Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perang di Balik <font color=#CC3333>Selembar Kain</font>

Tim sukses Megawati dan Kalla langsung tancap gas. Dengan sisa waktu sebulan, satu-satunya pilihan adalah menyerang.

1 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI acara kesembilan yang saya hadiri hari ini,” kata Jusuf Kalla tertawa. Ratusan tamu yang hadir dalam acara ”Dialog 1.000 Pelaku Usaha Bersama JKWiranto” di Ball Room Hotel Nikko, Jakarta, Jumat malam pekan lalu itu spontan bertepuk tangan. ”Saya masih sanggup menghadiri 12 acara dalam satu hari,” katanya lagi. Gemuruh keplok kembali membahana. Malam itu, penampilan Kalla, 67 tahun, wakil presiden yang kini tengah berjuang merebut kursi RI1, memang segar bugar. Padahal siangnya dia baru saja berkeliling Makassar, meminta doa restu warga di kampung halamannya itu.

Berbekal slogan ”Lebih Cepat Lebih Baik”, Kalla terus merangsek. Selama acara—didampingi Jenderal Purnawirawan Wiranto, 63 tahun dia lincah menanggapi pertanyaan. Ketika moderator acara, presenter televisi Rosiana Silalahi, menggugat gaya kepemimpinan Kalla yang gemar menerabas aturan, saudagar Bugis ini tangkas menangkis, ”Pemimpin memang harus begitu.” Jika ada aturan yang membatasi, Kalla lantang minta aturan itu diubah saja. ”Di muka bumi ini, hanya AlQuran dan Injil yang tidak bisa diubah,” katanya.

Stamina dan kejelian kerja politik KallaWiranto memang tengah diuji harihari ini. Pasangan yang diusung Partai Golkar dan Partai Hati Nurani Rakyat ini harus bekerja keras mengejar tingkat keterpilihan Yudhoyono, yang pada awal Mei lalu di atas 70 persen. Mereka hanya punya waktu satu bulan, sebelum pemilihan presiden pada 8 Juli 2009.

Pada malam yang sama, Jumat pekan lalu, di Surakarta, Jawa Tengah, calon presiden Megawati Soekarnoputri, 62 tahun, dan wakilnya, Letnan Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto, 57 tahun, juga menggalang massa. Ditingkahi gerimis, seribuan pendukung setia mereka tekun mengikuti acara MegaPro, yang digelar di pelataran Pasar Gede Har­djonagoro. Bertajuk ”Deklarasi Ekono­mi Kerakyatan”, acara ini ingin memperkenalkan program ekonomi konkret yang bakal dikerjakan duet MegaPrabowo jika menang kelak. Di atas panggung, tampak dua baliho raksasa bergambar sang calon dan wakilnya, meng­apit gunungan buah dan sayurmayur, lambang keberlimpahan pangan.

Motor acara ini adalah dua kepala daerah sekaligus kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan: Wali Kota Solo Joko Widodo dan Bupati Wonogiri Begug Poernomosidi. Pada puncak acara, Joko membacakan sembilan program eko­­nomi kerakyatan, mulai dari mendirikan bank khusus petani dan nela­yan, revitalisasi pasar tradisional, sampai perlu adanya kawasan khusus pedagang kaki lima di tiap kota. Mega, yang malam itu bertopi caping, serius mendengarkan.

l l l

LOBI antarpimpinan fraksi di ruang rapat khusus tepat di belakang ruang sidang paripurna, gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta, Rabu siang pekan lalu, berlangsung lebih lama dari seharusnya. Ketua Fraksi Partai Demokrat, Syarifuddin Hassan, bersitegang dengan Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso dan Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo. Pang­kalnya adalah pengajuan hak angket yang mempersoalkan kisruh daftar pemilih tetap dalam pemilihan umum le­gislatif pada 8 April lalu.

Fraksi Demokrat ngotot pengajuan hak penyelidikan itu tak bisa diputuskan hari itu. ”Peserta sidang tidak kuorum,” kata Syarifuddin. Namun Beri­ngin dan Banteng tak mau kalah. Mereka berkeras agar DPR segera mengambil sikap: setuju atau menolak hak angket. Lobi satu jam lebih itu akhirnya buntu. ”Mau tidak mau, ya harus vo­ting,” kata Syarifuddin lemas.

Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar lalu membuka kembali sidang paripurna dan memerintahkan penghitungan suara. Jhony Allen Marbun, politikus Fraksi Demokrat, masih mencoba menawar. ”Mohon pemimpin sidang menghitung kembali peserta rapat karena tampaknya tidak kuorum,” katanya keras. Interupsi Jhony tak ditanggapi. Yang ada malah lontaran sarkastis dari seorang peserta, ”Kalau mau, hitung saja sendiri.” Tawa meledak. Jhony terduduk lesu.

Hasil voting bisa diduga: Fraksi Demokrat kalah. ”Kalau koalisi solid, seharusnya kami bisa menang,” kata Syarifuddin, menyesalkan. Dalam pemungutan suara, dua fraksi mitra Demo­krat dalam Pemilu Presiden 2009—Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan membelot ke ku­bu lawan. Namun Lukman Hakim Saefuddin, Ketua Fraksi PPP, menolak jika sikap mereka disebut pengkhianatan. ”Kami justru ingin memperbaiki pemilu ke depan,” katanya. ”Jangan dikaitkan dengan koalisi pemilihan presiden.”

Yang paling gembira dengan hasil ini jelas kubu Banteng. Begitu rapat ditutup, salah seorang penggagas hak angket dari PDIP, Hasto Kristiyanto, langsung menelepon Mayor Jenderal Purnawirawan Theo Syafei, ketua badan pemenangan pemilu presiden partainya. ”Kita menang, Pak,” katanya. ”Sesuai rencana, koalisi besar berjalan.”

Kepada wartawan, Hasto mengakui lolosnya hak angket ini menjamin isu amburadulnya daftar pemilih tetap bakal menjadi agenda media sampai September depan, saat pemilihan presiden putaran kedua digelar. ”Kami akan menampilkan kejutankejutan,” katanya. Sejumlah bukti tentang adanya rekayasa sistematis yang menyebabkan hak pilih jutaan orang hilang dalam pemilihan lalu, kata Hasto, sudah di tangan.

Ketua Partai Demokrat Anas Urba­ningrum menyatakan tak gentar dengan serangan itu. ”Sudah ada komunikasi. Tak ada yang mengarah pada pemakzul­an,” kata Anas. Sekretaris Fraksi PKB Marwan Jafar malah menyatakan akan mencabut dukungan hak angket. ”Dukungan itu spontanitas mereka yang tak terpilih lagi dalam pemilu legislatif,” kata Marwan.

Bagaimanapun, PDIP tampaknya sedang bersemangat. Selain angket daftar pemilih, hasil kerja panitia angket kenaikan harga bahan bakar minyak juga tengah disiapkan. Pada Juni 2008, DPR telah menyetujui penggunaan hak angket untuk menyelidiki latar belakang kenaikan harga bahan bakar minyak. Menurut seorang sumber Tempo, saat ini panitia angket bahan bakar minyak sudah mengusulkan agar DPR menyatakan Presiden telah melanggar konstitusi. Usulan itu sekarang sedang dibahas di Badan Musyawarah parlemen.

Selain menyiapkan amunisi di gedung parlemen, Hasto menjelaskan, strategi pemenangan MegawatiPrabowo akan banyak mengandalkan pencitraan lewat media dan iklan politik. ”Kami akan menampilkan Mega apa adanya,” kata Hasto, kini sekretaris badan pemenangan pemilihan presiden PDIP. Adapun Prabowo akan dicitrakan sebagai Hugo Chaves versi Indonesia. Chaves, Presiden Venezuela, memang kondang sebagai antineolibe­ralisme. ”Hugo Chaves pengagum Bung Karno,” kata Hasto.

Politikus PDIP Aria Bima menjelaskan strategi kampanye Mega sebenarnya sudah terbaca dari acara dekla­rasi mereka di Bantar Gebang, Bekasi, Ahad dua pekan lalu. Bantar Gebang, kata Aria, adalah contoh nyata bagaimana sampah bisa diolah menjadi ”emas”. ”Di sana ada pembangkit listrik dari sam­­pah, daur ulang, sampai ­transaksi emisi karbon,” katanya. Itu semua tak lepas dari kepemimpinan Wali Kota Be­­­kasi­ Mochtar Mohamad yang juga ­kader PDIP. Sebulan ke depan, kampanye MegaPro, kata Aria, akan terus mengandalkan contoh sukses para kepala daerah kader PDIP. ”Mereka adalah saksi dan bukti implementasi konsep ekonomi kerakyatan kami,” katanya.

Zainun Ahmadi, Sekretaris Jenderal Baitul Muslimin Indonesia organisasi sayap Islam PDIP yakin jagoan mereka akan masuk putaran kedua. ”Kami akan bikin all Indonesian final nanti,” katanya. ”Pasangan yang didukung Amerika jangan sampai masuk,” katanya tertawa. Zainun menyindir YudhoyonoBoediono, yang banyak dituding disetir negara asing.

l l l

PERTEMUAN penting itu digelar tergesagesa. Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera, KH Hilmi Aminuddin, didampingi sejumlah petinggi PKS, mendadak menemui calon presiden Partai Golkar, Jusuf Kalla, di posko Slipi II, markas tim pemenang­an KallaWiranto di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan Mei lalu.

Saat itu PKS tengah gelisah setelah calon wakil presidennya ditolak Yudhoyono. Seraya terus bernegosiasi dengan Partai Demokrat, partai pemenang keempat dalam pemilihan umum April lalu ini juga liraklirik menjajaki kemungkinan pindah kongsi. Peluang ini cepat ditangkap tim Kalla.

Menurut sumber Tempo yang hadir dalam pertemuan itu, Hilmi sempat berkeluh kesah kepada Kalla tentang kader partainya yang bakal sulit memilih pasangan YudhoyonoBoediono, karena istri mereka tidak berkerudung. Jawaban Kalla ringkas tangkas, ”Ya sudah, pilih saya saja nanti.” Pasangan Kalla dan Wiranto memang beristrikan perempuan berjilbab.

Sejak itulah isu jilbab istri calon presiden dan wakilnya terangkat jadi amunisi kampanye dan didiskusikan di manamana. Namun, ketika dihubungi pekan lalu, Hilmi membantah pernah melontarkan isu jilbab ini di hadapan Kalla. ”Tidak pernah,” katanya pendek. PKS, kata Hilmi, hanya berpatokan pada undangundang dalam menilai kompetisi pemilihan presiden. ”Kami juga tidak pernah menyaran­kan Ibu Ani Yudhoyono agar berjilbab,” katanya. Presiden PKS Tifatul Sembiring malah lebih keras. ”Apa kalau istrinya berjilbab lalu masalah ekonomi selesai? Apa pendidikan, kesehatan, jadi lebih baik?” katanya. ”Soal selembar kain saja kok dirisaukan.”

Ketika dimintai konfirmasi, juru bicara tim JKWiranto, Indra Piliang, membantah tudingan kubunya sengaja memainkan isu agama. ”Isu jilbab ini bukan dari kami,” katanya. Positioning KallaWiranto, kata Indra, adalah pasangan kubu tengah. ”Kalau Mega di kiri dan SBY di kanan, kami ada di tengah,” katanya. ”Artinya, tidak semua yang dari pasar harus ditolak, dan tidak semua cengkeraman negara harus diterima,” kata Indra.

Juru bicara lain dari kubu ini, Yuddy Chrisnandi, mengaku ada dua jargon kampanye yang bakal terus dipakai pasangan ini: ”Lebih Cepat Lebih Baik” dan ”Satu Kata Satu Perbuatan”. Menurut dia, dalam satu bulan ke depan, kampanye lewat media akan gencar dilakukan. ”Kami ingin membuat tiada hari tanpa berita JK,” katanya. Cara ini dinilai efektif karena dalam waktu kampanye yang tersisa, kedua calon ini tak mungkin sempat mengunjungi semua kota dan desa di Nusantara.

Strategi lain yang juga digarap kubu KallaWiranto adalah ”membajak” mantan tim sukses pasangan SBY-JK lima tahun lalu. Akhir pekan lalu, ­korps tim kampanye SBYJK 2004 seIndonesia sudah merapat ke Mangunsarkoro. Penasihat korps ini adalah Yahya Ombara, anggota tim sekoci pemenangan Partai Demokrat pada pemilihan legislatif April lalu. Yahya selama ini dikenal sebagai pendukung fanatik Yudhoyono—ia adalah penulis buku Presiden Flamboyan, SBY yang Saya Kenal. Kepada Tempo, Kamis pekan lalu, Yahya mengaku mundur dari tim kampanye SBYBoediono. ”Saya sudah berusaha agar duet SBYJK diteruskan, tapi gagal,” katanya.

Indra Piliang membantah bahwa dukungan para mantan tim sukses SBYJK 2004 ini adalah bagian dari strategi kampanye. ”Mereka pindah karena kecewa, dan itu pilihan pribadi masingmasing,” katanya.

Waktu kampanye yang pendek jelas tidak menguntungkan para penan­tang. Apalagi sang incumbent, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masih diunggulkan dalam berbagai jajak pendapat. ”Sulit sekali mengubah persepsi publik dalam satu bulan,” kata Hendrasmo, Direktur Eksekutif Citra Publik Indonesia.

Hendrasmo menegaskan, satusatunya peluang bagi para penantang adalah menggelar kampanye menyerang dengan intensif. Kampanye yang santun dan datardatar saja, kata dia, tak akan menggugah mayoritas pemilih yang sudah merasa puas dengan kinerja Yudhoyono. ”Kampanye menyerang tetap etis, selama tidak ada fitnah dan pencemaran nama baik,” katanya lagi.

Wahyu Dhyatmika, Agus Supriyanto, Ismi Wahid, Iqbal Muhtarom (Jakarta), Ahmad Rafiq (Surakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus