HANYA berselang seminggu setelah 50 tentara menganiaya para tahanan Operasi Wibawa di Gedung KNPI Lhokseumawe sehingga menewaskan lima orang, mereka mulai diadili. Dalam sidang pertama tanggal 16 Januari lalu, duduk sebagai terdakwa pertama—dari 27 tersangka—adalah Mayor Inf. Bayu Najib, Kasdim 0103 Aceh Utara yang juga Pelaksana Harian Komandan Batalion 113 Jaya Sakti Bireuen Aceh Utara.
Menurut keterangan saksi Kapten (Pol.) Muryanto, Kasat Sabhara Polres Aceh Utara, ia melihat terdakwa Bayu Najib memukul seluruh tahanan dengan kabel listrik. Penganiayaan itu dilakukan setelah terdakwa menanyakan keberadaan Mayor (Mar.) Ediyanto yang disandera dan hingga kini belum diketahui nasibnya. Keterangan yang sama juga disampaikan dua saksi lainnya, yakni Kapten Inf. Junaidi, Pasi Ops. Korem 011/Lilawangsa, dan Kopda Priyo Bedjo, anggota Provos Korem 011/Lilawangsa. Selain dengan kabel, terdakwa juga menendang.
Keterangan itu dibantah oleh Bayu Najib. Ia mengaku hanya memukulkan kabel listrik yang dilipat dua pada salah seorang korban karena emosi, setelah korban mengaku melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Mayor Ediyanto dipukuli massa hingga tewas, tapi tak tahu kuburannya. Bagi hakim ketua Kolonel Sri Umi Sularsih, keterangan yang bersifat pembelaan itu dinilai tak rasional. Sejatinya, seorang perwira menengah, apalagi komandan, tak boleh melakukan pemukulan. Setengah menguji, ia meminta terdakwa memperagakan adegan pemukulan ke tiang. Terdakwa melakukannya dengan sekeras tenaga. "Sebegitu kuat kamu memukul tahanan? Saya rasa, kamu memukul lebih kuat lagi karena saat itu sedang emosi," katanya. "Saya benar-benar khilaf," ujar Bayu Najib kepada Zainal Bakri dari TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini