Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

4 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak sampai sebulan sejak Gubernur DKI meresmikan Forum Komunikasi Persaudaraan Masyarakat Matraman (FKPMM), kerusuhan antarwarga di kawasan Matraman, Jakarta Timur, kembali pecah Kamis pekan lalu. Setidaknya, seorang warga tewas dan lima orang lainnya terluka.

Kerusuhan kali ini dipicu oleh kabar burung yang ternyata keliru. Penduduk sebuah kampung mendengar seorang warganya ditusuk pemuda kampung lain, yang ternyata keliru. Tanpa mengecek, mereka langsung menyerbu. Di salah satu kawasan Jakarta yang paling padat ini, sedikit saja alasan memang dapat langsung membakar kerusuhan. Bentrok massal ini bukan yang terbesar sejak 1970-an. Awal tahun 2000 lalu bentrok besar juga terjadi.

***

Setelah ditahan polisi selama dua bulan lebih, Rabu pekan lalu bekas Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia, Soerjadi, dibebaskan. Namun, Soerjadi, yang ditahan berkaitan dengan penyerbuan berdarah kantor PDI pada 27 Juli 1996, dikenai wajib lapor dua kali sepekan. Bersama Soerjadi, yang juga dibebaskan dengan syarat wajib lapor adalah Jonathan Marpaung, Edi Kisworo, Rosid, dan Haditomo—keempatnya anggota PDI Soerjadi—serta Yorrys Raweyai, Ketua Umum Pemuda Pancasila, yang diduga terlibat dalam aksi penyerbuan tersebut.

Soerjadi mengaku bahwa dirinya tidak tahu-menahu perihal penyerangan tersebut. Menurut dia, dirinya baru belakangan mengetahui bahwa pelaku penyerbuan adalah anggota Brigade Infanteri dan Brigade Mobil dari kepolisian. Ia mengaku bahwa kedatangan anggota PDI ke lokasi penyerbuan adalah untuk serah terima kantor PDI.

Dengan pembebasan ini, tersangka kasus 27 Juli yang masih ditahan adalah Alex Widya Siregar. Polisi berjanji akan menuntaskan kasus ini mesti sejumlah tersangka dikenai status penangguhan tahanan.

***

Hari pertama pelaksanaan gencatan senjata di Aceh (atau disebut jeda kemanusiaan) ditandai oleh pembentukan dua kepanitiaan bersama Gerakan Aceh Merdeka dan pemerintah Indonesia. Jeda kemanusian yang akan dievaluasi setiap tiga bulan itu merupakan realisasi perjanjian kedua pihak yang diteken 12 Mei lalu di Buvois, Swiss, dan ditengahi Henry Dunant Centre.

Dua kepanitiaan yang dibentuk adalah komite bersama untuk modalitas keamanan dan komite bersama untuk kemanusiaan. Komite yang pertama bertugas memonitor pelaksanaan gencatan senjata antara GAM dan TNI. Adapun komite yang kedua bertugas menjalankan misi kemanusiaan. Komite keamanan diisi oleh perwakilan GAM dan Indonesia, sedangkan komite kemanusiaan diisi oleh keduanya, ditambah dengan perwakilan dan lembaga swadaya masyarakat Aceh.

***

Usul Presiden Abdurrahman Wahid agar MPR mencabut Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan penyebaran ajaran komunisme, Senin pekan lalu, ditolak oleh semua fraksi. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)—tempat Presiden Wahid berasal—yang semula berjuang keras agar usul itu dikabulkan, belakangan ikut dengan pendapat fraksi lain.

Argumen Abdurrahman bahwa pencabutan ketetapan itu dapat menghilangkan diskriminasi terhadap anak cucu bekas anggota PKI dibantah semua fraksi MPR dengan mengatakan bukan cuma anak anggota PKI yang terdiskriminasi. "Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) juga. Ingat, Syahrir harus mati di tahanan pemerintah dan itu tidak dipersoalkan," kata Hajriyanto Y. Thohari dari Partai Golkar.

Usul Abdurrahman Wahid itu sebelumnya menjadi perdebatan di media massa. Sejumlah kalangan menilai usul itu baik demi terciptanya rekonsiliasi nasional. Kalangan lainnya menilai hal itu berbahaya karena bisa memunculkan kembali komunisme di Indonesia.

***

Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Tanjungpriok, Selasa pekan lalu, membentuk tim untuk menggali makam korban pembunuhan massal berunsur SARA. Tim itu terdiri dari dokter forensik, rohaniawan, polisi, dan saksi-saksi dengan mendapat izin dari ahli waris korban. Tim ini diharapkan bisa menguak misteri pembunuhan massal yang terjadi pada 1984 lalu, ketika ratusan orang diberondong aparat akibat pertikaian sejumlah umat Islam dengan tentara. Sebelum tim ini ada, komisi Priok mendapat kesulitan untuk membongkar makam korban karena mereka tidak memiliki justifikasi hukum.

Arif Zulkifli

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus