Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayjen (Polisi) Nurfaizi menyerahkan berkas perkara pembacokan terhadap Matori Abdul Djalil ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Berkas itu berkaitan dengan tersangka Achmad Tazul Arifin alias Sabar. Menurut Nurfaizi, noda darah pada celana Arifin identik dengan darah Matori.
Dua pekan silam, Arifin mengakui keterlibatannya dalam kasus itu. Namun, pengakuan terbuka ini memunculkan banyak teka-teki. Salah satunya, istri Arifin mengaku "diculik" dan diminta menandatangani sebuah kertas sebelum Arifin ditangkap. Meski begitu, Nurfaizi menolak adanya rekayasa dalam pengakuan Arifin.
***
Awal pekan lalu, sekitar 50 wanita dari tiga desa di Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, melapor ke Palang Merah Internasional. Enam dari mereka mengaku diperkosa. Puluhan lainnya mengaku mengalami pelecehan seksual. Mereka menuduh aparat TNI sebagai pelakunya.
Sementara itu, Kongres Mahasiswa, Pemuda, Pelajar, dan Masyarakat Aceh, yang sedianya berlangsung di Medan, gagal digelar. Alasannya, panitia tak mendapatkan izin dari Gubernur Sumatra Utara. Ini adalah satu dari beberapa rencana pertemuan masyarakat Aceh, yang semuanya bertajuk kongres. April nanti, rencananya, akan digelar pertemuan lain yang diberi nama Kongres Rakyat Aceh. Di samping membingungkan, kongres-kongres itu berpotensi memicu konflik horizontal di kalangan rakyat Aceh sendiri.
***
Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) punya bos baru: Rizal Ramli. Diangkatnya Rizal menandai pemisahan lembaga ini dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Bulog berfungsi sebagai penyangga dan penyeimbang antara kebutuhan dan pasokan bahan makananmemakmurkan petani tanpa membuat harga makanan melonjak tinggi. Namun, dalam era Orde Baru, lembaga ini menjadi salah satu sarang korupsi besar-besaran. Tugas Rizal adalah mempertahankan fungsi itu di tengah keinginan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membubarkannya.
***
Sekretaris Presiden Ratih Hardjono mengundurkan diri. "Saya sudah mengajukan suratnya," katanya. Alasan yang dikemukakan Ratih berkaitan dengan rencana pernikahannya dengan Fajrul Falaakh, April nanti. Alasan yang tak muncul, dan ini menjadi rumor di lingkungan Istana, adalah konfliknya dengan Yenny, putri Presiden. (Lihat juga rubrik Nasional: Perampingan Setneg.)
***
Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Tanjungpriok mulai memeriksa saksi-saksi. Para saksi memastikan bahwa pelaku penembakan yang menewaskan ratusan orang di Jakarta Utara pada 1984 itu adalah aparat TNI. Jika itu terbukti, kasus yang lama dibekukan ini akan menyeret Try Sutrisno (Panglima Kodam Jaya kala itu) dan Benny Moerdani (Panglima ABRI) ke mahkamah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tuntutan untuk membuka kasus lama juga muncul dari Lampung. Puluhan orang tewas ketika militer, pada 1989, menyerbu sebuah desa yang menurut mereka menjadi sarang ekstremis Islam. Memang ada pembangkangan rakyat di situ, tapi banyak pengamat sosial mengaitkannya dengan alasan ekonomi-sosial ketimbang dengan alasan "mendirikan negara Islam". Pemimpin operasi kala itu adalah Hendropriyono, komandan komando resor militer setempat.
***
Surat dari pimpinan DPR akan segera melayang ke Istana. Isinya, DPR meminta pemerintah segera memberlakukan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Besar kemungkinan undang-undang ini diusulkan lagi guna membendung aksi massa yang ditengarai akan kembali meningkat menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak.
Dan itu ironis. Undang-undang ini menjadi sasaran kecaman tahun lalu pada era B.J. Habibie. Demonstrasi besar marak menentang penerapannya dan menyebabkan sejumlah orang tewas.
Habibie akhirnya menunda pemberlakuannya.
***
Mundurnya Rudini tak membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lebih baik. Kamis lalu, KPU mengadakan rapat pleno yang dihadiri 32 partai politik dan memilih tiga pelaksana harian untuk mengisi kekosongan: Djuhad Mahja, Agus Miftach, dan Benny Akbar Fatah.
Menurut Wakil Ketua KPU Adnan Buyung Nasution, pejabat baru itu tidak sah karena mereka menggantikan Rudini sebelum permohonannya untuk mundur diluluskan presiden. "Itu kudeta," kata Buyung.
***
Parni Hadi, mantan kepala Lembaga Kantor Berita Nasional Antarayang digantikan Mohammad Sobarysiap menggugat Presiden. Dia menilai pergantian yang mendadak itu cacat hukum. Parni mengklaim bahwa sebagian karyawan Antara mendukungnya dan menolak Sobary yang dinilai sebagai "orang luar".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo