Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penggondol Anak di Sekitar Kita

Jangan dulu bertenang hati, meski Raisah Ali, bocah korban penculikan itu, akhirnya dibebaskan. Aksi culik kini sedang marak: dalam dua bulan terakhir terjadi 14 kasus dengan rupa-rupa modus. Umumnya, orang dekat terlibat.

27 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKENALAN itu berlangsung pada pagi bulan Mei lalu. Rumah Said Muchsin di Pangkalan Jati, Jakarta Timur, kedatangan sepasang suami-istri: Sumiyati dan Janjani. Sumiyati adalah teman satu pengajian Latifah, istri Said Muchsin. Ketika datang, wajah kedua tamu itu tampak murung.

Dari Janjani, Said akhirnya tahu bahwa keluarga ini tengah dibekap kesulitan ekonomi. Said jatuh iba: ia lalu mempekerjakan Sumiyati sebagai guru mengaji untuk ketiga anaknya. Si guru mengaji juga diperkenankan tinggal di rumah itu. Belakangan, Raisah Ali, 5 tahun, salah seorang keponakan Muchsin, ikut dalam belajar.

Janjani sering datang menjenguk Sumiyati. Ia kerap mengenakan baju putih dan celana congkrang. Sembari menunggu pelajaran usai, Janjani bertukar cerita dengan Muchsin. Si tamu yang mengaku bekerja sebagai tenaga pemasaran di sebuah usaha penerbitan itu kerap kali mengeluh lantaran usahanya sedang kembang-kempis.

Entah kenapa, belakangan Sumiyati sering pergi tanpa pamit. Sejak Juli lalu, malah tak tampak batang hidungnya. Begitu pula Janjanji. Les privat itu pun bubar.

Janjani baru muncul lagi pada Sabtu dua pekan lalu. Lewat telepon dia menyampaikan turut prihatin atas penculikan Raisah Ali, keponakan Muchsin yang pernah menjadi murid istrinya.

Putri Ali Said, salah satu ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu, diculik sekawanan orang di dekat rumahnya di Jatiwaringin, Jakarta Timur, 15 Agustus lalu. Muchsin yang menerima telepon Janjani segera mengucapkan terima kasih.

Jumat pekan lalu, Muchsin merasa ditipu habis-habisan. Janjani ternyata tak lain adalah Yogi Permana, orang yang dituding polisi sebagai otak dari penculikan ini. ”Tak disangka, ternyata dia pelaku penculikan Raisah,” kata Muchsin.

Lewat sebuah operasi yang menggetarkan, polisi sukses merebut Raisah dari tangan penculik di sebuah pom bensin di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu. Raisah selamat.

Selain sukses menyelamatkan gadis kecil itu, polisi juga mencokok Yogi Permana dan Anggana Harjakusuma dari lokasi itu. Dari sana mereka diangkut ke kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kini mereka meringkuk di ruang tahanan.

Selama di tangan penculik, Raisah berkali-kali pindah tempat. Setelah diculik, dia langsung diboyong ke Bogor. Di sana penculik pindah dari mobil Suzuki APV hitam ke mobil Timor. Raisah diistirahatkan di sebuah masjid. Yogi sempat membeli baju baru untuk gadis kecil itu.

Dari Bogor, Raisah diboyong ke sebuah vila di Cisarua. Cuma semalam di sana, mereka pindah lagi ke sebuah hotel di Jatinangor, Bandung. Karena kehabisan uang, penculik membawa Raisah ke tempat keluarga istri Yogi di Tasikmalaya. Dari sana dia kembali ke Jakarta. Aksi lompat ke sana-kemari itu membuat polisi sulit melacak mereka.

Jejak Yogi baru terdeteksi pada Kamis dini hari pekan lalu. Lewat telepon selulernya, dia menelepon rumah Said Ali. Selain meminta uang tebusan Rp 1 miliar, suara Raisah juga terdengar. ”Abah, Raisah mau pulang.” Sejak anaknya lenyap pada 15 Agustus lalu, inilah pertama kalinya Ali mendengar suara putri sulungnya itu.

Dari pelacakan polisi, nomor telepon itu pernah digunakan menghubungi rumah Yogi di Ciracas, Jakarta Timur. Telepon itu kembali aktif pukul lima dini hari, Jumat pekan lalu. Dia meminta Anggana mengantar Raisah ke pom bensin Jagakarsa. Polisi yang menyamar segera meluncur ke sana. Drama penculikan sembilan hari itu pun berakhir di situ.

l l l

KASUS Raisah ini menambah panjang daftar penculikan. Sepanjang dua tahun terakhir, terjadi 126 kasus penculikan. Hampir semua korban selamat namun 12 orang ditemukan sudah jadi mayat.

Rupa-rupa motif penculikan ini. Sekitar 82 kasus penculikan bermotif ekonomi. Para penculik meminta uang tebusan dari keluarga korban. Di luar itu ada pula motif eksploitasi dan jual-beli anak. Jumlahnya 30 kasus.

Jika kemudian dalam dua pekan terakhir kasus penculikan anak ini menyita perhatian orang ramai, itu karena jumlah kasus selama dua bulan belakangan melaju pesat. Sejak Juli hingga Agustus saja terjadi 14 kasus penculikan. Korban umumnya anak-anak.

Petinggi negara resah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat pekan lalu, meminta para orang tua agar hati-hati, ”Mengawasi anaknya baik-baik, mengingat maraknya kasus penculikan ini.” Sehari sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga memberikan peringatan yang sama.

Pada Kamis malam pekan lalu, Presiden Yudhoyono bahkan menggelar siaran pers khusus tentang kasus penculikan Raisah Ali. Dia meminta dengan sangat, ”Agar siapa pun yang membawa Raisah untuk mengembalikan dengan selamat kepada orangtuanya.”

Hadir dalam jumpa pers itu Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta. Ibu Menteri menawarkan komunikasi dengan para penculik lewat nomor ponselnya. Nomor telepon Ibu Menteri ini diumumkan oleh media massa.

Maraknya kasus penculikan ini memang membuat publik gulana. Sejumlah sekolah elite, juga perumahan mewah yang kerap menjadi target penculikan, memperketat pengamanan. Polisi melakukan simulasi penculikan di sejumlah sekolah. Simulasi dilakukan berdasarkan modus yang kerap digunakan penculik.

Dari 126 kasus penculikan sepanjang dua tahun ini, memang rupa-rupa modus digunakan penculik. Cara yang lazim dilakukan menyamar sebagai penjemput ketika anak bubar sekolah.

Modus inilah yang menimpa Anton Adrian Laisina, seorang murid kelas lima Sekolah Dasar Don Bosco di Jakarta Timur. Dia diculik pada akhir Maret lalu.

Heri, si penculik, mantan sopir ayahnya, datang ke sekolah menyamar sebagai penjemput Ardian. Kepada petugas sekolah dia menjelaskan bahwa Ardian dijemput ibunya. Ardian, yang memang mengenal Heri, tak curiga.

Bukannya diantar pulang, bocah itu malah dibawa berkeliling lalu disekap di sebuah rumah di kawasan Cengkareng. Heri meminta bayaran Rp 300 juta. Oleh orang tua korban, si penculik diberi uang muka Rp 20 juta ke rekening yang disepakati.

Ardian kemudian bebas. Dan Heri diringkus polisi. Ikut dibekuk antara lain Pujiatun, istri Heri, dan Solikhin, mantan sopir keluarga Ardian. Semua tersangka kini sedang diproses secara hukum.

Modus penculikan dengan menyamar sebagai penjemput di sekolah juga menimpa korban lainnya. Umumnya mereka dibebaskan setelah uang tebusan dikirim. Namun aksi mereka umumnya bisa diakhiri polisi.

Modus lain yang kerap digunakan para penculik adalah dengan merayu: mulai dari memberikan permen hingga mengajak makan di restoran. Modus seperti ini biasanya dilakukan pada saat jam bubar sekolah atau ketika anak jajan di luar sekolah.

Cara ini menimpa Elvina dan Novita, siswa kelas lima di Sekolah Dasar Negeri Kereo di Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu. Dua gadis ini diculik seorang wanita muda tatkala keluar pagar sekolah pada jam istirahat.

Ketika mereka sedang asyik menikmati jajanan, tiba-tiba seorang wanita muda datang membujuk. Dia mengajak dua gadis kecil itu ikut acara ulang tahun anaknya di sebuah restoran cepat saji. Kedua anak itu tergiur lalu menurut. Bersama kenalan barunya, mereka naik angkutan kota ke Kebayoran, Jakarta Selatan.

Tentu saja acara ulang tahun itu tidak pernah ada. Setelah pelaku mempreteli anting dan kalung emas korban, dua bocah itu dilepas di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Dua bocah ini kembali ke orang tuanya. Hingga kini pelakunya sedang diuber polisi.

Jurus merayu ini kerap kali digunakan para penculik. Itu sebabnya polisi menyebarkan jurus penangkal ke sejumlah sekolah. Para siswa diminta curiga terhadap orang yang belum dikenal. Mereka juga diberi tahu agar tidak tergiur pada tawaran permen atau ajakan makan di restoran. Tapi cara itu cuma efektif jika si penculik menggunakan modus merayu. Repotnya, banyak penculik yang menggunakan cara kekerasan.

Jurus inilah yang menimpa Raisah Ali. Mengendari mobil APV hitam, penculik merebut Raisah dari tangan pembantu yang hendak membawa pulang bocah itu dari sekolah. Si pembantu melawan tapi jelas kalah kuat dengan para penculik.

Cara kekerasan itu juga menimpa seorang anak di perumahan mewah Sumarecon, Gading Serpong, Tangerang, 24 Juli lalu. Anak itu diculik ketika sedang berjalan kaki menuju tempat les, yang letaknya juga dalam kompleks perumahan itu.

Si anak dibawa berputar-putar di kawasan Tangerang. Dalam perjalanan, uang, jam tangan, dan telepon seluler dipreteli. Para pelaku meminta uang tebusan. Penculik mengancam membunuh si anak itu jika orang tua tak menurut.

Keluarga korban sempat mentransfer uang Rp 8 juta ke rekening Bank Central Asia atas nama Zulkarnaen. Anak itu kemudian dilepaskan di sebuah tempat dan pulang ke rumah atas bantuan seorang sopir taksi.

Polisi kemudian sukses membekuk para penculik. Mereka adalah Aprilman Arif, warga Serang, Banten; Asnel Setiawan dan Zulkarnaen, warga Ciledug, Jakarta Selatan. Mereka dibekuk ketika sedang asyik ngobrol di rumah Zulkarnaen. Dua pelaku lainnya masih kabur.

Menurut Kepala Kepolisian Resor Ciledug, Komisaris A. Trianto, para penculik itu terbiasa melakukan pemerasan. ”Target mereka adalah anak-anak orang kaya di sekolah bonafide dan perumahan mewah,” kata Trianto.

l l l

SELAIN menangkap Yogi dan Anggana sebagai pelaku penculikan Raisah Ali, polisi juga menciduk tiga lainnya, yakni Firmando Azisco, Januarisman, dan Budi Haryanto. Para pelaku ini berasal dari sekolah yang sama, SMA 35, Karet Tengsin, Jakarta. Yogi dan Anggana sudah tamat, sedangkan tiga tersangka lainnya masih aktif sekolah.

Dari Ciracas, Jakarta Timur, Angga, adik kandung Yogi Permana, membantah keluarganya terlibat kasus penculikan ini. ”Keluarga tidak tahu apa-apa. Yang salah abang saya. Bersyukurlah anaknya sudah kembali ke keluarga,” kata Angga, Jumat malam pekan lalu.

Di rumahnya di Jatiwaringin, Jakarta Timur, keluarga dan warga berjubel menyambut kepulangan Raisah. Ali Muchsin, paman Raisah, terharu memeluk sang keponakan. Sembari mengelus dada dia mengeluh, ”Selama ini saya mengenal Janjani sebagai pria yang santun dan bersahaja.”

Wenseslaus Manggut, Joniansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus