Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Masa berganti, pola berubah

SPS bekerja sama dengan yayasan prasetya mulya mengadakan program pendidikan manajemen perusahaan penerbitan. (md)

20 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAPA perusahaan pers, terutama di daerah, tak kunjung maju? Soal inilah yang berkecamuk di benak para peserta pengembangan manajemen perusahaan penerbitan surat kabar di Puncak, Bogor, pekan lalu. Program yang diselenggarakan Institut Manajemen Prasetya Mulya selama seminggu itu diikuti 29 peserta. Rata-rata mereka menjabat pimpinan umum, pimpinan redaksi, atau pimpinan perusahaan. Peserta diutamakan dari daerah, ada empat di antaranya dari Jakarta. Program ini merupakan kerja sama antara Serikat Perusahaan Surat kabar (SPS) dan Yayasan Prasetya Mulya--pendiri institut (1982) yang selama ini juga menyelenggarakan program pendidikan bersifat akademis praktis untuk mencapai gelar master of public administration. Sebelum menyelenggarakan program tersebut, institut melakukan peneitian di Suara Karya (Jakarta), Suara Merdeka (Semarang) dan Kedaulatan Rakyat (Yogya). Menurut Ketua Umum SPS Pusat Sunardi D.M., 60 tahun, program pendidikan manajemen perlu untuk mengatasi kesulitan pengelolaan surat kabar. Kesulitan yang sekarang, menurut Sunardi, umumnya berpangkal pada pola lama -- pengelolaan pers masa perjuangan: surat kabar cukup dipimpin oleh seorang wartawan yang jempolan. Pada hal, setelah Orde Baru, ternyata segi komersial penerbitan pers sangat penting. Dan wartawan ulung menurut Sunardi, belum tentu seorang manajer yang baik. Pasang-surut jumlah penerbitan, kalau itu boleh menjadi ukuran, memprihatinkan Sunardi yang juga pemimpin umum harian Berita Yudha itu. Sebagai contoh, sejak lahirnya UU Pokok Pers (1966), ada 1.491 Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan. Sembilan tahun kemudian jumlah SIT merosot drastis, kurang dari 300. Lima tahun kemudian, juga sampai tahun kemarin, angka tersebut tidak beranjak naik. Barangkali hal itulah yang tahun lalu mendorong SPS menyelenggarakan program pendidikan pers sendiri di Solo (untuk kawasan Indonesia bagian tengah dan barat) dan di Ambon untuk Indonesia bagian timur. Pihak institut sendiri rupanya menyadari, berhasilnya misi surat kabar tergantung dari basis ekonominya. "Perusahaan pers pada hakikatnya suatu bisnis juga. Bisnis tersebut perlu diperkukuh dengan upaya manajemen," kata Lo S.H. Ginting, direktur Institut Manajemen Prasetya Mulya. Ceramah lain mengenai pengorganisasian perusahaan penerbitan, usaha promosi, pemasaran, dan periklanan juga menarik minat. N. Drost, 62 tahun, dari The Netherlands Management Consultancy Programme for Deveoping Countries, yang menyampaikan ceramah tersebut, berpengalaman lebih dari 20 tahun mengelola manajemen berbagai penerbitan, antara lain majalah wanita terkenal Libelle dan Margriet dari Negeri Belanda. Program pendidikan manajemen seperti ini juga sangat dimanfaatkan Basyiruddin Yusuf, wakil pemimpin redaksi Dili Pos yang terbit seminggu sekali sejak dua tahun lalu. Koran ini disiarkan gratis. Oplahnya 3.000 eksemplar, belum pernah memuat iklan. Basyiruddin, yang tujuh tahun lalu pernah mengikuti latihan kerja di Berita Yudha itu, cukup serius mengikuti penataran ini, sebab kelak Dili Pos harus berdiri sendiri tanpa dana Inpres Provinsi Timor Timur seperti sekarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus