MULANYA Kusliah, 18, berkelahi melawan Sartini, 20. Kedua gadis Desa Pesahangan, sekitar 82 km dari Cilacap, itu saling jenggut, saling cakar, saling pukul. Keduanya sama-sama merasa sebagai pacar sah Marsudi, 24, jejaka yang bekerja sebagai kernet. Setelah perang berlangsung beberapa jurus, Kusliah tampaknya berada di atas angin. Gadis berkulit kuning dengan rambut sebatas betis itu berhasil memiting lawan. Tak dinyana, datang Sutimin - ayah Sartini. Melihat anaknya terjepit, ia langsung masuk gelanggang. Kusliah ditendang, dipukul, ditampar. Kini ganti Kusliah yang kepepet. Sebab, selain harus menahan serbuan Sutimin, Sartini yang tadi terdesak bangkit lagi. Dan seperti sudah diatur, tahu-tahu Sarino - ayah Kusliah - muncul di arena. Mendengar anaknya menjerit-jerit kena bogem mentah, Sarino menyerbu Sutimin. Perang tanding berlanjut: Sutimin melawan Sarino Kusliah kembali melawan Sartini. Perkelahian yang terjadi Juni lalu menjelang orang berbuka puasa itu tak sampau berkepanjangan. Para tetangga melerai. Tapi Kusliah, Sartini, Sutimin, dan Sarino sudah kadung babak belur dan benjol-benjol. Nah, ketika perang tanding berlangsung, Marsudi rupanya pulang dari bepergian. Ia bukannya melerai, tapi malahan memanjat sebatang pohon kelapa dan bersembunyi di sana. Rupanya, ia malu dan serba salah. Sejak lama ia memang sudah menjalin hubungan cinta dengan Kusliah, tapi diam-diam ia ternyata main mata dan suka mengajak kencan Sartini. Barulah setelah keadaan dinilai "aman", sekitar pukul 22.00, pria muda bertubuh jangkung dan berkulit kuning itu mencoba turun. Sial. Dalam gelap, kakinya menyentuh sarang sejenis lebah. Tak ampun lagi, tawon-tawon besar itu menyengat wajah Marsudi sampai bengkak-bengkak. Persis seperti wajah kedua pacar dan kedua calon mertua. "Untung saya masih sadar dan naik lagi ke atas. Lalu pingsan," katanya kepada TEMPO. Dan kini ia menghadapi masalah runyam. Kedua orangtua si gadis memutuskan agar anaknya tak Iagi berpacaran dengan Marsudi. Padahal, kata Marsudi, ia setengah mati mencintai Kusliah. Selain lebih cantik, gadis itu dinilainya lebih cocok sebagai calon teman hidupnya. Kusliah pun merasa begitu. "Meskipun Marsudi telah berbuat salah, saya tak mungkin melupakan dia. Saya yakin, dia berbuat iseng karena sering digoda," katanya. Tapi, perselisihan antara pihak Sutimin dan Sarino sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Tiga tahun lalu keduanya pernah memperebutkan sebatang pohon jati yang tumbuh di batas pekarangan mereka. Karena tak ada yang mau mengalah, pohon jati itu akhirnya diserahkan untuk keperluan desa. Apakah sekarang bukan giliran Marsudi yang diserahkan untuk keperluan desa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini