Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada yang berbeda pada peringatan hari jadi korps Kepolisian Republik Indonesia Sabtu pekan lalu. Presiden Abdurrahman Wahid langsung memimpin upacara itu. Bersamaan dengan itu, secara resmi juga diumumkan, mulai 1 Juli 2000 Polri lepas dari Departemen Pertahanan dan tanggung jawabnya langsung berada di bawah presiden.
Presiden Abdurrahman mengharapkan lepasnya Polri dari TNI dan Departemen Pertahanan sekaligus melepaskan tradisi militeristik yang melekat pada Polri. Artibut Polri pun segera diubah dan berbeda dengan atribut yang disandang TNI (lihat tabel)
***
Syaifullah Yusuf terpilih menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor dalam kongres yang diadakan di Boyolali, Jawa Tengah, akhir pekan lalu. Keponakan Presiden Abdurrahman Wahid itu terpilih dengan suara mayoritas, 340 dari 345 suara pemilih.
***
Putri sulung bekas presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut, diperiksa kembali oleh Kejaksaan Agung dalam kaitan perkara korupsi ayahnya. Dalam keterangan pers seusai pemeriksaan, Tutut membantah keterangan Presiden Abdurrahman Wahid soal ”penukaran” harta ayahnya dengan hukuman penjara. ”Kalau Presiden Gus Dur mengetahui ada dana milik Bapak (Soeharto) di luar negeri, monggo diambil untuk kepentingan bangsa dan negara. Tapi kami tegaskan, Bapak tidak punya harta sesen pun di luar negeri,” katanya.
***
Lagi-lagi anggota TNI terlibat pemalsuan uang. Jumat pekan lalu polisi berhasil menggerebek tempat percetakan uang palsu di Pasarrebo, Jakarta Timur. Polisi antara lain berhasil menyita mesin cetak dan master pencetak uang Rp 50 ribu bergambar bekas presiden Soeharto serta master cetak uang dolar Amerika Serikat. Anggota TNI yang ditangkap beserta barang buktinya sudah diserahkan polisi ke markas besar TNI di Cilangkap.
***
Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Dien Syamsuddin, menyatakan mundur Jumat pekan lalu, hanya berselang beberapa hari setelah pemancungan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi, Warni. Dien menyatakan kecewa terhadap pemerintah Arab Saudi dan juga instansi-instansi di Indonesia yang terkait dengan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Sampai akhir pekan ini masih ada empat tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati. Ini menjadi tantangan bagi Tjepy Firmantoro Aloewi, pengganti Dien. Sedangkan Dien mengaku akan kembali aktif di Muhammadiyah, yang menyelenggarakan muktamar akhir pekan ini.
***
Monumen Serangan Oemoem 1 Maret diresmikan Kamis pekan lalu di Yogyakarta. Itulah cara anggota Wehrkeise III meluruskan sejarah peristiwa 1949 itu. Selama ini gagasan merebut Kota Yogya dari tangan penjajah Belanda diklaim sebagai milik Soeharto. Namun, setelah jenderal besar itu lengser, para pelaku sejarah mulai berani menggugat manipulasi sejarah tadi.
Menurut Brigadir Jenderal (Purn.) Marsoedi, penggagas serangan umum itu adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pada acara itu diperdengarkan pidato rekaman wawancara Sri Sultan HB IX dengan radio BBC London yang tegas menunjukkan bahwa sebelum dilakukan serangan umum, ia memanggil Letnan Kolonel Soeharto, saat itu sebagai komandan Wehrkeise III, agar melakukan gempuran merebut Yogya kembali.
***
Para tokoh tiga kawasan yang merasa ditindas pemerintah pusat Indonesia, Kamis pekan lalu, bertemu di Pekanbaru. Pertemuan itu menghasilkan Deklarasi Pekanbaru, yang sepakat membentuk aliansi untuk saling mendukung perjuangan dalam mewujudkan Aceh, Papua, dan Riau Merdeka.
Dari Papua, Michael Manufandu memaparkan kisah sedih masyarakat Papua di bawah pemerintah RI. Menurut dia, proses integrasi Papua ke RI terjadi tanpa persetujuan awal dari masyarakat Papua Barat. Faisal Putra, yang mewakili Aceh, menyebut soal eksploitasi pemerintah pusat. Masyarakat Aceh, menurut Faisal, juga membayar penderitaannya lewat ribuan nyawa yang dibantai militer sejak masa daerah operasi militer sampai kini.
Sebagai tuan rumah acara pertemuan itu, Riau diwakili Tabrani Rab, yang menyebut masyarakat Riau cuma penonton di tanahnya sendiri. ”Riau hanya sebagai sapi perahan (bagi pemerintah pusat),’’ katanya. Riau hanya memperoleh 0,17 persen dari semua yang telah diberikannya kepada Indonesia.
Ahmad Taufik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo