GUNUNG itu menjulang 10 ribu kaki di Gatas pantai Sisilia.
Pujangga-pujangga Homerus dan Vergilius pernah melukiskan
kedahsyatannya di masa lampau. Dan kini, bagi penduduk Sisilia,
Gunung Etna tetap dianggap salah satu gerbang neraka.
Tak heran: sejak zaman klasik gunung ini sudah memperlihatkan
kemarahannya melalui lebih dari 200 letusan, dan musim semi
tahun ini Etna kembali mendidih, dan mengirimkan lahar ke dusun
berdekatan. Tetapi sekali ini, tepatnya sejak Mei lalu, ia tak
bisa lagi merasa sangat aman. Manusia memperlihatkan jawabannya
melalui usaha yang tidak kepalang tanggung: berkeras
menjinakkannya.
Letusan bermula pada akhir Maret tahun ini. Saat itulah Etna
mulai memuntahkan laharnya melalui lubang di lereng selatan.
Dengan kecepatan 50 mil sejam, dua juta kubik lahar mengalir
setiap hari turun ke selatan, menelan sekitar 100 bangunan, dan
mengubah ratusan hektar kebun buah-buahan dan ladang menjadi
padang hangus seperti dalam Inferno Dante. Makin jauh dari
sumbernya, lahar itu semakin lamban dan semakin dingin. Namun
tetap mengancam dusun-dusun Ragalna, Nicolosi, dan Belpasso.
Penduduk yang cemas segera memohon pemerintah bertindak. Dan
dari pusat pemerintahan di Roma datang jawaban yang dramatis.
Pemerintah akan menyewa sebuah tim ahli ledakan. Mereka ini
diminta mengubah jalan aliran lahar. Biayanya mencapai US$5 juta
-- sekitar Rp 5 milyar.
Dalam arti yang sesungguhnya, ketiga desa itu sebetulnya tidak
dalam bahaya besar. Sebuah dewan penasihat yang terdiri dari
para vulkanolog sudah memberikan pertimbangan kepada Loris
Fortuna, menteri perlindungan sipil Italia. Menurut dewan ini
faktor kelekatan lahar yang ditakuti itu sebenarnya cukup
tinggi, sedang suhunya cukup rendah. Dengan kedua faktor itu
lahar akan membeku dan berhenti sebelum mencapai pemukiman
sekitar.
Toh para politisi ingin menenteramkan hati para pemilih mereka.
Di samping itu pemerintah dan para vulkanolog sudah kepalang
basah. Mereka ingin menjawab pertanyaan: dapatkah manusia
mengubah dan mengendalikan jalan lahar yang turun dari sebuah
gunung yang sedang meletus.
Tapi sebetulnya, bukan baru pertama kali ini orang di sana
berusaha menjinakkan sungai api yang turun dari Etna. Pada musim
semi dan permulaan musim panas 1669, gunung itu menunjukkan
kemarahan luar biasa. Lusinan kota terkubur di bawah milyaran
kubik lahar. Dan ketika gelombang lahar mendekati tembok Kota
Catania, penduduknya keluar dan berusaha menjinakkan sungai
mendidih itu: mereka menggali parit di sekeliling bagian kota
yang tinggi.
Usaha ini memang berhasil, namun menerbitkan perkara baru. Lahar
membelok ke kota lain -- ke Paterno. Bisa dimaklumi kalau
penduduk Paterno murka luar biasa. Lima ratus warga Paterno yang
perkasa -- dan terbakar oleh amarah naik gunung dan membawa
segala macam senjata: kapak, lembing, beliung, parang, bahkan
belantan. Mereka memaksa penduduk Catania menghentikan
penggalian parit. Lahar kemudian membelok lagi -- dan menghajar
Catania.
Karena itu, rencana kali ini diperhitungkan semasak-masaknya.
"Tidak akan ada kota lain yang dirugikan. "Menurut konsep lahar
akan dipaksa mengalir secara alamiah, sekitar satu mil di atas
alas gunung.
Pada beberapa tempat di sekitar lereng, dekat puncak, aliran
panas itu akan menyusuri jalur-jalur alami yang tercipta melalui
endapan vulkanik purba. Para ilmuwan memperhitungkan, dengan
mengalihkan lahar dari salah satu alur ini ke 'sungai' yang
lebih lebar, dan dengan tekanan alamiah, lumpur panas itu akan
terserak dan menjadi dingin dalam tempo lebih cepat.
Teoritis, lahar akan berhenti sebelum sempat mencapai pemukiman
terdekat.
Lebih lanjut sekitar 160 yard di atas penurunan, gelombang lahar
akan menyusuri celah yang sudah tercipta sejak ratusan tahun.
Celah ini berfungsi sebagai semacam panahan, yang membuat arus
itu kehilangan kecepatan.
Maka mulai awal Mei, dengan menggunakan pelbagai alat besar,
para ilmuwan membuat terusan dari dinding lahar yang membeku,
sebagai jalan untuk mencapai sebuah terjunan.
Kunci usaha ini memang terletak pada kemampuan meremukkan
dinding lahar itu. Dan untuk ini pemerintah Italia mendatangkan
Rolf Lennart Abersten, 46 tahun, orang Swedia pendiam dengan
rambut warna perak. Dia ini spesialis peledakan, dan julukannya
juga bukan sembarangan: Lenny Sang Obor. Lenny pernah bekerja
pada perusahaan peninggalan Alfred Nobel, penemu dinamit dan
perintis Hadiah Nobel itu. Kini ia memimpin kantor konsultan
pertambangan dan bangunan di Milano, Italia.
Meledakkan dinding lahar tentu bukan kerja berat untuk seorang
dengan keahlian seperti Abersten. Namun ada penghambat: suhu
yang sangat tinggi di bagian dalam dinding yang dialiri lahar.
Mencapai 982øC. Padahal titik marak dinamit yang bakal digunakan,
yang dikenal sebagai Gel A, hanya sekitar 93øC.
Menurut perhitungan Abersten, dinamit tetap harus dipasang di
sepanjang bagian dalam dinding sekitar tiga meter. Satu-satunya
cara ialah mengandalkan diri pada kecepatan dan keberanian. Para
pekerja harus mampu memasang bahan peledak itu dalam waktu
singkat, kemudian menghindar sedini mungkin, sebelum suhu di
seberang dinding mencapai titik marak.
Bahan yang digunakan Abersten terdiri dari 50 tabung baja,
masing-masing dengan diameter 3,2 inci. Dengan bor bermesin,
tabung ini ditanamkan ke dinding lahar beku tadi, membentuk
sudut yang tumpul dalam empat baris paralel. Tabung itu tidak
utuh terbenam. Ada bagian yang menonjol ke luar.
Dalam setiap tabung terdapat sepasang tabung yang lebih kecil.
Masing-masing berisi udara dan air yang digerakkan dengan
semacam pompa. Bagian tabung yang terbuka dilindungi dengan
pembungkus baja. Dan barisan bahan peledak sepanjang dinding
lahar beku tiga meter tadi akan dihubungkan dengan pembungkus
baja ini. Dengan menggunakan sejenis pipa, dinamit diledakkan
dengan udara yang dipadatkan. Air yang terdapat di salah satu
tabung kecil tadi akan menghambat kenaikan suhu -- paling tidak
memberikan waktu kepada para pekerja untuk meninggalkan daerah
berbahaya.
Sepanjang dinding itu, arus lahar bergerak terus tu run naik.
Setiap hari. Pada 9 Mei, Abersten memutuskan memasang bahan
peledak. Menurut perhitungannya, hari itu lahar akan mengalir
rendah. "Tetapi gunung itu seakan-akan tidak sudi dijajah
manusia," kata Gary Taubes dalam tulisannya di majalah Discover
Juli lalu. Taubes menerima laporan dari Barry Kalb, yang
ditugaskan berjaga di tempat kejadian.
Beberapa saat sebelum hari yang ditetapkan, lahar tiba-tiba
mengalir tinggi. Bahkan melewati tembok, dan menumpat beberapa
tabung. Kerusakan segera diperbaiki, tapi malam harinya ancaman
lahar bertambah serius. Sepanjang malam itu para pekerja
bertempur melawan lahar: berusaha menurunkan suhu, dengan
menyemprotkan air dari mobil-mobil pemadam kebakaran yang memang
sudah disiagakan di sekitar lokasi.
Semprotan air memang berhasil mengendalikan lahar -- dalam batas
yang sangat tidak memadai. Dan tiba-tiba esok paginya lahar
bertambah tinggi. Padahal jumlah bahan peledak yang sudah
diperhitungkan Abersten sebelumnya tak cukup lagi untuk menembus
endapan lahar baru.
Karenanya rencana terpaksa diubah. Peledakan direncakan hari
Jumat, 13 Mei. Tetapi masalah baru muncul: sistem pendinginan
air itu hanya bekerja secara sporadis. Dan baris paling bawah
dinamit yang dipasang sepanjang dinding, yang diharapkan membuka
bagian dinding terendah menuju terusan yang sudah dibuat,
ternyata terlalu panas. Tidak ada jaminan suhu tidak akan
menciptakan redakan sewaktu-waktu.
Rencana mentah lagi. Jumat malam itu Abersten dan para
vulkanolog berembuk mencari jalan keluar. Mereka memutuskan:
hanya akan menggunakan tiga baris dinamit, bukan empat.
Jumlahnya 900 pound, tidak 1.100 seperti diperhitungkan semula.
Pukul empat dinihari, Sabtu 14 Mei, angin yang dingin
berhembus di sekitar gunung. Serangkaian isyarat tanda bahaya
berkilapan di angkasa. Juga suara peluit, bersahut-sahutan,
bagai pekik burung yang aneh, terutama di telinga penduduk yang
menunggu peledakan dengan hati berdebar-debar. Perjuangan
melawan Etna sedang menanti saat yang menentukan.
Kemudian terdengarlah ledakan pertama -- diikuti gelombang yang
mengejutkan. Semenit kemudian ledakan kedua menerangi langit
subuh, dan lidah lahar yangterang benderang mulai tampak
membelok dari alur utama. Ledakan ketiga pecah. Lahar tampak
mulai mencapai terusan buatan.
Perlahan-lahan arus panas itu mengikuti jalan baru yang dibuat
manusia. Tetapi bahan peledak rupanya kurang banyak. Tidak
seluruh lahar bisa dikendalikan menurut rencana.
Ketika pagi tiba, Abersten dan para vulkanolog agak kecewa.
Hanya sekitar 20% sampai 30% hasil yang dicapai. Di beberapa
tempat, lahar yang membeku menutupi ujung-ujung terusan,
sehingga menghambat perjalanan lahar berikut.
Setelah rangkaian ledakan pertama, Abersten berkeras untuk
melakukan rangkaian peledakan kedua guna menyempurnakan
pengalihan jalan lahar. "Aku tidak sudi dikalahkan gunung ini,"
katanya kepada para reporter yang berkumpul di tempat kejadian.
Sebaliknya, para ahli yang lain memutuskan untuk menunggu.
Mereka tampaknya lebih berhati-hati. Mereka lebih dulu berniat
membersihkan dinding lahar, dan menggali terusan-terusan yang
tertutup, untuk memperlancar perjalanan lahar yang menyusul.
Anehnya, saat itu pula Gunung Etna mulai tampak reda. Arus lahar
mengalir lebih lamban dan sepuluh hari setelah dinding
diledakkan, lahar yang paling depan berhenti sama sekali. Tetapi
para ahli belum yakin kalau kenyataan itu ditimbulkan oleh
ledakan Abersten.
Pengalaman ini memang belum sempurna. Tapi bukan tidak ada
kemajuan yang patut dicatat. "Paling tidak, Abersten dan para
vulkanolog menemukan beberapa alternatif baru," ujar Gary
Taubes. Sekarang mereka percaya bahwa lahar bisa dikendalikan --
"diarahkan". Mereka juga mendapat pengalaman baru memasang bahan
peledak di suatu tempat dengan suhu sangat tinggi.
Kemenangan memang belum gemilang. "Tetapi mereka sudah
memperlihatkan kepada Gunung Etna, bahwa mereka bertempur dengan
baik," Taubes menambahkan. Hal itu juga diakui Francesco
Abatelli, pamong tertinggi di Catania. Ia, bersama sejumlah
besar penduduknya, sangat mendukung eksperimen ini. "Kita sedang
menyongsong tahun 2.000," kata Abatelli. "Manusia tidak lagi
patut hanya menyerah kepada segala macam perlakuan alam. Kita
harus mulai bertindak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini