Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Darurat Beras Kian Dekat

Pasokan beras dianggap masih kurang banyak untuk mengendalikan harga beras yang terus naik. Benarkah darurat beras sudah dekat?

19 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembeli memilih kualitas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 1 Sepetmber 2023. TEMPO/ Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Masyarakat masih sulit mendapatkan beras sesuai dengan harga eceran tertinggi.

  • Intervensi pasar oleh Perum Bulog masih belum bisa menekan harga beras.

  • Ombudsman mengusulkan agar harga eceran tertinggi beras diganti dengan harga eceran tertinggi gabah.

TAK biasanya Nur Lina berkeliling mendatangi sejumlah kios beras di Pasar Jaya Pademangan Barat, Jakarta Utara, kemarin. Hal ini ia lakukan demi mendapatkan beras dengan harga termurah. Harga beras yang kian tinggi membuat beban pengeluaran ibu rumah tangga tersebut kian berat. “Saya sampai mendatangi lima kios untuk mencari beras paling murah,” kata dia saat dijumpai Tempo di pasar tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum ke Pasar Jaya Pademangan Barat, Nur mampir ke tiga toko di pinggir jalan hingga ke minimarket. Setelah bertanya ke sana-sini, akhirnya ia memutuskan membeli beras di Pasar Jaya seharga Rp 50 ribu untuk 5 kilogram. “Lebih murah Rp 2.000. Lumayan, meski capek banget jalan kaki.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan hanya Nur yang rela mondar-mandir mengecek harga supaya mendapatkan beras murah. Warga Pademangan lainnya, Putri Lestari, juga menceritakan kisah serupa. Ia mengatakan telah mampir ke minimarket sebelum mendatangi salah satu toko beras di Pasar Jaya Pademangan Timur. 

Perempuan berusia 34 tahun itu memutuskan membeli beras di toko tersebut karena harganya lebih murah ketimbang di minimarket. “Premium lebih murah di Pasar Jaya. Tadi saya cek di minimarket 5 kg harganya Rp 69 ribu. Di sini harganya Rp 65 ribu,” kata Putri. Ia mengatakan selisih itu sangat berarti di tengah semakin mahalnya beras. 

Menyitir panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata beras medium di tingkat pedagang eceran kemarin dibanderol Rp 12.930 per kilogram, sementara harga beras premium mencapai Rp 14.560 per kilogram. Harga kedua jenis beras tersebut melonjak dibanding harga pada bulan yang sama tahun lalu. Waktu itu, beras medium masih dijual seharga Rp 10.950 per kilogram, sedangkan beras premium Rp 12.480 per kilogram. 

Kenaikan harga beras tak terbendung kendati Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) telah menggelontorkan beras untuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebanyak 770 ribu ton sejak awal tahun. Perseroan pun kini tengah menggeber penyaluran bantuan beras untuk 21,3 juta keluarga selama tiga bulan ke depan. Total beras yang akan disalurkan untuk bantuan itu sekitar 640 ribu ton. 

Pekerja melakukan bongkar-muat beras dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 13 September 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Gejala Darurat Beras

Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan kenaikan harga beras semakin luas. Pada awal September lalu, sebanyak 300 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras. Pada pekan kedua bulan ini, jumlahnya naik menjadi 341 daerah.

Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan, setelah berkontribusi terhadap kenaikan inflasi pada Agustus lalu, lonjakan harga beras masih berlanjut hingga dua pekan pertama September. "Ini yang perlu kita waspadai bersama," ujarnya dalam siaran Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di kanal YouTube Kementerian Dalam Negeri. 

BPS juga mencatat, per 17 September lalu, kenaikan harga beras medium di tingkat konsumen sudah mencapai 23,56 persen di atas harga eceran tertinggi (HET). Adapun harga beras premium mencapai 22,58 persen di atas HET. Jika dilihat berdasarkan zonasi, harga beras medium di zona 3 sudah lebih mahal 24,72 persen di atas HET; di zona 2 lebih mahal 15,05 persen; dan di zona 1 lebih mahal 13,62 persen.

Kondisi tersebut, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, sudah menunjukkan gejala darurat. Pasalnya, kenaikan harga beras terjadi secara cepat dan persisten. Pasokan gabah dan beras pun semakin terbatas karena masa panen raya sudah lewat. Di sisi lain, impor beras tak lagi menjadi opsi mudah setelah negara-negara produsen beras menutup keran ekspornya dan memprioritaskan kebutuhan domestik mereka.

Tanpa intervensi berarti, kata Bhima, tren kenaikan harga beras masih akan berlanjut sampai awal tahun depan ketika periode panen raya tiba. “Kalau dibiarkan, berisiko menjadi kasus yang mirip dengan minyak goreng. Dampaknya jauh lebih berisiko, terutama di perkotaan. Inflasi dan kemiskinan naik.”

Pada tahun lalu, seretnya pasokan menjadi penyebab kenaikan harga minyak goreng di mana-mana. Pembelian pun dibatasi. Berbagai kebijakan pemerintah tak membendung kenaikan harga produk turunan sawit tersebut. Larangan ekspor minyak sawit mentah pada pertengahan tahun, yang diharapkan menjadi solusi, justru memperburuk persoalan di industri tersebut. 

Analis Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, sepakat bahwa kondisi saat ini, jika dibiarkan, akan berujung pada krisis beras dalam waktu dekat. “Pasokan di pasar berpotensi kurang. Soal stok cukup atau tidak, harus dibuktikan pemerintah agar tidak ada yang menimbun stok alias memanfaatkan situasi.” 

Ronny mengatakan pangkal utama masalah ini berada pada sisi pasokan yang turun karena efek kemarau panjang alias El Nino. Sikap beberapa negara yang menahan ekspor beras menambah sinyal kepada pasar bahwa pasokan beras di Tanah Air terancam. Akibatnya, harga naik tak terkendali. “Namun di lapangan tak ada yang benar-benar mengetahui penyebab harga sulit dikendalikan karena ada saja pihak yang akan memanfaatkan situasi dengan menahan suplai.”

Tak terkendalinya harga beras menunjukkan volume beras dalam intervensi pasar yang dilakukan pemerintah masih kurang signifikan. Padahal, kata Ronny, harga di pasar hanya bisa diganggu apabila penggelontoran pasokan dilakukan secara besar-besaran dan di lokasi yang terdapat transaksi besar, seperti sentra perdagangan beras. 

Dugaan Ronny berikutnya adalah kekurangan pasokan beras terjadi secara meluas sehingga operasi pasar yang telah dilakukan Bulog pun tak dapat mengimbanginya. Walhasil, dengan permintaan yang tetap tinggi, harga akan sulit turun. “Dugaan penyebab lainnya adalah aksi para distributor nakal menahan stok lama yang mereka beli dengan harga murah.”

Petani memanen padi di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 18 September 2023.TEMPO/Prima mulia

Tiga Sebab Harga Beras Melonjak

Sebagian analisis Ronny itu sejalan dengan temuan Ombudsman RI. Lembaga pengawas pelayanan publik itu menemukan lonjakan harga beras disebabkan oleh tiga permasalahan utama: permasalahan iklim, permasalahan di hulu, dan permasalahan di hilir. Permasalahan di hulu yang ditemukan Ombudsman, misalnya luas lahan pertanian turun, keterbatasan sarana produksi pertanian, serta masalah benih dan pupuk. 

Sementara itu, masalah di hilir berupa biaya komponen produksi yang naik, berkurangnya pasokan gabah dari petani, matinya penggilingan padi kecil, turunnya produksi beras, hingga ketidakpastian impor beras. “Polemik harga beras dapat memunculkan dampak lebih serius, seperti gangguan pelayanan publik, inflasi, peningkatan angka kemiskinan, serta gangguan stabilitas sosial dan keamanan politik menjelang tahun Pemilu 2024,” ujar anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika.

Berkaca pada polemik minyak goreng pada tahun lalu, ia mewanti-wanti pemerintah tidak keliru dalam menentukan akar masalah. Kekeliruan dalam melihat penyebab persoalan pada kasus minyak goreng, ditambah telatnya mitigasi dan munculnya tekanan publik, membuat persoalan itu semakin ruwet. “Saya ingat waktu itu, setiap intervensi pemerintah bukannya berujung pada lancarnya ketersediaan minyak goreng, melainkan makin langka, padahal regulasi banyak dikeluarkan.”

Ombudsman menawarkan sejumlah solusi. Salah satunya adalah pencabutan harga eceran tertinggi beras dan menggantinya dengan HET gabah di tingkat penggilingan padi. Alasannya, selama ini HET beras dinilai tidak efektif meredam kenaikan harga lantaran kurangnya pengawasan dari pemerintah. Pembatasan harga eceran justru bisa mengganjal penyediaan beras kepada masyarakat, khususnya di pasar modern.

Berdasarkan catatan Ombudsman, harga beras medium konsisten berada di atas HET sejak Januari 2022 hingga saat ini. Sementara itu, harga beras premium terus berada di atas HET sejak November tahun lalu sampai sekarang. “Buat apa ada kebijakan kalau tak berpengaruh? Nanti malah bisa menambah masalah karena menjadi momok untuk menjerat pelaku usaha dan membuat pasokan semakin tidak lancar.”

Di sisi lain, HET gabah diperlukan sebagai mitigasi atas indikasi harga gabah yang juga terus naik. Sebagai catatan, harga gabah kini rata-rata Rp 6.500-7.300 per kilogram. Harganya berpotensi terus naik karena adanya persaingan penyerapan gabah di tingkat penggilingan.  

Survei yang dilakukan Ombudsman kepada 110 penggilingan di empat provinsi menunjukkan produksi beras di Banten dan Jawa Timur pada tahun ini terus jeblok dibanding pada tahun lalu. Artinya, pasokan gabah di dua provinsi itu kian seret sehingga persaingan pembelian gabah semakin ketat.

Yeka mengatakan penerapan HET gabah di penggilingan akan lebih mudah diawasi lantaran jumlah perusahaan penggilingan jauh lebih sedikit dibanding jumlah pedagang beras. “Catatannya, penerapan HET gabah ini perlu dievaluasi setiap minggu. Jika harga gabah sudah terkendali, HET gabah dapat dipertimbangkan dihapus.” 

Usulan lain Ombudsman adalah pemerintah membatasi peredaran gabah kering panen dan gabah kering giling lintas provinsi. Tujuannya agar stok gabah tersedia dan terukur di tiap wilayah. Pemerintah pun perlu mengatur kerja sama penggilingan kecil dan besar dalam menyerap gabah dari petani. 

Untuk intervensi pasar, Ombudsman mengatakan intervensi yang dilakukan Bulog saat ini masih kurang efektif. Karena itu, Yeka mengatakan perlu ada operasi yang lebih besar dan langsung kepada konsumen. Dengan demikian, beras murah akan lebih cepat sampai ke masyarakat. Di sisi lain, Bulog tetap harus mempercepat impor beras guna mengamankan cadangan beras pemerintah untuk intervensi.

Ditanya mengenai kajian Ombudsman, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, tidak menjawab gamblang. Ia hanya mengatakan hal yang harus diperbaiki adalah produksi dan cadangan pangan. “Berapa pun dinaikkan, HET tidak akan cukup kalau shortage (kekurangan),” kata Arief melalui aplikasi perpesanan. “Produksi adalah kuncinya.”

Adapun Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto, mengatakan perseroan akan terus meningkatkan distribusi beras SPHP melalui pedagang eceran ataupun langsung ke masyarakat. “Akan terus kami gelontorkan sampai harga turun.” Ia mengatakan semua beras impor yang dipesan Bulog akan tiba di Indonesia paling lambat pada 30 November 2023.

CAESAR AKBAR | RIRI RAHAYU | NINDA DWI RAMADHANI (MAGANG)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus