Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jakpro dan Sarana Jaya masih mencari rekan dan investor empat proyek ITF Jakarta.
Sarana Jaya akan memulai pembangunan FPSA berskala mikro di Tebet Barat pada tahun ini.
Sebanyak 147 RW mulai mengelola dan memilah sampah sejak di permukiman.
JAKARTA — Pengelolaan sampah Jakarta masih bergantung pada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Sejumlah strategi pemerintah daerah untuk mengolah sampah secara mandiri sejauh ini belum terwujud. Salah satunya adalah pembangunan fisik empat fasilitas intermediate treatment facility (ITF).
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria optimistis fasilitas pengolahan sampah itu bisa segera dibangun. “Saat ini sedang dalam masa proses pelelangan,” kata dia di Balai Kota, kemarin. “Satu (ITF) bisa mengolah 1.500-2.000 ton sampah per hari.”
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebenarnya sudah meresmikan pembangunan satu fasilitas pengelolaan sampah di Sunter Agung, Jakarta Utara, pada Desember 2018. Namun proyek ini terhenti karena PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai penanggung jawab pecah kongsi dengan perusahaan rekanan asal Finlandia, Fortum Power and Heat Oy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakpro kemudian harus membeli semua saham Fortum di perusahaan gabungan yang nantinya menjadi pelaksana proyek ITF Sunter, yaitu PT Jakarta Solusi Lestari. Saat ini, perusahaan pelat merah tersebut juga masih mencari rekanan baru yang siap menggarap proyek bernilai US$ 340 juta atau sekitar Rp 5,2 triliun tersebut. Selain itu, Jakpro sebenarnya mendapat tugas membangun ITF di kawasan Jakarta Barat. Dalam proyek ini, Jakpro telah menggandeng konsorsium Wika-Indoplas untuk membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 2.400 ton sampah per hari.
“Target penyelesaian FS (feasibility study) dan FBC (financial business case) pada kuartal keempat 2021,” kata juru bicara Jakpro, Nadia Diposanjoyo.
Dua ITF lainnya menjadi tanggung jawab Perumda Sarana Jaya untuk kawasan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dua fasilitas pengolahan tersebut mampu menyerap masing-masing 1.700 dan 1.500 ton sampah per hari. Keberadaan dua pembangkit listrik tenaga sampah itu diprediksi mengurangi timbunan sampah rumah tangga dan sejenisnya sebesar 70-90 persen.
Sarana Jaya kemudian menggelar ulang tender proyek dengan nilai investasi Rp 3 triliun tersebut pada awal 2021. Perusahaan pelat merah ini sekarang tengah menunggu kelengkapan dokumen request for proposal dari sembilan konsorsium yang lolos tender prakualifikasi. “Mereka memasukkan dokumen proposal pada akhir Juli,” kata Yadi, Corporate Secretary Sarana Jaya.
Gerobak dan truk sampah di lokasi tempat pembuangan sampah sementara, kawasan Kalibata, Jakarta. Dok Tempo/ M. Iqbal Ichsan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan, membenarkan kabar bahwa semua proyek fasilitas pengelolaan sampah antara (FPSA) berskala makro masih terus berjalan. Meski belum detail soal target, menurut dia, setiap perusahaan daerah yang menjadi penanggung jawab tengah mencari strategi untuk mempercepat proses pembangunan pengolahan sampah tersebut.
Sarana Jaya secara paralel juga tengah menuntaskan sejumlah proyek pembangunan FPSA berskala mikro. Salah satunya adalah FPSA Tebet yang mampu mengolah sampah warga di kecamatan tersebut yang mencapai 150 ton per hari. Saat ini, Sarana Jaya telah menuntaskan penyiapan lahan pembangunan dan sertifikasi teknologi pengolahan yang akan menggunakan insinerator atau pembakaran sampah menjadi tenaga listrik.
“Akan dimulai pembangunan FPSA Tebet pada tahun ini. Tahun depan akan ditambah 18 titik serupa dengan di Tebet,” ujar Yogi. “Jadi, sejumlah kecamatan di DKI tak perlu lagi mengirimkan sampah ke Bantargebang.”
Dinas Lingkungan sudah memiliki satu unit pengolahan sampah berskala mikro yang bernama FPSA Merah Putih di TPST Bantargebang. Fasilitas yang mampu mengolah 110 ton sampah per hari itu bisa menghasilkan listrik hingga 700 kilowatt per jam. Selain untuk kebutuhan operasional internal, Dinas pun menjual tenaga listrik FPSA Merah Putih ke PLN. “Ada hitungan yang bisa kami dapatkan kalau listrik dikirim ke PLN. Kalau yang di Tebet, tergantung keputusan Sarana Jaya,” ujar dia.
embed
Selain mengerjakan pembangunan pembangkit listrik, Dinas Lingkungan mengklaim terus menggiatkan sosialisasi dan edukasi pengolahan sampah di tingkat rukun warga dan tempat tinggal. Saat ini, DKI Jakarta mencatat ada 147 RW yang mulai mengolah sampah dengan pola bank sampah, kompos, dan BSF maggot. Warga di semua RW ini pun mulai membantu petugas pengangkut sampah dengan penerapan pemilahan sejak di rumah masing-masing. “Kami terus dorong jumlah masyarakat yang terlibat bertambah,” kata Kepala Seksi Penyuluhan dan Peran Serta Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI, Susi Andriani.
FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo