Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di antara banyak pejabat yang lengser dari posisi kunci, hanya segelintir yang mendapat kesempatan untuk meneruskan karir di jalur fungsional, dan lebih sedikit lagi yang namanya melekat dalam ingatan orang. Namun hal itu tidak berlaku atas diri mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, I Putu Gede Ary Suta. Pejabat yang berdarah Bali ini memang diminta mundur, tapi sebelum itu ia sudah diberi posisi di jalur fungsional yang lain. Singkat kata, Putu melakukan rangkap jabatan.
Mengejutkan memang, tapi bagaimana hal itu bisa terjadi? Pertanyaan ini mungkin harus ditujukan kepada sahabat karib Putu, Kepala BIN, A.M. Hendropriyono. Adalah Hendro yang mengangkat Putu sebagai agen utama di Badan Intelijen Negara (BIN) pada 28 Januari 2002sekitar dua bulan sebelum ia diberhentikan dari BPPN. Penunjukannya sebagai "perwira intel" dibenarkan oleh pihak BIN, kendati Putu sendiri membantahnya dengan keras. Tapi sehelai surat pengangkatan yang ditandatangani Kepala BIN, A.M. Hendropryono, menggugurkan bantahan itu.
Nah, bagaimana sebaiknya memahami perkara rangkap jabatan yang terjadi di posisi yang begitu tinggi? Ditinjau dari kacamata awam saja, sangat tidak rasional jika jabatan Kepala BPPNyang bertanggung jawab atas harta negara senilai Rp 650 triliundirangkap dengan jabatan sebagai agen utama Badan Intelijen Negara. Selain tugas di BPPN sangatlah me-nyita waktu dan energi, Kepala BPPN itu sendiri justru seharusnya berada di bawah pengamatan intelijen. Mengapa? Soalnya, ada ratusan triliun uang negara yang dipertaruhkan, dan uang itu berada di BPPN, yang dikendalikan oleh Putu. Jadi, atas nama sekuriti, perlu ada jarak antara pihak yang mengawasi (BIN) dan pihak yang diawasi (BPPN). Ketika belakangan terungkap bahwa yang diawasi (BPPN) dan yang mengawasi (BIN) menyatu dalam diri Putu Ary Suta, nah, hal itu sulit diterima oleh akal sehat siapa pun.
Lalu selanjutnya, daya imajinasi akan dengan gesit menyoal: tentu ada yang tidak beres; atau tentu ada conflict of interest, dan hal-hal yang lebih seru dari itu. Sebut saja dugaan, jangan-jangan Putu memanfaatkan posisinya di BPPN untuk berbagai kepentingan BIN, baik kepentingan institusional maupun individual. Memang BPPN dan BIN adalah institusi penyelenggara negara, namun karena rangkap jabatan, bukan mustahil ada pihak yang dirugikan. Apakah hal itu resmi dibolehkan, tetaplah merupakan tanda tanya. Ketertutupan sebuah organisasi intelijen sangat tidak memungkinkan pihak luar untuk mendapat penjelasan yang memadai. Ketiadaan undang-undang intelijen juga semakin mempersulit upaya untuk mendudukkan perkara sebagaimana mestinya.
Dengan rangkap jabatan, kekuasaan pun menumpuk di satu tangan, hingga berpeluang besar untuk disalahgunakan. Track record Putu Ary Suta selama 10 bulan menjabat Kepala BPPN sedikit banyak membiaskan hal itu. Pelepasan aset Grup Salim di Holdiko Perkasayang terjadi selama Putu berkuasatak satu pun yang bebas dari kontroversi. Mulai dari pelepasan Indomobil, yang berbuntut sampai ke PTUN, lalu divestasi BCA yang menegangkan itu, dan terakhir penjualan Sugar Group. Lebih dari itu, keberpihakan Putu pada debitor bandel yang menunggak-nunggak pembayaran utangmelalui usul perpanjangan PKPSmembuat "taring" Putu langsung kelihatan. Dan itu menakutkan banyak orang, termasuk atasannya sendiri.
Patut disesalkan bahwa rasa takut itu datang belakangan. Sosok Putu Ary Suta yang dulu dekat dengan Keluarga Cendana, ditambah lagi sepak terjangnya selaku Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), semua itu layak diberi catatan khusus dalam file BIN.
Bila catatan itu tidak ada, anggaplah sebagai kelalaian. Tapi di balik kelalaian itu ada kesalahan yang lebih besar, yakni kesalahan orang-orang yang tidak pernah belajar dari pengalaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo