Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pertanahan karena masih banyak pasal di dalamnya yang tidak memihak kepada rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pasal per pasal di dalam RUU Pertanahan banyak yang bertentangan dengan Undang-Undang Agraria," kata Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Pertanahan. Sesuai dengan rencana, RUU tersebut akan disahkan pada September tahun ini, sebelum masa tugas anggota DPR periode 2014-2019 berakhir.
Dewi Kartika mengatakan ada beberapa poin dalam RUU Pertanahan yang dianggap bermasalah. Antara lain, RUU Pertanahan belum menjamin sepenuhnya perlindungan dan pemenuhan hak rakyat atas tanah dan wilayah hidup; belum konsisten untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pengelolaan tanah dan sumber agraria lainnya; serta belum ada rumusan yang jelas mengenai tujuan pembuatannya, padahal posisi RUU Pertanahan untuk melengkapi UU Pokok Agraria.
Masalah lain, kata Dewi, RUU Pertanahan tidak disusun untuk menyelesaikan konflik agraria struktural di seluruh sektor pertanahan, dianggap tak memiliki sensitivitas terhadap penyelesaian agraria pada wilayah adat, belum menyasar masalah ego sektoral pertanahan, serta dianggap cenderung mengakomodasi kepentingan bisnis dan investasi. ANDITA RAHMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo