Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bawaslu didesak merekomendasikan rapat tripartit untuk ikut membahas rancangan PKPU soal dana kampanye.
Penghapusan syarat laporan penerimaan sumbangan dana kampanye merugikan pemilih.
DKPP membuka peluang untuk menggelar rapat tripartit atas PKPU dana kampanye.
JAKARTA – Koalisi Masyarakat Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar rapat tripartit bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membahas rancangan peraturan tentang dana kampanye yang dinilai kontroversial. Gabungan 138 organisasi non-pemerintah itu menuntut agar penyampaian laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) tetap diwajibkan bagi peserta Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota koalisi dari Saya Perempuan Anti-Korupsi, Judhi Kristantini, mengatakan Bawaslu semestinya berkepentingan terhadap LPSDK yang belakangan akan dihapus KPU. "Karena Bawaslu yang mempunyai fungsi pengawasan terhadap aspek transparansi dan akuntabilitas dana kampanye," kata Judhi, kemarin, 7 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana penghapusan LPSDK itu diungkapkan Komisioner KPU, Idham Holik, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat pada 29 Mei lalu. Penghapusan akan dilakukan lewat revisi Peraturan KPU Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum. Selama ini, peraturan tersebut menyatakan laporan dana kampanye meliputi laporan awal dana kampanye (LADK), LPSDK, dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK). Teknisnya, LADK berisi laporan penerimaan dan pengeluaran dana peserta pemilu sebelum masa kampanye, LPSDK saat kampanye hingga sebelum pemilihan, dan LPPDK setelah pemilihan.
Simpatisan Partai Solidaritas Indonesia melakukan konvoi saat pengajuan bakal calon legislatif (bacaleg) Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta, 14 Mei 2023. ANTARA/Asprilla Dwi Adha
KPU berdalih bahwa masa kampanye dalam pemilu mendatang sangat singkat, yakni hanya 75 hari. Karena itu, penyelenggara pemilu merasa kesulitan menempatkan jadwal pelaporan LPSDK. Di sisi lain, KPU mengklaim akuntabilitas dan transparansi dana kampanye tetap dijamin karena kewajiban penyampaian LADK dan LPPDK tak ikut dihapus.
Baca:
Main Pangkas Aturan Dana Kampanye
Kontroversi Berulang Peraturan KPU
Siapa Pengusul Pasal Janggal PKPU Caleg
Judhi mengatakan, bersama LADK dan LPPDK, LPSDK merupakan kesatuan dalam laporan dana kampanye. Ketiga instrumen pelaporan itu diberlakukan sejak Pemilu 2014 sebagai bagian dari menjamin mekanisme checks and balances dalam pemilu. Hanya dengan begitu, kata Judhi, pesta demokrasi akan menghasilkan pemerintahan yang bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Jika Bawaslu tidak mengeluarkan rekomendasi untuk pembahasan penghapusan itu bersama KPU dan DKPP, kami akan melaporkan KPU dan Bawaslu ke DKPP," ujarnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menyatakan laporan dana kampanye merupakan instrumen bagi pemilih untuk menentukan pilihan politiknya. Karena itu, pemilih akan menanggung kerugian yang paling besar jika KPU menghapus kewajiban bagi peserta pemilu untuk menyusun dan menyampaikan LPSDK. "Selama ini LPDSK diberlakukan sejak Pemilu 2014 juga pada pemilihan kepala daerah serentak, dan tidak ada masalah," kata Khoirunnisa, yang turut mempertanyakan rencana KPU itu.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati. Dok. TEMPO/Nurdiansah
Pentingnya LPDSK, Khoirunnisa melanjutkan, juga terlihat dari peraturan yang hingga kini masih berlaku. "Bila peserta pemilu tidak menyerahkan LPSDK, mereka akan diberi sanksi berupa pembatalan kepesertaan pemilu," ujarnya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, mengatakan pelaporan sumbangan dana kampanye seyogianya tak hanya dipandang sebatas urusan administrasi sehingga mudah dihapus. Lebih jauh, dia menilai, pelaporan dana kampanye merupakan instrumen untuk mendorong para peserta pemilu, baik partai politik, calon anggota legislatif, maupun pasangan calon presiden-wakil presiden, berkompetisi secara jujur dan adil.
Karena itu, menurut Charles, pentingnya LPSDK seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Penyelenggara pemilu, kata dia, semestinya melangkah lebih maju ke pembahasan yang lebih substansial. "Seperti bagaimana melahirkan aturan yang dapat menguji kebenaran dari laporan sumbangan dana kampanye para calon. KPU seharusnya sudah masuk ke level itu," kata Charles.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan empat komisioner lainnya tidak menjawab pertanyaan Tempo perihal desakan Koalisi Masyarakat Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas agar penyelenggara pemilu membahas aturan main dana kampanye dalam rapat tripartit bersama DKPP dan KPU.
Adapun komisioner DKPP, I Dewa Raka Sandi, menyatakan lembaganya menyerahkan kebijakan pembuatan PKPU soal dana kampanye kepada KPU sebagai lembaga yang berwenang mengambil keputusan dalam penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilu. Kendati demikian, kata dia, DKPP tak akan menutup kemungkinan menggelar rapat tripartit bersama KPU dan Bawaslu untuk membahas penghapusan LPSDK dalam rancangan PKPU tentang dana kampanye. "Akan dipertimbangkan dan dikoordinasikan lebih dulu," kata Dewa. "Prinsipnya mengenai tripartit sudah beberapa kali dilakukan. Ke depan juga akan demikian."
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo