Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi mengakibatkan panic buying di masyarakat.
Kondisi panic buying di masyarakat dalam beberapa hari terakhir membuat stok BBM bersubsidi di lapangan semakin tipis.
Ketidakjelasan sikap pemerintah dianggap sebagai penyebab utama masyarakat melakukan panic buying.
JAKARTA - Hari menjelang magrib ketika Johan memacu sepeda motornya menuju stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di sekitar Jalan Palmerah, Jakarta Selatan, kemarin. Begitu sampai di pompa bensin, pria berusia 30 tahun ini melihat antrean panjang sepeda motor hingga meluber ke badan jalan. Melihat antrean tersebut, mulanya Johan tak gentar. Ia tetap masuk ke salah satu barisan antrean menuju dispenser Pertalite.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada dua barisan menuju dispenser self-service, saya ikut ke salah satu di antaranya," ujar pria yang biasa mengisi di SPBU Palmerah pada sore hari itu kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sembari menunggu, Johan melihat ke sekitar. Antrean juga tampak di bagian dispenser Pertalite untuk mobil. Tak hanya mobil pribadi, taksi dan angkutan kota juga ikut mengantre.
Sekitar 20 menit mengantre, Johan belum juga mencapai dispenser. Akhirnya dia menyerah. Ia pun akhirnya mengarahkan sepeda motornya menuju antrean Pertamax yang lebih pendek. "Saya akhirnya pindah ke antrean Pertamax yang ada petugasnya, bukan self-service," ujarnya.
Sepanjang pengalamannya mengantre untuk mengisi bensin di SPBU tersebut, Johan merasa antrean Pertalite kemarin memang lebih panjang dari biasanya. Ia menduga mengularnya antrean tersebut bukan hanya karena faktor jam pulang kerja, melainkan juga lantaran ada kekhawatiran pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. "Saya enggak pernah lihat yang sepanjang itu," tuturnya. Berdasarkan catatan Tempo, antrean panjang di SPBU Palmerah juga terjadi pada Rabu malam, 31 Agustus 2022.
Antrean sepeda motor mengisi BBM Pertalite di SPBU Jalan Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, 1 September 2022. TEMPO/Prima Mulia
Konsumsi BBM Bersubsidi Meningkat 2 Persen
Antrean panjang juga dilaporkan sempat terjadi di beberapa daerah lain, seperti di SPBU Ciputat dan Pamulang, Tangerang Selatan; hingga sejumlah SPBU di Kota Bandung. Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, membenarkan bahwa sebagian besar SPBU diserbu masyarakat lantaran mereka khawatir harga BBM naik. Perseroan pun sempat mencatat adanya peningkatan konsumsi BBM bersubsidi sekitar 1-2 persen dari rata-rata harian lantaran panic buying tersebut.
Di Jawa Tengah, misalnya, Pertamina mencatat penjualan Pertalite mencapai 10.744 kiloliter dalam sehari pada 31 Agustus 2022. Sebagai perbandingan, Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho, mengatakan pada periode 1-24 Agustus 2022 penjualan Pertalite sebesar 9.538 kiloliter per hari.
Adapun penjualan solar di Jawa Tengah pada 25-31 Agustus 2022 rata-rata 5.827 kiloliter per hari. Sedangkan pada 1-24 Agustus 2022, rata-rata 6.577 kiloliter per hari. Di tanggal 31 Agustus 2022, penjualan solar sebesar 6.104 kiloliter.
Lantaran panic buying tersebut, dilaporkan ada SPBU di Kota Padang yang sampai kehabisan Pertalite. Dihubungi lagi kemarin, Irto mengatakan saat ini perseroan telah memasok kembali BBM bersubsidi untuk seluruh SPBU. "Kami pastikan stok nasional aman," ucapnya.
Kendati begitu, ia mengimbau masyarakat agar tidak melakukan panic buying dalam membeli BBM. "Diimbau kepada masyarakat untuk membeli BBM sesuai dengan kebutuhan."
Stok BBM Bersubsidi Makin Tipis
Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Patuan Alfon, mengatakan hingga 31 Agustus 2022 penyaluran Pertalite telah mencapai 19,5 juta kiloliter atau 84,63 persen dari kuota 23 juta kiloliter tahun ini. Sementara itu, penyaluran solar mencapai 11,5 juta kiloliter atau 76,28 persen dari kuota 14,9 juta kiloliter. "Pengendalian untuk Biosolar sudah dilakukan melalui SK Pengendalian Volume oleh BPH Migas, sementara untuk Pertalite belum ada dasar hukum untuk melakukan pembatasan volume," tutur dia.
Dengan menggunakan asumsi rata-rata penyaluran Pertalite bulanan sebesar 2,4 juta kiloliter--seperti disampaikan Pertamina--Tempo menghitung bahwa kuota subsidi BBM RON 90 tersebut akan tercapai 100 persen pada Oktober mendatang. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, berujar lembaganya berharap ada tambahan kuota sebanyak 5 juta kiloliter untuk Pertalite dan 2 juta kiloliter untuk solar. "Ini kelihatannya juga masih kurang," ujarnya.
Ditanya soal usulan tambahan kuota tersebut, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Made Arya Wijaya, hanya menjawab singkat. "Sementara belum ada infonya," ujarnya. Ia mengatakan hingga saat ini pemerintah masih berfokus melaksanakan tambahan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun yang sudah diputuskan beberapa waktu lalu.
Bantalan sosial untuk rakyat miskin itu disebut sebagai pengalihan anggaran subsidi agar masyarakat yang kurang mampu tetap memiliki daya beli. Tahun ini, anggaran subsidi BBM dan LPG mencapai Rp 149,4 triliun dan subsidi listrik mencapai Rp 59,6 triliun. Adapun kompensasi BBM sebesar Rp 252,5 triliun dan kompensasi listrik mencapai Rp 41 triliun. Dengan demikian, total anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp 502,4 triliun.
Antrian kendaraan bermotor saat akan mengisi bahan bakar di SPBU MT Haryono, Jakarta, 1 September 2022. Tempo/Tony Hartawan
Jokowi Soal Kebijakan BBM
Penyaluran bantuan sosial tersebut disinyalir beberapa pihak sebagai isyarat pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat. Namun hingga kini pemerintah masih belum mengumumkan kebijakan mengenai BBM bersubsidi tersebut. Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah masih menghitung dengan hati-hati harga BBM bersubsidi. "BBM semuanya masih pada proses dihitung, dikalkulasi dengan hati-hati," kata dia, kemarin.
Pemerhati kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, mengingatkan bahwa lambatnya pengambilan kebijakan BBM bersubsidi menimbulkan banyak mudarat. Dampak yang telah terasa, kata dia, adalah kepanikan publik lantaran tidak ada kepastian soal harga. Di tengah ketidakpastian itu, Trubus melihat muncul potensi penyimpangan.
"Di masyarakat juga bisa muncul free rider atau penunggang gelap yang berupaya mengambil keuntungan dengan cara menimbun. Jadi, mencari keuntungan di tengah ketidakpastian," ujar dia.
Di sisi lain, ia melihat pemerintah seakan-akan gamang dalam melangkah. Dalam situasi ini, Trubus meminta pemerintah terbuka tentang kondisi yang sesungguhnya serta transparan mengenai urgensi menaikkan harga BBM. "Apa benar APBN jebol? Kalau saya, berharap ini ditahan dulu karena situasi belum mendesak dan pemulihan ekonomi bisa gagal."
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan ketidakjelasan sikap pemerintah adalah penyebab utama masyarakat melakukan panic buying. Kenaikan pembelian BBM karena kepanikan itu dianggap justru membuat kuota Pertalite semakin tipis. "Ini karena komunikasi pemerintah tidak clear terkait harga BBM," ujar dia.
Karena itu, ia meminta pemerintah segera memutuskan kebijakan yang akan diambil mengenai harga BBM bersubsidi, baik Pertalite maupun solar bersubsidi. Setelah itu, Bhima menyarankan agar ada satu pejabat yang ditunjuk khusus untuk mengumumkan kebijakan ini agar tidak ada simpang-siur informasi di masyarakat. "Cukup satu saja. Siapa yang paling relevan, harusnya Menteri ESDM yang bicara atau Menteri Keuangan. Di luar itu, enggak boleh, agar tidak menimbulkan sengkarut."
CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN | FRANCISCA CHRISTY | JAMAL NASHIR | SEPTHIA RYANTHIE | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo