Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nama Serupa Emas untuk Sebuah Kedai

Sebuah penginaan yang terbengkalai bertahun-tahun diubah menjadi kedai kopi. Aura tradisonal dipertahankan untuk menarik minat pengunjung.

5 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kedai Kopi Rukmasara dibangun di atas lahan dan bangunan bekas penginapan bergaya etnik Bali di Pondok Labu, Jakarta Selatan. TEMPO/Fransisco Rosarian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kedai kopi Rukmasara berada di sisi jalan tol Andara.

  • Sebelum menjadi kedai kopi, resor pribadi ini sudah berhenti beroperasi selama delapan tahun.

  • Pemilik kedai hanya melakukan renovasi kecil untuk memastikan keamanan bangunan tua.

JAKARTA Sebuah kedai kopi dengan berbagai ornamen khas Bali berdiri di ujung Jalan Taman Wijaya Kusuma, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan. Lokasinya tepat di sisi jalan tol Andara. Bangunan ini sekilas lebih mirip rumah pribadi atau penginapan dibanding kedai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika memasuki halaman, kain poleng—kain bermotif kotak-kotak dengan warna hitam-putih khas Bali—terlihat dipasang di pintu gerbang. Kain juga menyelimuti batang-batang pohon yang tumbuh di sana. Arsitektur bangunan yang berbentuk kumpulan joglo dengan pintu kayu jati tua sangat kental aura etnik Bali. Fisik bangunan terlihat lawas menggunakan genteng tanah liat dan bata merah yang terekspos.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengunjung nyaris tak mengira kalau deretan pendopo ini merupakan bagian dari kedai kopi. Apalagi pengelola tak memasang papan nama yang menonjol untuk identitas tempat usaha tersebut. Papan nama dari kayu di pintu gerbang hanya bertulisan "Rukmasara".

“Rukmasara itu bahasa Kawi (bahasa yang berkembang di Pulau Jawa pada masa kerajaan Hindu-Buddha) yang biasa digunakan untuk nama anak perempuan,” kata Bayu Anda Pratama, pengelola Kedai Rukmasara, saat ditemui pada pertengahan Februari lalu. “Artinya serupa emas.”

Kedai Kopi Rukmasara dibangun di atas lahan dan bangunan bekas penginapan bergaya etnik Bali di Pondok Labu, Jakarta Selatan. TEMPO/Fransisco Rosarian

Bayu mengatakan, sebelum menjadi kedai, seluruh bangunan di tempat itu disewakan untuk tempat penginapan. Kamar-kamar dibuat terpisah dalam bentuk rumah joglo yang masing-masing berukuran 3 x 3 meter. Setelah menjadi kedai kopi, kamar-kamar itu diubah menjadi terbuka. Satu bangunan yang sebelumnya menjadi pendopo utama saat ini juga difungsikan sebagai tempat pemesanan menu yang dilengkapi dengan meja barista dan kasir. “Sebelum kami sewa, resor ini sudah tak beroperasi setidaknya delapan tahun, menurut cerita pemiliknya,” ujar Bayu.

Bayu sejak 2019 sudah memiliki keinginan untuk membuka usaha coffee shop. Namun keinginan itu terpaksa dipendam karena muncul pandemi Covid-19 pada Maret 2020. Pria berusia 28 tahun ini baru berani mewujudkan niatnya itu setahun kemudian. Bersama seorang teman, ia mulai merintis usaha ini pada Juni-Oktober 2021.

Sejak awal, menurut Bayu, mereka sengaja mencari rumah tua yang terbengkalai atau tak terawat untuk menjadi kedai kopi. Untuk hunting lokasi, mereka berkeliling di kawasan Depok, Cinere, Karang Tengah, Ciputat, hingga Pamulang. Ada beberapa lokasi yang dinilai cocok, tapi harga sewa terlampau mahal. Bahkan ada pemilik bangunan yang justru meminta propertinya dibeli. “Sampai akhirnya bertemu dengan pemilik tempat ini,” kata dia.

Kedai Kopi Rukmasara di Pondok Labu, Jakarta Selatan. TEMPO/Fransisco Rosarian

Bayu tidak banyak mengubah bentuk bangunan di tempat itu. Maka tidak mengherankan jika sebagian besar pengunjung mengira tempat itu adalah penginapan. Sebuah bangunan dua lantai pun dibiarkan dan hanya ditutupi papan kayu. Fondasi lantai dan dinding bangunan terlihat mulai rapuh. Karena itu, Bayu tak menggunakan bangunan tersebut untuk menjamu pelanggan. “Rencananya direnovasi untuk dijadikan gudang bahan dan tempat roastery kopi,” kata dia.

Pria kelahiran Bengkulu tersebut hanya membangun sebuah tribun serta meja dan kursi di bagian taman. Ketiganya dibangun dengan bahan semen yang hanya diplester atau bergaya unfurnished. Dua spot bernuansa industrial ini menjadi penyeimbang arsitektur gaya rustic dari bangunan bekas resor tradisional tersebut.

“Kami sewa arsitek untuk memeriksa keamanan seluruh bangunan,” kata dia. “Tentu keamanan di kedai kopi ini harus menjadi yang utama.”

FRANSISCO ROSARIANS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus