Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penggaru Sampah di Sungai

Para peneliti di BPPT menciptakan alat pembersih sampah sungai otomatis. Lebih murah dan efisien.

22 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUKAH Anda berapa banyak sampah yang dihasilkan warga Jakarta dalam sehari? Jangan kaget. Produksi sampah kota metropolitan ini 6.663 ton atau 27.996 meter kubik per hari. Jika dalam dua hari sampah itu dikumpulkan, tinggi dan luasnya bakal setara dengan Candi Borobudur. Dalam satu tahun tahun, sedikitnya ada 175 tumpukan sampah setinggi dan seluas candi Buddha itu. Sebagian dari total produksi sampah itu, sekitar 1.800 ton, dibuang sembarangan ke sungai yang mengalir ke laut setiap hari.

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, pernah mengatakan pertumbuhan sampah di Jakarta sudah mencapai tahap yang sangat kritis. Setiap tahun sampah yang dihasilkan kota dengan jumlah penduduk sekitar 12,5 juta orang pada siang hari ini meningkat 5 persen atau 337 ton per tahun.

Firdaus menjelaskan, dengan asumsi produksi sampah setiap individu 0,6 hingga 0,8 kilogram, tempat pembuangan akhir Bantar Gebang yang luasnya 108 hektare itu pun akan penuh dalam jangka waktu delapan tahun lagi. ”Harus ada solusi, tidak ada kota yang bangkrut gara-gara berinvestasi mengelola sampah,” katanya.

Sebelum solusi itu ada, saat ini Dinas Pekerjaan Umum DKI yang bertanggung jawab mengangkut sampah di sungai yang ketiban repot. Mereka mesti bekerja ekstrakeras membersihkan tumpukan limbah itu, seperti saat hujan melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya, Selasa pekan lalu. ”Sehari 100 truk dan ratusan pekerja bisa dikerahkan untuk mengangkut sampah di satu sungai saja,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Budi Widiantoro. Padahal di Jakarta ada 13 sungai utama ditambah puluhan sub-sungai yang biasa dijadikan sebagai tempat sampah umum oleh warga yang tidak bertanggung jawab. ”Per tahun DKI minimal rugi Rp 80 miliar,” kata Budi, ”hanya untuk mengangkut sampah sungai.”

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat sampah yang menggunung bisa triliunan rupiah bila terjadi banjir bandang, seperti pada awal Februari 2007, yang melumpuhkan Jakarta. Salah satu penyebab utama terjadinya banjir besar itu adalah tidak berfungsinya sungai yang ada di Jakarta sebagai kanal pengendali banjir.

Sebagian besar sampah yang tidak terangkut itu mengalir, terkumpul, dan menutup badan sungai hingga Teluk Jakarta. Kini sampah-sampah itu mengular kian jauh, bermil-mil sampai ke daratan di Kepulauan Seribu. Selain kerugian ekonomi, kerugian ekosistem laut mengancam kelangsungan hidup semua makhluk hidup di pesisir Jakarta. Diperlukan terobosan untuk membersihkan sampah di sungai. Salah satu solusinya adalah dengan bantuan teknologi atawa alat pembersih sampah.

Alat itu sebenarnya sudah ada sejak 2008 di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Para ahli di lembaga tersebut telah menciptakan prototipe teknologi pembersih sampah otomatis terintegrasi yang sesuai dengan kondisi sungai di Indonesia. Teknologi baru ini dinilai penting karena jauh lebih murah dan efektif dalam mengangkut sampah sungai dibanding alat serupa yang telah ada sebelumnya.

Menurut Direktur Pusat Lingkungan BPPT, Kardono, pembersih sampah sungai otomatis adalah sebuah sistem terpadu. Alat ini terdiri dari sistem pengarah apung sampah, sistem garu sampah, sistem conveyor (ban berjalan) pembawa sampah, dan sistem pengepresan.

Sistem kerja alat ini dikontrol melalui satu sistem monitoring yang terintegrasi. Sistem ini juga bisa difungsikan untuk memantau ketinggian muka air dan kualitas air sungai. ”Cukup satu orang saja untuk mengoperasikan alat ini,” kata Kardono.

Manajer program pembuat pengangkut sampah otomatis itu, Hendra Tjahjono, mengatakan total harga pembuatan alat ini Rp 3,5 miliar. Jauh lebih murah dibanding alat lain di pasaran yang bisa Rp 12 hingga Rp 15 miliar. Lebih murah karena, kata Hendra, ukuran alat jauh lebih kecil dibanding sistem serupa yang menutupi seluruh lebar sungai. Lebarnya hanya 2 meter dan tingginya 6 meter. Tapi kecepatan garu dalam mengangkut sampah bisa disesuaikan dengan aliran air di setiap sungai. ”Garu itu bisa bergerak dan berputar 24 jam tanpa henti,” katanya.

Peneliti sampah dari BPPT, Djoko Heru, mengatakan 90 persen sampah yang hanyut di sungai dalam kondisi terapung. Sebagian lainnya tenggelam. Agar efisien, sampah tidak perlu dibendung secara horizontal. ”Cukup ditempatkan logam terapung menyilang yang berfungsi untuk menjebak sampah,” katanya.

Sampah yang berenang di sungai akan tersangkut oleh pengumpul apung sampah. Rangkaian pengumpul sampah ini tidak dipasang lurus di sepanjang lebar sungai, melainkan dengan sudut tertentu, 30 derajat hingga 60 derajat. ”Sudut bisa diatur sesuai dengan kecepatan aliran sungai,” kata Heru.

Sampah yang tergiring secara otomatis akan terkumpul ke mulut garu. Selanjutnya, ada 13 lengan garu yang terus berputar yang berfungsi mengangkut sampah menuju conveyor untuk dibawa ke pinggir sungai. Setiap lengan garu memiliki 20 mata, yang sanggup menggaruk sampah di sungai hingga total 1 ton atau 1,5 meter kubik per menit.

Sampah sungai yang masih basah itu lalu ditampung ke mesin pengepres sampah. Mesin ini secara otomatis memampatkan sampah dan mengeluarkan air yang terserap sampah. Sampah pun siap diangkut ke tempat penampungan berikutnya, tempat pembuangan akhir.

Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum DKI, saat ini ada 17 alat penggaruk sampah sungai yang ditempatkan di puluhan sub-sungai Ibu Kota. Di antaranya di Waduk Pluit, Sunter, Cipinang, Kali Baru, dan Kramat Jati. Namun semua alat penggaruk sampah ini masih menggunakan teknologi lama yang dipasang secara permanen dan menutupi seluruh badan sungai. ”Kehadiran alat buatan BPPT bisa jadi alternatif utama,” kata Budi Widiantoro.

Rencananya, alat penggaruk sampah otomatis ini akan dipasang di salah satu sub-sungai di Jakarta. Beberapa sungai di kawasan Jakarta Selatan telah disurvei. Tapi sampai saat ini belum disepakati lokasi mana yang akan menerapkan alat buatan dari BPPT ini.

Menurut Kardono, dengan adanya alat ini, bukan berarti masyarakat diperbolehkan membuang sampah di sungai. Alat ini sudah tidak diperlukan lagi jika kelak masyarakat sudah sadar dan meninggalkan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. ”Kebersihan lingkungan bisa dimulai dari sekarang,” kata Kardono.

Rudy Prasetyo, Joniansyah (Tangerang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus