan ini menerapkan protokol yang sama karena petugas Satpol PP bersama TNI-Polri kerap menggelar operasi yustisi di kawasan Tebet. Pedagang angkringan di Jalan Tebet Raya, Yudi, 20 tahun, mengatakan, sejak operasi tersebut, semua pedagang tak lagi menyediakan kursi bagi pembeli. “Tak boleh makan di sini,” kata penjual “nasi kucing” tersebut. “Tak apa-apa, asal masih boleh jualan.”

Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, membenarkan bahwa operasi yustisi menyasar penerapan protokol kesehatan di resto dan kafe, terutama larangan pelayanan dine in atau makan di tempat. Menurut dia, tim gabungan sudah menutup 234 tempat usaha makan dan 20 perkantoran yang melanggar protokol Covid-19.

Secara total, operasi yustisi telah menjatuhkan sanksi dan denda kepada 77.041 pelanggar selama PSBB jilid II. Dari jumlah itu, kepolisian dan tim gabungan hanya memberikan teguran lisan kepada 5.862 orang dan teguran tertulis kepada 46.270 pelanggar. Selain itu, sebanyak 23.331 orang mendapat sanksi kerja sosial selama 60 menit karena tak mengenakan masker. "Sedangkan sanksi denda dari 1.434 orang totalnya sebanyak Rp 282,5 juta," ujar Yusri.

Kepala Kepolisian Sektor Kebon Jeruk, Komisaris Sigit Kumono, mengatakan kepatuhan penerapan protokol kesehatan di tempat usaha belum merata. Selain resto dan warung makan, kata dia, tim gabungan di wilayahnya masih harus menutup sejumlah tempat hiburan malam yang nekat beroperasi selama PSBB jilid II. Akhir pekan lalu, tim gabungan operasi yustisi menutup beberapa kafe musik dan griya pijat di kawasan Kebon Jeruk.

“Sebanyak 11 wanita yang menjadi pekerja sudah dikirim ke Dinas Sosial untuk mendapat pembinaan. Sedangkan pemilik usaha telah diberi sanksi dan denda,” kata dia.

Selain itu, tim gabungan menyisir masyarakat yang masih berkerumun, terutama di wilayah publik. Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan, Budi Setiawan, mengatakan pelanggaran yang paling sering ditemui dilakukan oleh pengemudi ojek online. Mereka kerap berkerumun di titik tertentu saat menunggu pesanan. “Sudah ada 613 kelompok pelanggar yang kami temukan di 368 lokasi selama pengawasan PSBB,” kata Budi. "Alasan mereka istirahat dan menunggu penumpang.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 FRANSISCO ROSARIANS


10

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus