Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

29 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ironis. Belum lagi bekerja, Sekjen Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, Amir Muin, meminta ketua komisi tersebut digaji Rp 50 juta. Untuk anggota, ia mematok angka Rp 35 juta.

Amir tak lupa memerinci usulnya. Menurut dia, gaji Rp 10 juta cukup layak untuk ketua komisi dan anggotanya. Perbedaannya, ketua mendapatkan apa yang ia sebut "tunjangan kepercayaan", sehingga total penerimaan per bulannya Rp 50 juta. Khusus untuk ketua dan wakilnya, Amir juga meminta agar keduanya diberi mobil dinas Toyota Crown. Menurut dia, itu sepadan untuk "Satu lembaga negara yang penting." Tak lupa Amir membuat perbandingan, "Kapolda Metro saja pakai Toyota Crown, kenapa Ketua KPKPN tidak boleh?" Sebagai pembenaran, Amir mengutip imbauan Bank Dunia agar Indonesia menaikkan gaji pegawai untuk mencegah korupsi.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Ryaas Rasyid menganggap usul itu mengada-ada, apalagi mengingat kondisi krisis saat ini. Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursyidan, bahkan lebih keras. Ia meminta agar yang mengusulkan itu mengundurkan diri dari komisi. "Ini ironis dan menggambarkan motivasi oknum anggota KPKPN itu," katanya.

Pelantikan anggota komisi ini sendiri masih tertunda. Bulan lalu, sedianya semua anggota komisi dilantik. Tetapi, berkaitan dengan perbedaan pendapat antara Presiden dan DPR tentang jumlah anggota komisi, pelantikan itu batal. Yang sudah dilantik hanya sekjen dan stafnya.

***

Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat kian panas oleh dua insiden pekan lalu. Pertama, Sabtu, 21 Oktober lalu, sebuah kapal perang Amerika memasuki perairan Indonesia tanpa permisi. Dan kedua, Indonesia menuduh Amerika melakukan kegiatan mata-mata di Wamena, Papua.

Kapal perang jenis perusak USS Obrein itu, yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali Tomahawk, dipergoki berlayar di Perairan Laut Seram dan Laut Buru. "Mereka hanya mengatakan sedang menggunakan haknya berlayar melintasi Alur Laut Kepulauan Indonesia," kata Komandan Gugus Keamanan Laut Kawasan Timur, Laksamana Pertama Djoko Sumaryono. "Tanpa penjelasan lebih lanjut," ujarnya.

Akibatnya, kapal itu segera diusir dua kapal perang milik TNI AL, KRI Rencong dan KRI Pandrong. Setelah ketahuan belangnya, mereka beralasan, masuknya ke perairan Maluku untuk mengamankan para pejabat AS yang sedang berkunjung ke sana.

"Dengan alasan apa pun, seharusnya mereka minta izin dulu kepada Indonesia," kata Kadispen Komando Armada RI Kawasan Timur, Letkol Ditya Soedarsono. Ia menilai hal itu telah melanggar tata krama internasional serta Konvensi Jenewa.

Hubungan juga memanas oleh tuduhan Menteri Pertahanan Mohamad Mahfud bahwa seorang warga Amerika, Aaron Ward Maness, telah melakukan kegiatan mata-mata di Wamena. Dengan menyamar sebagai wisatawan, kata Menhan, Maness telah meliput peristiwa berdarah Wamena dengan kamera tangan digital dan mengirimkan hasilnya lewat internet. Berdasar keterangan tadi, polisi Indonesia memutuskan mendeportasi Maness pada 14 Oktober lalu.

Amerika sendiri membantah dan yakin Maness turis biasa. "Maness bukan mata-mata dan orang sipil. Kami juga menolak tuduhan infiltrasi oleh Amerika," kata seorang sumber di Kedubes Amerika di Jakarta. Menurut dia, Kedubes Amerika bahkan sama sekali tak mengetahui keberadaan Maness di Indonesia. "Karena tak ada keharusan bagi turis Amerika melapor ke kedutaan," tambahnya.

Penelusuran TEMPO mendapatkan hal lain. Nama Aaron W. Maness adalah anggota "446th Aeromedical Evacuation Squadron" yang merupakan bagian dari "446th Airlift Wing" yang bermarkas di Washington, D.C. Unit ini merupakan pendukung Departemen Pertahanan Amerika, yang menerbangkan misi ke seluruh dunia. Maness adalah militer dengan pangkat sersan mayor.

Amerika sendiri menutup kedutaan besarnya di Jakarta selama lima hari hingga Senin, 30 Oktober ini.

***

Inspektur Jenderal Nurfaizi kembali digempur isu. Bekas Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya itu menyumbang 22 mobil Kia Sportif dan 17 motor untuk kegiatan operasional Polda Metro Jaya—lembaga yang ditinggalkannya. Menurut Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Polda Metro Jaya, Superintenden Nur Usman, nilai sumbangan Nurfaizi itu mencapai Rp 5 miliar dan merupakan sumbangan pribadi.

Yang menjadi pertanyaan adalah dari mana Nurfaizi mendapat uang sebanyak itu. Sebab, gaji seorang Kapolda hanya berkisar Rp 3,5 juta. "Kami tidak bisa menanyakan asal uang itu, bisa saja dari sumbangan teman-teman," kata Nur Usman.

Isu seperti itu langsung terasa menyengat, karena nama Nurfaizi masih hangat terkait dengan masalah korupsi dana pengamanan Sidang Tahunan MPR lalu. Namanya juga disebut-sebut dalam kasus penjualan ratusan mobil yang menjadi barang bukti, ketika dia masih menjabat Kepala Direktorat Serse (Kaditserse) Polda Metro Jaya.

Nurfaizi membantah tudingan korupsi itu. "Bohong belaka. Itu fitnah kepada saya," ujarnya. Dia mengatakan sumbangan itu bukan dari kocek pribadinya. "Itu dana dari Yayasan Draba Bhakti milik Polda." Jadi, siapa yang berbohong: Nur Usman atau Nurfaizi?

***

Greg Sword, Wakil Presiden Dewan Serikat Buruh Australia (Australian Council of Trade Unions atau ACTU) meneken perjanjian dengan wakil pemimpin gerakan kemerdekaan Papua, John Rumbiak, belum lama ini. Isinya, meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa mensponsori referendum di Papua.

Apa komentar pemerintah Australia? Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer menegaskan, "Kami tidak mau melihat Aceh dan Irianjaya memisahkan diri dari Indonesia," ujarnya kepada wartawan TEMPO Dewi Anggraeni dalam sebuah wawancara, pertengahan Oktober lalu. Downer juga menekankan, pemerintah Australia tidak akan mendukung gerakan semacam itu.

Di kalangan Partai Buruh sendiri, tindakan Sword itu telah memicu konflik internal. Pemimpin Partai Buruh Kim Beazely dan Menteri Luar Negeri Kabinet Bayangan Laurie Brereton telah mengeluarkan pernyataan tidak akan mendukung langkah yang mengakibatkan pemisahan Papua dari Indonesia. "Landasan partai kami sudah jelas: tidak mempertanyakan kekuasaan Indonesia atas Papua," ujar Brereton kepada wartawan setempat Rabu lalu.

Darmawan Sepriyossa, Bina Bektiati, Hermien Y. Kleden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus