Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pergulatan melawan ku klux klan

Ibu negro Beulah Mae Donald, 68, tidak tinggal diam setelah anaknya, Michael Donald, dibunuh anggota ku klux klan. Ia gigih menuntut keadilan. Sebuah upaya panjang yang melahirkan gerakan anti ku klux klan.

5 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anaknya mati dibunuh para rasialis. Ibu Negro itu, Beulah Me Donald, tidak diam. Ia gigih menuntut keadilan. Sebuah upaya panjang yang melahirkan gerakan penggembosan Ku Klux Klan organisasi rasialis orang-orang kulit putih. Dari laporan Jesse Kornbluth pada The Sunday Times Magazine dan beberapa bahan lain, TEMPO menyadurkannya. DIA masih saja membayangkan peti mati berwarna kelabu itu terbujur di rumahnya. Peti mati yang berisi jasad anak bungsunya, Michael, yang terbaring dingin di dalamnya. Itulah Beulah Mae Donald, 68 tahun, yang masih saja dihantui mimpi buruk tentang kematian putranya tersebut. Masih jelas dalam ingatan wanita tua itu saat ia terjaga dari tidurnya, ketika jarum jam di Kota Mobile, Alabama, menunjukkan pukul 02.00 dinihari, pada 21 Maret 1981. Ketika itu, tuturnya, ia bangkit dan melongok dipan tempat anak bungsunya tidur. Tapi Michael, 19 tahun, tak ada di situ. Ia lalu menelepon enam anaknya yang lain: kalau saja Michael di sana menonton televisi bersama keponakan-keponakannya pada sore harinya. Ternyata, Michael tidak mengunjungi saudara-saudaranya. Beulah lalu duduk di sofa, menanti Michael mengetuk pintu. Telah dua cangkir kopi ditenggaknya untuk menahan kantuk hingga fajar tiba, tapi anak bungsunya itu tak kunjung pulang jua. Ia lalu menyapu halaman. Ketika ia sibuk mengumpulkan sampah, seorang wanita datang menyambanginya. "Mereka menemukan sesosok mayat," kata wanita itu. Ia segera berlalu ke tempat tersebut. Menjelang pukul 07.00, telepon di rumah Beulah berdering. Diangkatnya gagang telepon itu dengan hati berdebar. Dari seberang sana terdengar suara seorang wanita yang memberitahukan bahwa ia menemukan dompet Michael di sebuah tempat sampah. Beulah terkesiap. " Mengapa dompet itu ada di sana?" tanya Beulah. "Semalam mereka telah berpesta di sini dan membunuh anakmu," kata si penelepon. "Lebih baik kamu utus orang untuk mengambil jenazah anakmu." Mayat Michael ditemukan tergantung pada sebuah pohon dengan 13 simpul jerat di lehernya. Tempat kejadian itu hanya berjarak satu mil dari kantor polisi - sekitar beberapa blok dari rumahnya yang terletak di perkampungan masyarakat berbagai ras itu. Tak jauh dari tempat kejadian, dari sebuah beranda di seberang jalan, sejumlah bule tampak tekun mengikuti kesibukan polisi mengurusi temuannya: bocah hitam yang tergantung itu. Orang-orang berkulit putih itu adalah anggota United Klans of America (UKA) - cabang terbesar dan paling bengis dari organisasi rasial Ku Klux Klan (KKK), yang memusuhi orang-orang kulit berwarna, terutama keturunan negro. Dua jam setelah mayat Michael ditemukan, polisi sudah menginterogasi sejumlah anggota UKA. Tapi tak ada petunjuk yang bisa menyeret mereka sebagai pelaku. Bennie Jack Hays, 64 tahun, pemimpin tertinggi UKA, menurut salah seorang anak buahnya, ketika menyaksikan pengambilan mayat Michael dari beranda memang ada mengatakan bahwa penggantungan itu adalah "sebuah pemandangan cantik" - dan kemudian menambahkan, " Itu bakal tampak bagus buat berita. Bakal tampak bagus buat Klan." Toh petunjuk tersebut tak cukup kuat untuk dijadikan bukti menuduh mereka. Tapi kepala polisi Mobile tetap mencurigai orang-orang UKA terlibat penggantungan Michael. Biro Penyelidik Federal (FBI) kemudian diundang untuk ikut memeriksa kasus itu. Tapi penyidikan mereka juga tak menghasilkan sesuatu yang bisa menyeret anggota-anggota UKA ke jangkauan tangan penegak hukum. Dua tahun kemudian, FBI menerjunkan lagi sejumlah petugas untuk menyelidiki lagi kasus penggantungan Michael. Usaha mereka ternyata tak sia-sia. Para petugas FBI itu berhasil memper oleh sejumlah petunjuk bahwa yang menganiaya dan menggantung korban adalah James (Tiger) Knowles dan Henry Francis Hays - keduanya anggota UKA. Kedua pelaku kemudian diseret ke pengadilan. James, 17 tahun, diganjar hukuman penjara seumur hidup. Sementara itu, Henry, 26 tahun, putra dedengkot UKA Bennie Hays, dijatuhi hukuman mati. Vonis mati bagi seorang kulit putih karena membunuh seorang kulit hitam adalah kejadian yang langka di daerah selatan Amerika Serikat, yang merupakan surga bagi para rasis KKK. Ganjaran.telah dijatuhkan kepada pembunuh Michael. Orang-orang menduga, Beulah akan diam di rumah melewatkan hari tuanya dan memendam kedukaannya dalam-dalam. Ternyata tidak. Ia tetap menggeliat menentang ketidakadilan. Sejak ia mendesak agar peti mati anaknya dibuka -- agar dunia tahu, katanya, bagaimana perlakuan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam - wanita tua itu sudah bertekad menentang KKK, yang secara diam-diam masih aktif dan melawan sistem pengadilan kriminal yang dirasanya timpang. Beulah tidak ingin melakukan balas dendam. Tapi ada satu prinsip yang ingin diperjuangkannya: membuktikan bahwa Michael tidak bersalah. Mengganjar pelaku pembunuh anaknya dengan hukuman setimpal, hukuman seumur hidup dan hukuman mati belum dirasanya cukup. Sikap Beulah itu ternyata mengundang simpati ahli-ahli hukum dan tokoh pembela hak-hak sipil - baik berkulit hitam maupun berkulit putih. Awal 1984, Morris Dees, salah seorang pendiri Lembaga Bantuan Hukum bagi Orang-Orang Miskin Negara Bagian Selatan, mendorong Beulah menggugat anggota Unit 900 dan UKA. Dees yakin, pembunuh-pembunuh yang punya kebencian pada ras tertentu itu dikendalikan oleh organisasi rahasia Istana Ahli Sihir, yang dipimpin oleh Robert Shelton, yang tak lain adalah orang Klan juga. Beulah dan pengacaranya, Senator Michael A. Figures, setuju dengan gagasan Dees itu. Gugatan pun diajukan. Dalam persidangan di pengadilan Mobile, Februari tahun lalu, para juri, yang semuanya orang-orang kulit putih, hanya perlu waktu empat jam untuk menyetujui supaya Beulah diberi "ganti rugi" sebesar US$ 7 juta hampir Rp 11,5 milyar. Tiga bulan kemudian, Klan menyerahkan satu-satunya kekayaan mereka - sebuah gedung senilai US$ 225 ribu di Tuscaloosa, yang merupakan kantor pusat organisasi itu. Pengacara Figures juga menyita harta kekayaan Klan dan menghentikan gaji pegawai pada kantor organisasi tersebut. Selain itu, Figures juga menuntut Bennie Hays dan menantunya, Frank Cox, diseret ke meja hijau atau tuduhan terlibat pembunuhan Michael. Perkara ini akan segera disidangkan oleh Pengadilan Mobile. Semua upaya yang diperjuangkan Beulah untuk memastikan bahwa penggantungan anaknya adalah pembantaian terakhir yang dilakukan Klan di Alabama. Usaha penegakan hukum itu tentu saja tak dilakukan Beulah sendiri. Selain Dees dan Pengacara Michael Figures, juga ikut bergabung Thomas H. Figures, bekas penasihat hukum perusahaan Exxon di New York, yang mudik lagi ke Mobile. Adalah Thomas Figures yang meyakinkan Departemen Kehakiman agar FBI menyidik kembali perkara penggantungan Michael untuk kedua kalinya. Permohonan penyidikan ulang itu sampai di Washington tepat pada saat Departemen Kehakiman tengah mempertimbangkan menutup kasus yang dianggapnya buntu itu. "Untuk meyakinkan saya bahwa penyidikan kedua pun akan menghasilkan kesimpulan yang sama, maka saya diizinkan bekerja sama dengan agen FBI James Bodman," kata Thomas Figures. "Saya tak pernah melupakan pertanyaan pertama yang dilontarkan Bodman," ujar Thomas Figures. Agen FBI itu, katanya, menanyakan mengapa ia ingin,membuka lagi kasus cacing-cacing yang sudah dikalengkan tersebut. Setelah ia mengutarakan argumentasinya, Bodman jadi tertarik pada soal yang nyaris ditutup Departemen Kehakiman itu. Mereka lalu menjadi pasangan kerja yang kompak - sekalipun Thomas Figures berkulit hitam dan Bodman berkulit putih. "Kami makan siang bersama, kami berbincang-bincang hingga malam, sampai-sampai orang menjuluki kami sebagai pasangan aneh," ujar Thomas Figures mengenang. Mula pertama yang mereka peroleh adalah sejumlah kebohongan. Tapi mereka tak putus asa. Akhirnya, berkat kegigihan mereka, keduanya berhasil mendapatkan fakta kunci: pada malam pembunuhan Michael, menurut seorang saksi mata, baju yang dikenakan Tiger Knowles ketika kembali ke rumah Bennie Hays berlepotan darah. Setelah mempelajari kesaksian baru ini, Departemen Kehakiman mengundang juri-juri banding di Mobile untuk mengadakan rapat. Tabir pembunuhan Michael makin tersingkap ketika seorang saksi melapor pada juri banding bahwa tersangka Henry Hays mengaku kepadanya telah menggantung pemuda kulit hitam itu bersama Knowles. Knowles sangat terpukul oleh pengakuan temannya itu, yang mau melimpahkan semua kesalahan pada dirinya. Juni 1983, Knowles, yang merasa dikhianati oleh Henry Hays, mengakui kesalahannya pada Bodman. Ia lalu divonis hukuman seumur hidup. Hakim Braxton Kittrel, yang mengadili perkara pembunuhan Michael, mengganjar Henry Hays lebih berat: hukuman mati. Karena, sebagaimana terbukti di pengadilan, dialah yang mencabut nyawa Michael. "Kamu tak bisa memberi hidup, mengapa kamu mengambilnya?" teriak Beulah, sambil menuding tertuduh di pengadilan. "Kamu membunuh seorang yang lugu." Hukuman mati atas Henry Hays, yang berjuang agar tidak mati di kursi listrik, kemudian dikukuhkan oleh Mahkamah Agung. Tapi perjuangan melawan keangkuhan sekelompok orang kulit putih yang mengagung-agungkan ras tak berhenti sampai di situ. Dees, yang sudah lama menyatakan perang terhadap kelompok rasis itu, berusaha menjungkirkan Klan lewat hukum. Pendiri Klanwatch itu, organisasi yang memata-matai segala aktivitas Klan, memakai gugatan Beulah membongkar kejahatan yang dilakukan pengikut-pengikut Robert Shelton. Adalah kelompok ini yang terlibat dalam serangkaian kejahatan di Birmingham, Amerika Serikat, seperti pembantaian di terminal bis Birmingham (1961), pengeboman Gereja Baptis (1963), dan penembakan Viola Liuzzo di Selma pada 1965. Dees termasuk orang yang paling dicari Klan. Namanya, berada di urutan kedua daftar orangorang yang harus dihabisi organisasi rasis itu. Ia pun diancam Knowles saat makan siang. "Apa pun yang kamu kerjakan," kata Knowles, "jangan berperan sebagai penasihat hukum (Nyonya Beulah Donald)." Tapi Dees malah menasihati tertuduh, " Katakanlah semua apa yang kamu rasakan." Ketika hakim memberi kesempatan padanya untuk menyampaikan sesuatu, Knowles segera berdiri di hadapan kursi para juri, "Saya tahu, orang-orang berusaha memojokkan kesaksian saya. . . Saya telah berlaku sebagai orang Klan ketika melakukan itu. Saya harap orang-orang belajar dari kesalahan itu, dan saya harap agar Anda, para juri, tak ragu-ragu menyatakan bersalah pada mereka yang terlibat." Setelah itu, Knowles melangkah ke tempat duduk Beulah Mae Donald. Ia minta maaf pada wanita yang malang itu. "Saya tak dapat menghadirkan kembali anakmu," ujarnya tersedu-sedu. Beulah tampak trenyuh mendengar permintaan maaf Knowles itu. "Aku maafkan kamu," katanya. "Sejak saat aku mengetahui siapa kamu sekalian, saya telah memohon pada Tuhan agar memberkatimu, dan Dia melakukannya." Tekad Beulah untuk membuktikan anaknya, Michael, tidak bersalah terpenuhi. Berbagai cabang Ku Klux Klan, yang terasa hendak bangkit kembali di sekitar 1980-an, kini sekarat lagi. Terhukum Henry Hays, yang tengah menunggu kematian, dari selnya berkata, "Klan, pada titik ini, tercuci habis sudah."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus