Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok Mohammad Idris membeberkan kronologi penggerudukan Kapel Bukit Cinere pada Sabtu, 16 September 2023. Menurut Idris, penggerudukan kapel di Jalan Raya Bukit Cinere, RT. 12. RW. 03 Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok itu berawal dari salah persepsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Idris menjelaskan, program sosialisasi Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) di Kantor Kecamatan Cinere berjalan lancar. Belakangan muncul kabar tentang kapel GBI itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Muncul ada berita kapel begini-begini, sudah izin belum, muncul lah di situ," kata Idris dalam konferensi pers perizinan tempat ibadah di Depok, Selasa 19 September 2023.
Menurut Idris kesalahan persepsi tersebut menjadi pelajaran karena tidak langsung ditindaklanjuti. Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) inisiatif bertanya tentang keberadaan kapel.
"Makanya warga menyampaikan kepada LPM bahwa warga tidak menerima keberadaan Kapel, karena semacam rumah ibadah, jadi bukan warga saja, tapi sudah umum," paparnya.
Keberadaan kapel itu berbeda jika dianalogikan dengan musala yang berada di tempat publik, menurutnya jika musala berada di kawasan kantor, rumah atau pesantren.
"Itu memang private, tapi kalau tempat publik memang harus ada izin, kalau orang katolik kapel itu rumah doa. Jadi ada istilah tempat ibadah yang digunakan tadi namanya rumah ibadah sementara," ujarnya. "Kalau rumah ibadah permanen, kayak itu tadi dalam bentuk banyak harus memiliki persyaratan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), termasuk pesertanya."
Wali Kota Depok itu mengatakan, kapel tersebut tidak ada izin. Sebab jika mereka izin, pengurus lingkungan sudah mengetahui keberadaan dan peruntukan kapel itu.
Kader PKS itu menyimpulkan ada salah persepsi yang perlu diluruskan dalam masalah kapel di Cinere itu. "Saya sudah minta kepada teman-teman dipimpin Pak Sekda, tim terpadu untuk menjelaskan persoalan ini walaupun FKUB sudah melakukan sosialisasi, tapi ini menjadi evaluasi kita juga, mungkin sosialisasi menangkapnya cuma 10 persen atau 20 persen dari beberapa segelintir orang," katanya.
Belajar dari kejadian ini, Pemkot Depok akan melakukan evaluasi untuk sosialisasi peraturan maupun perundang-undangan yang sudah dibuat melalui surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri.
Dalam aturan perizinan pemanfaatan bangunan ruko untuk tempat ibadah itu tetap harus izin kepada kepala daerah, meski hanya tempat ibadah sementara. Izin itu nantinya didelegasikan ke camat setempat.
"Bukan izin kepada lingkungan sekian-sekian, ga ada itu. Izinnya rekomendasi kepada lurah. Lurah dasar izinnya dari pemilik ruko dan dari sertifikat layak fungsi. Misalkan ruko tersebut kapasitasnya 1.000 orang layak atau tidak. Jadi izinnya bukan seperti rumah ibadah," kata Idris.
Disinggung soal kota intoleran, Idris minta kedamaian di Kota Depok jangan diusik-usik. "Jangan karena satu kasus dikatakan intoleran. Saya sudah beberapa tanda tangan, memberikan izin pendirian gereja. Seperti di Sukmajaya, di Jalan Raya Kartini, bahkan saya menghadiri dan masuk ke dalam gereja," ujarnya.
Idris mengklaim di masa kepemimpinannya, dia telah memberikan izin 8 gereja Katolik dan 161 gereja Protestan di wilayah Pancoran Mas, Cimanggis dan Cinere. "Kita tidak pernah mengusik masalah perizinan. Di situ ada tempat pembinaan pastur saya datang ke sana, itu ga bakal diusik," ujarnya.
Dari kasus penggerudukan kapel di Cinere itu, Idris pun meminta semua pihak dapat memetik pelajaran. "Kita belajar, FKUB nya belajar, Kementerian Agamanya belajar dengan kasus ini, adi kita harus belajar fungsi masing-masing, harus tahu fungsinya, jadi setiap fungsinya berjalan, Insya Allah kita berkoordinasi untuk penanganan masalah ini," ucap Idris.
RICKY JULIANSYAH
Pilihan Editor: Wali Kota, Kapolres, dan Dandim Depok Rapat Tertutup Soal Kapel Digeruduk Massa, Hasilnya?