Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perang candu gaya baru

Penyelundup ganja internasional, antonius olijoek dengan kapalnya "sea rover", berhasil diringkus oleh kapal patroli prancis, inggris dan belanda dalam suatu operasi genievre ii.(sel)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG itu 5 Maret 1981, perairan lepas Boulogne tampak damai. Seperti biasa. Perahu-perahu layar, kapal tangki dan penangkap ikan meluncur di laut yang tenang. Sama sekali tak ada pertanda bahwa sebentar lagi akan terjadi 'perang' yang mendebarkan, dengan senapan-senapan 12,7 dan 40 mm. Duane Prancis dan Inggris sudah lama muak menguberuber para penyelundup narkotika yang lalu-lalang di sini. Mereka merasa dipermainkan -- padahal langkah langkah tegas sudah ditetapkan: kalau perlu tembak di tempat. Sementara itu, di kapal Sea Rover, Antonius Olijoek tersenyum setelah menyimak cuaca. Lelaki Belanda 56 tahun ini puas dengan profesi yang dipilihnya: penyelundup narkotika internasional. Karirnya gemilang. Dengan kecepatan 12 knot, kapal tunda sepanjang 50 meter dengan daya angkut 500 ton itu melaju menuju Pas de Calais, dan Laut Utara. Siapakah Antonius Olijoek? Bahkan pembantunya terpercaya, Ernst Jowtra, yang kini memegang kemudi, tak mampu menjawab. Awak Sea Rover tahu benar: mereka tak berhak bertanya. Orang-orang itu sendiri adalah 'pasukan' yang terlatih dalam dunia kekerasan: tiga orang Belanda, dua Maroko, seorang Inggris dan seorang Kanada dari Montreal. Untuk menjamin anak buah ini taat pada perintah, Olijoek didampingi sepucuk senjata otomatis penuh peluru -- plus anak-anak panah yang biasa digunakan berburu babi. Lewat tengah hari ia naik ke anjungan. Dan memperhatikan kapal-kapal yan berlayar di depan. Perairan ini memang sangat sibuk: tak ada salahnya berjaga-jaga. Di geladak Sea Rover, tiga perahu karet berjajar rapi penuh muatan. Ditambah yang tersimpan di palka, kapal tunda ini mengangkut seluruhnya 3 ton ganja. 48 jam mendatang Olijoek akan menyerahkan muatan ke tangan kedua, dan berdasar pasaran terakhir ia akan mendapat 54 juta frank. Melalui tipu-muslihat, kesabaran, dan kerja keras, lelaki ini memang telah berkembang menjadi salah seorang penyalur yang barangkali terbesar di antara para agen narktika di Eropa. Dengan jaringan koresponden dan klien terentang di seluruh pelosok benua, ia mendirikan markas besar di Negeri Belanda -- tempat undang-undang narkotika sedikit longgar. Perjalanan kali ini mengawali hubungan dagangnya dengan Inggris. Esok malam, Olijoek akan menyerahkan lebih setengah ton ganja kepada Stephen Appleby dan Wilfred Duffy, dua gembong sana. Dan itu akan dilakukan di bagian utara muara Sungai Thames, di kapal pesiar Duffy yang mewah. Rendezvous akan ditetapkan lewat radio dengan bahasa sandi, dan olah-gerak kapal akan dituntun melalui wolkie-talkie. Rapi. Sesuai dengan skenario yang sudah teruji lewat pelbagai keadaan gawat. Pukul 14.25 Sea Rover memasuki perairan Prancis. Biasanya Olijoek tak pernah meninggalkan jalur internasional, yang secara teoritis menjaminnya dari tuntutan hukum. Tapi karena limbah minyak Amoco Cadiz mengganggu pelayaran antara Dover dan Calais, ia terpaksa melangkahi kebiasaan ini. Laut tenang. Hanya selapis kabut tipis menghalangi pemandangan. Olijoek menoleh ke layar radar. Tak tampak sesuatu, kecuali sebuah gema lemah di arah belakang. Tapi tiba-tiba. Tiba-tiba Ernst Jowtra terlonjak bagai disengat lipan. Ia menuding tiga noktah sekitar tiga mil di depan. "Apa itu?" tanyanya bengong. "Aku tidak melihatnya lima menit yang lalu. Tidak nampak di radar. Mereka menuju ke mari!" Olijoek cepat mengerti. Terdengar pekiknya: "Belok kiri! Kecepatan penuh! Kapal patroli Prancis!" Dilengkapi motor-motor tempel berkekuatan 100 TK, Sea Rover melaju 40 knot. Dengan mencapai laut terbuka beberapa mil di depan Olijoek masih punya harapan besar meloloskan diri. Tapi mereka belum selesai menikung -- ketika dari buritan terdengar pekik para awak. Dua kapal patroli mendekat dengan kecepatan tinggi. Mengatasi raungan mesin, terdengar perintah Olijoek: "Buang muatan! Kita kepergok!" Dari arah barat laut, dua kapal muncul di cakrawala. Olijoek terpukau. Melalui teropong ia segera mengenali Challenger dan Sercher, kapal-kapal pemburu tercepat Bea Cukai Inggris. Kini penyelundup ulung itu mafhum: ia ditelikung beramai-ramai oleh polisi dan duane Prancis, Inggris dan Belanda . . . Syahdan. Di bawah nama sandi Genievre II, operasi ini dipersiapkan sejak dua setengah bulan sebelumnya. Ratusan petugas Inggris, Prancis dan Belanda menguntit Sea Rover dengan seksama. Para penerbang, pelaut, dan duane yang menyamar sebagai turis, melaporkan posisi Sea Rover secara tetap, di laut maupun bandar. Kini, antara Dover dan Calais, pada salah satu jalur pelayaran terpadat di dunia, pelacakan mendekati akhir. Pukul 14.35, 5 Maret itu, bentuk Sea Rover masuk melalui teropong Guy Soubelet, koordinator operasi pihak Prancis. Ia berada di kapal DF-38 dengan motor berkekuatan 1800 TK. Ketika melihat Sea Rover menikung ke laut bebas, Soubelet memberi perintah mengejar. DF-38 melesat dengan kecepatan 30 knot. Tiga kapal patroli lain muncul dari arah berbeda. Pada lambung kiri, Challenger dan Searcher bagai dipacu. Dan di markas besar COD (Pusat Operasi Bea Cukai) di Rouen, perkembangan itu diikuti lewat radio. Maurice Valax, atasan Soubelet, terus-menerus memindahkan tanda posisi di peta yang memenuhi dinding. Tak ubahnya suasana perang laut. Ia secara tetap berhubungan radio dengan sejawatnya dari pihak Inggris, dan dengan Laksamana Couzart dari Cherbourg yang siap menurunkan bantuan Angkatan Laut. Pukul 14.45, jarak DF-38 dan Sea Rover tinggal 30 meter. "Naikkan bendera S dan O!" perintah Soubelet di DF-38. Untuk kapal yang dikejar, bendera ini merupakan perintah "segera berhenti dan siap diperiksa duane." Tapi Sea Rover melaju terus -- bahkan setelah peringatan diulangi lewat pengeras suara, dalam bahasa Inggris dan Prancis. Soubelet menghubungi markas besarnya. Dan di Rouen Inspektur Valax segera memahami situasi. Kalau dibiarkan, tak sampai lima belas menit Sea Rover sudah akan meninggalkan perairan Prancis. Ia memberi perintah: "Naikkan sinyal SQ." Ini berarti: "Segera berhenti, atau ditembak!" Dengan takjub Soubelet menyaksikan Sea Rover tak menghiraukan perintah itu. "Valax," lapornya geram, "bertindak. Haram jadah itu tak mau berhenti." Tembakan peringatan tak juga menghentikan Sea Rover. Kapal itu bagai kesurupan. Soubelet menerima perintah terakhir dari markas besar: "Gunakan senapan mesin. Hindari anjungan dan awak kapal." Valax tak mau kehilangan mangsanya. Peluru-peluru 12,7 sebesar jari mulai merobek lambung Sea Rover. "Busyet! Kapal itu terus melaju," kutuk Soubelet. Pukul 14.56, keadaan bertambah gawat. Sea Rover meninggalkan perairan Prancis! Tapi Soubelet tak sudi menyerah. Pukul 15.30 kapal liar itu berbelok -- ke barat, ke Lautan Atlantik. Awaknya terus sibuk membuang muatan. Untuk ketiga kalinya Soubelet menghubungi Valax. "Peluru 12,7 tampaknya tak berpengaruh," serunya. "Kami minta bantuan Angkatan Laut." Laksamana Crouat dihubungi. Pertuisane, sebuah escorter berkecepatan tinggi, segera masuk arena. Pada gebrakan pertama, peluru-peluru meriam 40 mm Pertuisane membuka empat lubang di lambung Sea Rover. Awaknya menyuruk ke dalam palka. Tapi di anjungan Kapten Antonius Olijoek berdiri gagah perkasa, bagai nakhoda kapal perompak dengan bendera compang-camping. Pelaut kawakan itu tak menyangka segalanya berakhir begitu cepat. Lalu menjelang senja, selesailah semua. Hanya gemertak api terdengar dari Sea Rover. Seluruh lambung tengah kapal berbendera Panama itu marak menyala. Sementara petugas-petugas Inggris memadamkan api, polisi melucuti dan memasangkan borgol ke tangan Olijoek dan anak buahnya. Lebih satu ton ganja dapat disita. Mereka diangkut ke Newhaven. Tak lama kemudian, polisi Prancis menahan sejumlah orang yang dicuriai di Calais. Penangkapan-penangkapan segera terjadi di Inggris dan Negeri Belanda. Dan inilah laporan pengamatan berbulan-bulan. Tanggal 31 Januari 1981, Sea Rover meninggalkan Rotterdam. Tanggal 7 Februari kapal itu kelihatan di Gibraltar, mundar-mandir tak kurang dari 20 hari. Rupanya muatan belum lagi siap. Tanggal 27 Februari menaikkan muatan di luar pelabuhan Melilla, Maroko. Dari sana kapal itu berangkat menuju Eropa. Sebuah pesawat terbang Cessna T04 Titan, milik dinas bea cukai Prancis, memergoki kapal itu di Teluk Gascogne. Secara kebetulan penerbang Titan itu pernah mengenali Sea Rover sebelumnya. "Operasi selanjutnya tinggal perkara gampang," tutur Valax di markas besarnya di Rouen. Di lain pihak, Olijoek terlalu takabur. Ia tak tahu kapal-kapal patroli Prancis terbuat dari kayu, sehingga tak mungkin dilacak radar -- dan di tiang agung masing-masingnya dipasang reflektor untuk memudahkan kontrol radar dari markas besar. Selama operasi Genievre II, reflektor itu dibuka. Itu sebabnya Olijoek tak sadar sedang diikuti. Kini, petugas-petugas Prancis dan Inggris tetap berjaga-jaga di sekitar Cherbourg, Boulogne dan Newhaven. Mereka menanti mangsa berikut. Mungkin mereka sudah tahu kapal yang harus ditangkap, nakhoda dan awak yang harus diciduk, dan jenis narkotika yang harus disita. Tinggal menantikan saat yang menentukan. Aneh. Di penghujung abad lalu, Inggris membela perdagangan candunya melalui sebuah perang di Asia. Dan kini sebuah perang candu gaya lain dibangkitkan di Eropa. Dengan motif berbeda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus