Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pro-Kontra Lawatan Megawati

PRESIDEN Megawati tak melupakan Timor Timur. Ia memastikan akan bertandang ke provinsi yang telah melepaskan diri dari Indonesia dan mendirikan negara baru bernama Timor Loro Sa'e itu. Kunjungan yang direncanakan dilakukan pada 20 Mei mendatang ini untuk memenuhi undangan Presiden Timor Loro Sa'e, Xanana Gusmao. Di sana Megawati bakal menghadiri perayaan kemerdekaan negara ini.

Rencana tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis pekan lalu. Menurut Yudhoyono, Timor Loro Sa'e bukanlah ancaman bagi Indonesia. "Akan lebih menguntungkan jika menjadikannya sebagai negara sahabat," katanya.

Hanya, Ketua MPR Amien Rais kurang sepakat. Ia justru berharap Megawati tidak memenuhi undangan itu. Menurut Amien, hal ini berhubungan dengan masalah martabat, harga diri, dan posisi Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, katanya, "Timor Timur masih menyisakan permasalahan buat Indonesia, terutama soal pengungsi."

Kemenangan Sutiyoso

SUTIYOSO tidak muram lagi, Jumat pekan silam. Laporan pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta itu—yang sempat dikritik kanan-kiri itu—akhirnya diterima oleh DPRD. Lewat voting, 57 anggota DPRD DKI Jakarta menerima laporan tahunan tersebut. Hanya 19 wakil rakyat yang menolak. Sebelum voting digelar, Sutiyoso memang sudah berada di atas angin. Dari 11 fraksi yang ada, 7 menerima dan hanya 4 fraksi yang menolak.

Menanggapi hasil pleno para wakil rakyat itu, Sutiyoso berjanji akan memperhatikan catatan yang diberikan sejumlah fraksi. Mantan Panglima Daerah Militer Jakarta Raya itu tampak lega. "Keputusan ini harus kita terima dan tidak usah dijadikan polemik di masyarakat," ujar Sutiyoso, yang pada Oktober mendatang masa kerjanya sebagai gubernur akan berakhir.

Akankah ia mencalonkan diri kembali? "Saya sebenarnya siap mental untuk berhenti. Tapi saya akan melihat ada dukungan atau tidak," katanya diplomatis.

Vonis Bebas bagi Hashim

MENDENGAR putusan hakim, Hashim S. Djojohadikusumo bukan main girangnya. Betapa tidak. Pada Jumat pekan silam itu hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak dakwaan jaksa terhadap dirinya dalam perkara pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK).

Hashim diseret ke pengadilan karena Bank Industri miliknya diduga melakukan pelanggaran BMPK sebesar Rp 4 miliar. Bahkan ia sempat meringkuk beberapa hari di Rumah Tahanan Salemba, sebelum dilepas pada akhir Maret lalu.

Dalam sidang itu Hakim Rusdi Asaad memutuskan bahwa dakwaan terhadap Komisaris Utama dan Direktur Utama Bank Industri tersebut batal demi hukum. Alasannya, ketentuan tentang BMPK baru berlaku 25 Maret 1997. Padahal, tindak pidana terdakwa terjadi pada November 1993 dan Juni 1994.

Atas vonis tersebut, jaksa menyatakan perlawanan. Menurut jaksa, penolakan hakim itu telah masuk pada materi perkara. "Seharusnya hal itu dibuktikan dulu di persidangan," kata Barman Zahir, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Lagi pula, menurut Barman, pada 1992 kejaksaan pernah menangani kasus BMPK Bank Jakarta yang serupa dengan kasus Hashim. Nyatanya, dakwaan jaksa tidak ditolak. "Padahal kasusnya persis dengan kasus Bank Industri ini," katanya.

Perlawanan Sofjan Jacoeb

PEMBANGKANG. Itulah cap yang diberikan pada mantan Kapolda Metro Jaya, Sofjan Jacoeb dan Noegroho Djayoesman. Soalnya, kedua figur itu memprotes keputusan Kapolri yang memensiunkan mereka bersama sejumlah perwira polisi yang telah berusia 55 tahun. Mereka berpendapat, sesuai dengan Undang-Undang No. 22/2002 tentang kepolisian, batas usia pensiun adalah 58 tahun. Bahkan Sofjan dan Noegroho ke Mahkamah Agung untuk meminta fatwa.

Rupanya pihak Kapolri punya alasan sendiri. Walaupun undang-undang itu sudah disahkan, peraturan pelaksanaannya belum ada. Jadi undang-undang lama yang dipakai. Karena itu, "Tindakan mereka merupakan indisipliner. Jadi harus dijatuhi sanksi, " ujar Inspektur Jenderal Saleh Saaf, Kepala Badan Humas Polri.

Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar sendiri santai-santai saja menanggapi aksi Sofjan dan kawan-kawan. Kata dia, "Polri hanya mengurus anggota yang masih aktif."

Tamsil Pulang Kampung

TANGIS haru sanak familinya pecah ketika Tamsil Linrung dan Jamal Balfas menjejakkan kaki di Indonesia, Jumat silam. Maklum, mereka sempat di ujung tanduk karena dituduh membawa bahan peledak ke Filipina. Tak berlama-lama di Bandar Udara Soekarno-Hatta, mereka langsung meluncur ke Dewan Dakwah Indonesia.

Di situ Tamsil mengungkapkan ia akan terus berupaya membebaskan rekannnya, Agus Dwikarna, yang saat ini masih ditahan di Filipina. "Sebenarnya, kalau pemerintah Indonesia minta Agus dibebaskan, besok pun bisa dibebaskan," kata Tamsil menirukan sumber yang memberikan informasi kepadanya. Karena itu, ia mengharapkan pemerintah lebih memperhatikan nasib Agus Dwikarna.

Semarang
Rusuh Gara-Gara Rokok

SEBATANG rokok bisa menyulut kerusuhan. Ini benar-benar terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kedung Pane, Semarang, seusai salat Jumat pekan lalu. Gara-gara berebut rokok antara beberapa penghuni LP, terjadilah perkelahian antarkelompok di penjara itu.

Perkelahian tersebut berlangsung lama dan memicu kerusuhan di penjara. Kedua kelompok menggunakan pula senjata tajam, hingga petugas LP kewalahan. Korban pun jatuh. Ahmad Winarno, yang akan bebas September mendatang, tewas ditusuk. Kasus ini masih terus diselidiki kepolisian Semarang.

Yogyakarta
Unjuk Rasa Purnawirawan

INI jarang terjadi. Jumat lalu Gedung DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta didatangi sejumlah purnawirawan TNI. Mereka rupanya "berunjuk rasa" berkaitan dengan tindakan Korem 072/Pamungkas Yogyakarta, yang mereka anggap sewenang-menang. Lima rumah dinas yang mereka tempati bertahun-tahun tiba-tiba diobrak-abrik oleh aparat militer. Perabotnya dikeluarkan secara paksa dan pintu-pintunya dicopot lalu dinaikkan ke truk.

Eksekusi itu mungkin tidak salah secara hukum. Hanya, menurut Budi Dewantoro, Ketua Komisi A DPRD yang menerima pengaduan para purnawirawan itu, prosesnya harus tetap manusiawi. "Korem perlu pula memikirkan tempat penampungan atau rumah pengganti mereka," katanya.

Manado
Deposito Pemicu Konflik

HUBUNGAN Gubernur Sulawesi Utara A.J. Sondakh dengan wakilnya, Freddy H. Sualang, kini meregang. Pemicunya adalah dana deposito provinsi ini sebesar Rp 72,15 miliar yang disimpan oleh Sondakh di rekening di Bank Mandiri dan Bank Sulut, tanpa diketahui Sualang.

Tudingan segera melayang ke Sondakh. Ia dianggap berupaya menggelapkan dana pemerintah itu. Sebaliknya Sondakh menuduh Sualang yang berupaya mendepak dirinya dari kursi gubernur dengan memanfaatkan isu penggelapan dana itu.

Pekan lalu Polda Sulawesi Utara mulai menyelidiki kasus ini. Saksi-saksi mulai diperiksa meski belum ada tersangka. Polisi juga sudah menyiapkan surat permohonan kepada Presiden untuk mendapatkan izin memeriksa sang gubernur dan wakilnya.

Padang
Berkemah Memprotes Anggaran

LIMA belas mahasiswa Universitas Andalas, Padang, pekan lalu mendirikan tenda di halaman DPRD Sumatera Barat. Tidak untuk berkemah tentu saja, melainkan untuk berunjuk rasa. Mereka menuntut revisi total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi itu.

Mengapa? Di mata mereka APBD itu sarat penyimpangan. Selain itu, dari penelitian Forum Peduli Sumatera Barat (FPSP) yang beranggotakan sejumlah akademisi dan LSM, ditemukan indikasi korupsi anggota dewan melalui mata anggaran dalam APBD tersebut. "Karena itu kami akan tetap mengampanyekan penolakan APBD 2002 itu," kata Zenwen Pador, Sekretaris FPSP yang juga Ketua LBH Padang.

Bekasi
Patung Lele Dimakan Api

GARA-GARA dinilai kurang "Bekasi", patung lele dan buah kecapi di kota ini dirusak dan dibakar oleh sejumlah pemuda, Kamis lalu. Menurut para pemuda yang tergabung dalam Himpunan Putra-Putri Patriot Bekasi (Hipprasi), patung itu tak ada kaitannya dengan daerah Bekasi. "Perancang simbol itu bukanlah orang Bekasi, sehingga tidak tahu sejarah Bekasi yang sebenarnya," kata Damin Sada, Ketua Hipprasi.

Patung yang diamuk itu telah berdiri sejak 1997, semasa Bupati Moch Djamhari. Kata Djamhari saat itu, lele dan buah kecapi merupakan identitas Bekasi, yang digali hingga ke tingkat kecamatan. Tapi rupanya kini para pemuda Bekasi tak peduli.

Hendriko L. Wiremmer, Verrianto Madjowa (Manado), Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus