Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penggugat Lahan Kebun Bibit DKI Diduga Rekayasa Bukti

Surat keterangan dari Lurah Srengseng menjadi kunci putusan.

8 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penggugat Lahan Kebun Bibit DKI Diduga Rekayasa Bukti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Gugatan Ali Effendy dan kawan-kawan terhadap Dinas Kehutanan DKI Jakarta atas kepemilikan kebun bibit seluas 7,4 hektare di Srengseng, Jakarta Barat, diduga dilakukan dengan rekayasa terstruktur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum DKI, Nur Fadjar, mengungkapkan bagaimana rekayasa yang matang dari pensiunan Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, tersebut. Salah satunya dengan surat keterangan dari Lurah Srengseng saat itu, Endang Prihatin Handayani. Isinya, girik milik Ali dan penggugat lain tercatat di Buku Leter C Kelurahan Srengseng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tanah kebun bibit itu kan aset DKI, kenapa Lurah malah mengeluarkan surat keterangan yang diminta para penggugat?" kata Nur Fadjar di Balai Kota Jakarta, kemarin.

Lahan kebun bibit Srengseng terancam lepas karena pemerintah DKI terlambat mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 13 Desember 2017. Pengadilan mengabulkan gugatan Ali Effendy dan kawan-kawan. Gugatan diajukan pada Maret 2017.

Sebelum menggugat, Ali diduga memalsukan girik. Biro Hukum melaporkannya ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 3 Juli lalu.

Berbekal girik tadi, Ali meminta penjelasan hak atas tanah milik adat nomor C kepada Endang pada 11 Mei 2015. Endang merespons dengan menerangkan bahwa girik tersebut tercatat di Buku Leter C Kelurahan Srengseng.

Melalui kuasa hukum, mereka lantas melaporkan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI ke Bareskrim Polri pada Juni 2015 dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin. Bareskrim, pada 5 Maret 2016, meminta Kantor Pertanahan Jakarta Barat mengukur dan memetakan lahan kebun bibit. Alasannya, lahan yang diklaim Ali diduga tumpang-tindih dengan lahan kebun bibit milik Dinas.

"Dari pengukuran itulah Ali jadi tahu mana batasan lahan, dan itu dijadikan materi gugatan ke pengadilan," tutur Fadjar.

Ali bahkan menggunakan surat keterangan Lurah Endang tadi sebagai bahan menggugat Dinas. Ternyata hakim sangat mempertimbangkan bukti-bukti yang disodorkan penggugat dengan alasan girik Ali lebih kuat daripada girik milik Dinas. Girik itu dianggap resmi karena tercatat di Buku Leter C Kelurahan Srengseng. "Apabila ada girik yang tidak tercatat di kelurahan, administrasi terhadap girik itu cacat," begitu bunyi salinan putusan Pengadilan.

Menurut Fadjar, girik milik Dinas autentik. Jika riwayat jual-belinya diurutkan, girik yang dimiliki Dinas tercatat di Buku Leter C Kelurahan Srengseng. "Girik Dinas Kehutanan itu asli dan asal-usulnya jelas."

Endang belum menjelaskan alasan menerbitkan surat tersebut. Panggilan telepon Tempo tak direspons. Pertanyaan via pesan elektronik hanya dibaca. Adapun istri Ali, Aisyah, mengatakan suaminya sedang tidur dan belum bisa diwawancarai. "Bapak lagi sakit," ujarnya, kemarin.

Sekretaris Dinas Kehutanan DKI, Uus Kuswanto, menyayangkan tindakan Endang. Mestinya dia lebih dulu bertanya kepada Dinas sebelum meneken surat. "Surat keterangan itu membuat aset kami terancam melayang."

Tindakan Endang pun diusut. "Sudah diperiksa," ucap Inspektur Pembantu Bidang Investigasi Inspektorat DKI, Nirwani Budiati. GANGSAR PARIKESIT


Modus Menggangsir Aset DKI

Pelbagai cara ditengarai dilakukan penggugat untuk menguasai lahan aset pemerintah DKI Jakarta. Salah satu modus yang dipakai oleh para penggugat adalah memalsukan dokumen kepemilikan.

Rabu lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap kasus pemalsuan sertifikat hak milik dengan tersangka Sudarto dan tujuh ahli waris Ukar bin Kardi. Bermodalkan dokumen yang diduga palsu, Sudarto bersama ahli waris menggugat lahan kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur seluas 2,7 hektare.

Berikut ini pelbagai macam modusnya:
- Bekerja sama dengan pegawai pemerintah DKI Jakarta "memburu" aset yang berpotensi digugat.
- Memanfaatkan kelemahan dokumen pemerintah DKI, misalnya banyak tanah yang belum bersertifikat atau hanya memiliki fotokopi kepemilikan.
- Bekerja sama dengan lurah untuk menerbitkan surat keterangan bahwa lahan yang diakui penggugat tercatat di Buku Leter C kelurahan.
- Bekerja sama dengan internal pengadilan untuk menetapkan dokumen fotokopi dan yang diduga palsu menjadi alat bukti.

Berdasarkan catatan Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta, setidaknya ada 22 bidang tanah yang sedang digugat ke pengadilan. Sebagian terancam lepas karena kalah di pengadilan negeri, banding, atau kasasi. Berikut ini beberapa lahan yang bermasalah dan terancam lepas:
- 7,4 hektare tanah kebun bibit milik Dinas Kehutanan di Srengseng, Jakarta Barat. Ditengarai penggugat menggunakan girik palsu.
- 2,7 hektare tanah Samsat Jakarta Timur. Penggugat diduga menggunakan sertifikat hak milik palsu.
- 25 hektare tanah untuk Waduk Situ Rawa Rorotan, Jakarta Timur. Salah satu pihak yang mengklaim melaporkan Kepala Dinas Sumber Daya Air, Teguh Hendarwan, ke polisi atas tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin. Teguh kini berstatus tersangka. GANGSAR PARIKESIT | TIM INVESTIGASI TEMPO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus