Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penyalur dan Pemasok Biodiesel 20 Saling Tuding Kesalahan

Tak optimalnya realisasi program dianggap ikut memicu defisit perdagangan migas berlanjut.

19 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas menyiapkan solar dengan campuran biodiesel 20 persen atau B20 di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, 31 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Pemerintah memastikan akan bersikap tegas dalam mengevaluasi kebijakan perluasan program mandatori pencampuran 20 persen bahan bakar nabati ke solar, atau biasa disebut biodiesel 20 (B20). Tak optimalnya realisasi kebijakan yang diterapkan sejak September lalu tersebut dianggap sebagai biang masih tingginya defisit pada neraca perdagangan minyak dan gas bumi pada November lalu. “Neraca migas jadi salah satu perhatian utama, makanya enforcement harus jalan,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, di kantornya, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya pengendalian impor lewat perluasan program B20 yang semula digadang-gadang dapat menghemat impor minyak senilai US$ 2 miliar belum menunjukkan hasil signifikan di tiga bulan pelaksanaan kebijakan sejak September lalu. Defisit neraca perdagangan minyak dan gas semakin menganga di angka US$ 1,46 miliar pada November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan telah menemukan indikasi kelalaian oleh 11 entitas yang ditugaskan menjalankan perluasan program B20. Perusahaan tersebut berpotensi dikenai sanksi berupa denda hingga Rp 360 miliar lantaran lalai memenuhi kesepakatan penyaluran B20. Pertamina menjadi salah satu perusahaan yang dikenai sanksi tersebut. Peraturan Menteri ESDM tentang kebijakan ini memang mengancam dengan denda sebesar Rp 6.000 untuk setiap liter kuota yang tak dapat dipenuhi sesuai dengan kesepakatan.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Djoko Siswanto, mengatakan sudah mengirim surat kepada 11 badan usaha tersebut sejak akhir pekan lalu. Kemarin, pemerintah memastikan surat tersebut telah diterima dan mempersilakan para terduga pelanggaran untuk menyampaikan sanggahannya. “Mereka semua sudah terima surat saya, tapi memang masih ada perdebatan,” ujar Djoko.

Menurut dia, sebelas entitas yang terdiri atas dua badan usaha bahan bakar minyak atau BUBBM (penyalur) dan sembilan badan usaha bahan bakar nabati (pemasok) saling tuding. BUBBM memerlukan waktu dua-tiga hari untuk bisa mencampur, mengendapkan B20, sebelum dijual. Adapun BUBBM perlu kecepatan penyerapan agar tak terindikasi melakukan pelanggaran. “Makanya BUBBM cuma kena denda sedikit sekali,” kata Djoko.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan berbagai macam permasalahan, selain temuan tersebut, membuat program B20 yang ditargetkan tersalur 2,89 juta kiloliter baru 85 persen. Masalah logistik seperti kebutuhan floating storage yang menerpa PT Pertamina (Persero), misalnya, baru bisa rampung pada pergantian tahun. “Untuk kilang Balikpapan pekan depan sudah beres, tinggal urusan sewa-menyewa kapal, tapi yang Tuban kelihatannya belum bisa,” kata Darmin.

Gudang penyimpanan dan fasilitas pencampuran bahan bakar di Tuban, ujar dia, masih memerlukan proses legalitas, misalnya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Jika kedua permasalahan beres, persentase penyaluran bakal mendekati 100 persen lantaran Pertamina menjadi BUBBM dengan kuota tersebut hingga 2,5 juta kiloliter. Adapun pada 2019 pemerintah bakal menyalurkan B20 6,5 juta kiloliter.

Operation Supply Chain Manager Pertamina, Gema Iriandus, mengatakan perusahaannya bakal mematuhi penugasan tersebut. Tapi dia meminta pemerintah juga bersikap adil dalam memutuskan sanksi. “Tidak menutup kemungkinan ada kendala teknis seperti kebocoran tangki atau pipanya,” kata dia. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia juga meminta pemerintah memberi waktu satu-dua pekan agar para pelanggar punya waktu untuk memberikan penjelasan tertulis.

Kalangan industri kelapa sawit mengatakan takkan ada masalah bahan baku dalam kebijakan B20. Saat ini pasokan kelapa sawit yang menjadi bahan utama pembuat fame-bahan campuran B20-melimpah. “B20 jadi salah satu langkah cepat memulihkan harga kelapa sawit yang sedang merosot tajam saat ini,” ujar Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Eddy Martono. ANDI IBNU


Penyalur dan Pemasok Biodiesel 20 Saling Tuding Kesalahan

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus